Jumat, 29 Juni 2007

Fitrah


Dalam bayangan kita kata fitrah berarti menunjuk kepada sesuatu yang asasi, yang suci. Kita memang tidak salah. Dalam bahasa Arab Fitrah berarti sifat bawaan lahir. Artinya semua makhluk mempunyai fitrahnya masing-masing.

Di sini saya akan sedikit kembali kepada Hukum Newton I. Apakah betul kalau benda dalam keadaan bergerak maka dia akan bergerak terus selamanya? Mengapa hukum tersebut hanya bisa berlaku di keadaan hampa udara? Mengapa kalau berada di Bumi ketentuan itu menjadi "tidak" berlaku? Berarti tidak aplikatif dong...

Nah, begini masalahnya. Begitu menyentuh atmosfir, apalagi sampai bersinggungan dengan tanah ada dua variabel dominan yang mempengaruhi fitrah benda. Variabel tsb adalah gesekan dengan udara dan gesekan dengan permukaan tanah. Dua variabel inilah yang dengan singkat mampu menghentikan fitrah benda yg sedang bergerak. Bagaimana caranya membuat benda tsb kembali bergerak? Ya harus ada faktor eksternal yang menggerakkannya, misalnya tenaga manusia.

Makhluk hidup juga mempunyai fitrahnya sendiri. Yang membuat binatang kembali kepada fitrahnya, yaitu bergerak mencari makan adalah faktor internal, yaitu perut lapar. Begitu perutnya sudah kenyang hewan akan berhenti bergerak karena ada dua variabel dominan yg menghentikan mereka. Maka tidak heran ular piton mampu tidur seminggu penuh setelah menyantap seekor kambing.

Bagaimana dengan kita?

Kita juga punya fitrah bergerak. Khusus manusia, tidak hanya dua variabel yang mempengaruhi pergerakannya tapi sangat banyak variabel. Orang tua, pasangan, anak, lingkungan, tetangga, kerabat, teman-teman, perasaan, rasa malas, adalah beberapa contoh variabel yang mempengaruhi fitrah kita.

Bagaimana supaya kita kembali kepada fitrah bergerak? Khusus manusia ada faktor internal dan eksternal. Di sini saya berbicara yang eksternal saja, biar saya nggak susah nulisnya.

Orang bijak bilang, kalau pingin berhenti merokok ya jangan dekat-dekat dengan para perokok. Orang Jawa bilang ojo cedhak kebo gupak, jangan dekat dengan kerbau di kubangan. Kita akan terpengaruh, sadar atau tidak, oleh lingkungan kita.

Maka ketika saya pingin jadi pengusaha, saya nyoba secara intensif bergaul dengan para pengusaha. Pergaulan dengan karyawan (yg tidak ada niat jadi pengusaha) saya kurangi. Saya nyari pelajaran2 yang berhubungan dengan usaha. Dan saya menemukan "kolam" yang pas yaitu komunitas TDA :)

Kamis, 28 Juni 2007

Hukum Newton I


Dulu waktu sekolah saya masih ingat Hukum Newton I. Intinya, kalau benda dalam kondisi diam maka dia akan diam selamanya. Sedangkan kalau benda dalam kondisi bergerak maka dia akan bergerak selamanya.

Rupanya fenomena ini berlaku untuk semua benda. Tidak terbatas pada benda mati tapi juga berlaku buat makhluk hidup. Hukum Newton I itu akan efektif bila kondisi lingkungan dalam keadaan tanpa bobot alias tidak ada variabel lain yang mempengaruhi.

Di ruang tanpa atmosfir kita semua tahu benda yang "terlanjur" bergerak akan terus bergerak selamanya. Dia tidak akan berhenti kecuali ada yang menghentikan. Bagitu pula kalau kondisinya diam, maka dia akan diam selamanya.

Nah, di SmartFM hari Selasa kemarin ada yang menarik. Dalam rubrik yang dibawakan oleh Red Piramid (jam 8.00-9.00) diterangkan mengapa ada resistensi dari karyawan atau tim terhadap perubahan yang coba kita lakukan. Perubahan demi kondisi yang lebih baik.

Nah ternyata kondisi status quo adalah kondisi yang paling nyaman. Kondisi comfort zone. jadi orang cenderung menolak perubahan bila perubahan itu dirasa mengganggu kenyamanan. Padahal kenyamanan yang dirasakan sekarang adalah kenyamanan semu. Jadi kondisi status quo (kondisi diam) akan cenderung menjadi diam selamanya. Padahal lingkungan sekitar terus bergerak. Alhasil kalau tidak mengikuti pergerakan akan terlindas oleh pergerakan zaman.

Sekarang bagaimana supaya kita tidak terjebak pada comfort zone? Ya harus selalu bergerak terus. Tidak peduli apakah pergerakan itu cepat atau lambat, pokoknya harus terus bergerak. Jangan pernah berhenti. Berhenti adalah kondisi yang sangat berbahaya.

Sekarang bayangkan mobil yang berada di tanjakan. Mobil tidak akan mengalami masalah kalau dia bergerak terus, meski lambat. Tapi bayangkan kalau mobil itu terpaksa diam di tanjakan. Energi yang diperlukan untuk membuatnya bergerak maju jauuhhhh lebih besar dari pada jika dia terus bergerak. Itu kalau supirnya pinter. Tapi kalau "supirnya" masih pemula dan dia berhenti di tanjakan..... Wah jangan dibayangkan deh.

Jadi tugas kita adalah terus bergerak. Bergerak tapi punya tujuan (visi, misi, goal, dll). Kalau nggak punya tujuan, ya muter2 terus sampai kehabisan energi...

Rabu, 27 Juni 2007

TDA-ers: Antara "Jet" dan "Mesin Uap"


"Keadaan kita hari ini adalah akumulasi dari perbuatan kita di masa lalu, maka mulailah menabur kebaikan hari ini...," demikian cuplikan kalimat yang dibuat oleh Andrie Wongso, salah satu motivator Indonesia.

Memang semua kondisi yang kita temui saat ini merupakan rangkaian proses panjang. Tidak berdiri sendiri. Apapun karya manusia semuanya melalui proses dan penyempurnaan tiada henti.

Kemudahan mobilitas yang kita rasakan saat ini adalah sebuah proses panjang karya manusia. Diawali oleh Thomas Savery dan Thomas Newcomen, insinyur Inggris penemu mesin uap pada abad 18. Kemudian datang James Watt menyempurnakan kinerja mesin karya dua insinyur Inggris tsb.

Insinyur kelahiran Skotlandia ini secara tekun mempelajari sifat-sifat dari uap, terutama yang berhubungan dengan kepadatan, suhu hingga tekanannya. Dia merancang tempat terpisah pemadat uap dalam mesin, gunanya mencegah kehilangan uap yang besar dalam mesin silinder serta menaikan kondisi tabung. Mesin baru ini kemudian dipatenkan oleh James Watt pada 1769

Inilah awal dari sebuah proses panjang karya manusia di bidang teknologi mekanik. Kemudian datang Rudolf Diesel, seorang insinyur dari Perancis. Diesel barhasil menciptakan mesin bertekanan panas yang dikenal dengan mesin diesel. Karyanya berhasil mendapatkan hak paten pada 1893.

Penemuan ini kemudian melahirkan berbagai penemuan yang sulit untuk kita ikuti satu persatu. Dunia mencatat bahwa pada 1903 Wright bersaudara berhasil menerbangkan Flyer, prototip pertama pesawat udara. Setelah zaman Wright, pesawat terbang banyak mengalami modifikasi baik dari rancang bangun, bentuk dan mesin pesawat. Hingga kemudian ditemukan mesin jet yang untuk pertama kali berhasil dipasang di pesawat terbang pada 11 Juni 1928.

Proses. Inilah kata yang harus kita lewati untuk mewujudkan mimpi. Tidak ada sebuah realita yg terwujud tanpa melalui proses. Kita berhasil naik sepeda setelah beberapa kali mengalami proses jatuh-bangun, bahkan tidak jarang masuk selokan.

Pertanyaannya, apa hubungannya itu semua dengan para TDA-ers?

Kalau kita mengikuti milis dan mengunjungi blog para TDA-ers mungkin banyak pertanyaan di benak kita. Ada member yang pergerakan bisnisnya cepat, melesat bak mesin jet. Banyak inovasi dan langkah tak terduga yang mereka buat.

Tapi di pihak lain lebih banyak yang pergerakan usahanya tertatih-tatih seperti "mesin uap". Mereka belum juga menemukan settingan yang pas. Karena pakai "mesin uap" maka sering pergerakannya terhambat di tengah jalan dan berjalan dengan cara nggremet (merayap).

Apa kira-kira penyebabnya?

Asumsi saya, para TDA-ers yang berhasil melesat cepat sebenarnya bukanlah orang yang baru memulai usaha ketika bergabung dengan komunitas ini. Mereka adalah orang-orang yang sebenarnya sudah mempunyai flying watch (kata Thukul) cukup lama. Mereka sudah pernah mengalami jatuh bangun sebelumnya (bahkan babak belur mungkin). Mentalnya sudah terasah. Tapi karena satu dan lain hal mereka memilih menghentikan usahanya dan menjadi TDB.

Nah ketika bertemu dengan komunitas yang frekwensinya pas, sensornya langsung nyambung. Mereka kembali bangkit dengan motivasi yang terjaga karena berada di tengah "kolam" yang sama. Nah kemampuan yang pernah terasah inilah yang menyebabkan mereka cukup cepat melesat. Ibarat supir yang sudah bertahun-tahun tidak pegang mobil, begitu belajar kembali cara nyopir yang baik, mereka langsung piawai pegang mobil.

Jadi bagi para TDA-ers yang belum juga menemukan settingan yang pas tidak usah kecil hati. Ikutilah proses. Jangan melihat pada TDA-ers yang sudah berhasil saat ini tapi lihatlah bagaimana mereka jatuh bangun "menyusun" bangunan mimpi ketika belum ada komunitas TDA.

Betul nggak asumsi saya? Yuk kita lakukan survey...:)

Selasa, 26 Juni 2007

Umpan Balik


"Dunia Barat sedang mengalami krisis hebat. Kebahagiaan menjadi barang langka di sana. Tingkat perceraian keluarga mencapai 50%, tertinggi di dunia. Generasi mudanya terancam mengalami kehilangan prestasi dengan banyaknya pecandu narkoba dan perbuatan2 kriminal. Ini semua terjadi karena mereka telah meninggalkan nilai-nilai universal berupa kejujuran, sifat peduli, dan terlalu mengagungkan materialisme," demikian kira-kira rangkuman bukunya Danah Zohar yang berjudul Spiritual Capital. Untuk mengatasi krisis itu Barat harus kembali kepada nilai-nilai universal, kembali kepada Spiritualisme.

Guru Besar Fisika di MIT (bukan MBandung Institute of Technologi :)) ini berpendapat hanya dengan kembali kepada Tuhan atau Spiritualisme orang akan mencapai kebahagiaan. Hanya saja Danah Zohar sampai saat ini mengaku tidak menganut satu agama pun. "Kenyataannya, banyak tokoh agama yang tetap berbuat jahat. Artinya mereka beragama tapi tidak punya kecerdasan spiritual," kata Danah Zohar. Inilah yg menyebabkan ahli Fisika Kuantum ini memilih "menemui Tuhan" tanpa formalitas "baju" agama.

Beragama tapi tidak cerdas spiritual. Bagi saya ini cukup menarik. Inilah mengapa di negara kita 100% penduduknya beragama tapi punya rekor sebagai negara terkorup di dunia.

Saya pernah bertanya kepada teman, siapa pelanggar hukum terbesar? Ternyata ya aparat penegak hukum. Kalo gitu siapa pelanggar aturan agama yg terbesar? Ternyata ya tokoh agama....

Sekarang pada kejadian kita sehari-hari. Waktu masih kantoran saya pernah mengadakan survei kecil-kecilan, survei amatiran. Saat itu saya sering mendengar dari banyak teman, intinya, kalau kamu naik angkot kasih aja supirnya uang pas. Begitu kamu turun dari angkot, beri si supir ongkos dengan uang pas, dan tinggalkan supir sesegera mungkin. Jangan beri kesempatan sang pengemudi untuk minta uang lagi kalau ongkosnya sebenarnya memang masih kurang.

Contoh, ongkos resmi sebenarnya Rp 1500. Tapi karena kita naiknya cuma dekat kasih aja si supir Rp 1000, terus tinggalkan si supir sesegera mungkin. Artinya kita tidak memberi hak si pengemudi dengan benar. Kita telah memberi energi negatif kepada orang lain. Tidak jarang pengemudi menerima uang dengan menggerutu. Energi negatif dibalas dengan energi negatif.

Saya pernah mencoba, karena penasaran, tiap naik angkot saya selalu memberi ongkos dengan tarif resmi. Tidak peduli apakah jaraknya dekat atau jauh, pokoknya saya selalu memberi sang supir dengan tarif resmi.

Ajaib! Ketika suatu saat saya sengaja membayar dengan uang besar, selalu dikembalikan sang supir dengan semestinya. Saya TIDAK pernah mendapat kembalian uang yang kurang. Bahkan ketika saya tidak menghitung jumlah uang kembalian ternyata TIDAK pernah ada kembalian yang kurang. Kalau kembaliannya Rp 3500 saya selalu diberi Rp 3500. Ternyata tidak jarang saya diberi kembalian Rp 4000 (meski akhirnya saya balikin lagi Rp 500). Kejadian diberi kembalian lebih ini sering saya alami....

Energi positif dibalas dengan energi positif...

Senin, 25 Juni 2007

Spiritual Capital


"Keserakahan adalah hidup," kata Gordon Gekko (Michael Douglas) dalam film Wall Street. Bahwa dalam bisnis yang namanya serakah dan saling memakan adalah keniscayaan. Maka tidak heran kalau kemudian para pengusaha berlomba-lomba untuk menangguk keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara. Dan kemudian muncullah perusahaan-perusahan besar dengan kekayaan yang luar biasa, menggurita kesana-kemari, menyantap apa saja di depannya. Dan kemudian terjadi lah fenomena yang tidak kalah mencengangkan. Di Koran Pikiran Rakyat Bandung, 18 Juni 2007, ditulis:

Sebuah survei menarik dilakukan John McFarlane terhadap 500 perusahaan pertama yang masuk dalam daftar Standard and Poors pada tahun 1957. Perusahaan-perusahaan itu merupakan perusahaan ternama, kelas wahid, sehingga layak masuk ke peringkat Standard and Poors.

Namun, dari 500 perusahaan tersebut saat ini tinggal 74 perusahaan. Berarti ada 426 perusahaan besar atau 84 persen yang bangkrut dan hilang dari peta bisnis. Dari hasil survei ternyata penyebab utama kebangkrutan mereka akibat pelanggaran atas penerapan prinsip universal seperti kedisiplinan, kejujuran, peduli kepada konsumen, dan menghargai lingkungan. Kenyataan menunjukkan bisnis di era liberalisme (persaingan bebas) saat ini tidak bisa menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan.

Banyak contoh perusahaan dunia yang akhirnya hancur karena tidak mengindahkan aspek spiritualis dalam bisnis misalnya Enron, Worldcom, dan Arthur Andersen. Padahal, ketiga perusahaan itu memiliki aset ratusan triliun, namun dalam sekejap ambruk akibat mengesampingkan nilai-nilai dalam berbisnis.

Worldcom merupakan perusahaan komunikasi terbesar kedua di AS dengan aset 107 miliar dolar AS (lebih dari Rp 1.000 triliun) dengan melayani 20 juta pelanggan. Hanya karena memanipulasi laporan keuangan sebesar 3,8 miliar dolar AS (sekitar Rp 38 triliun) Worldcom tidak bisa dipercaya lagi. Aset perusahaan turun drastis hingga kurang dari 15 miliar dolar AS dan pemerintah rugi 565 juta dolar AS karena menanamkan sahamnya di Worldcom.

Demikian pula dengan Enron yang menjadi simbol penipuan dan korupsi korporasi terencana pada tahun 2004 akibat memanipulasi labanya. Enron yang awalnya dikenal perusahaan paling inovatif dan menghasilkan laba sampai 101 miliar dolar AS (sekitar Rp 950 triliun). Tapi, Enron akhirnya bangkrut karena menyepelekan asas kejujuran.

Kebangkrutan Enron menyeret akuntan publik Arthur Andersen karena memanipulasi labanya. Padahal Arthur Andersen berdiri sejak tahun 1913 dengan mencetak laba pada tahun 2008 sebesar 8,4 miliar dolar AS. Akhirnya pada pada tahun 2001 Arthur Andersen harus membayar utang 32 miliar dolar AS sehingga tidak bisa diselamatkan.

Di lain pihak banyak perusahaan yang bangkit dari keterpurukan setelah menerapkan nilai-nilai universal dalam berbisnis.

Contohnya David Maxwell yang diangkat menjadi Dirut Fannie Mae tahun 1981 saat perusahaan rugi 1 juta dolar AS per harinya. Maxwell berhasil mengubah Fannie Mae menjadi perusahaan berbudaya dan berkinerja tinggi dengan laba 1 juta dolar AS per hari. Maxwell menyerahkan hak sisa pensiunnya sebesar 5,5 juta dolar AS kepada Yayasan Fannie Mae untuk membangun perumahan warga berpenghasilan rendah.

Kebangkitan bisnis berbasis spiritualitas juga dirilis buku Megatrends 2010 dengan ciri bisnis yang menghargai nilai, kejujuran, pelanggan, dan lingkungan hidup. Konsumen juga beralih kepada produk-produk berdasarkan nilai-nilai yang mereka anut. Misalnya, bahan bangunan ramah dan mobil ramah lingkungan, makanan organik, dan sejenisnya yang merupakan ceruk pasar potensial.

Perlunya nilai pada bisnis karena pada hakikatnya manusia membutuhkan tiga modal yakni modal material berupa kecerdasan (IQ), modal sosial dan emosional (EQ), dan modal spiritual (SQ). Demikian pula dalam bisnis membutuhkan ketiga modal tersebut, namun selama ini kita hanya terpaku kepada modal material seperti anggapan kaum materialis.

Pengusaha tidak bisa berpikir hanya uang baik untuk dihabiskan, investasi, maupun membeli keunggulan dengan pengusaha lainnya. Bisnis harus dibungkus dengan nilai-nilai agar tetap bisa bertahan dan berkembang di tengah era persaingan yang amat ketat. Wallahu-a'lam

Rabu, 20 Juni 2007

Seberapa Banyak sih 600 Triliun itu?


Lagi-lagi nonton tv. Tadi malam ada yang menarik di Today's Dialogue-nya MetroTV. Acara itu membahas tentang perjanjian ekstradisi para koruptor yg saat ini sembunyi di Singapura. Banyak pro kontra soal perjanjian ekstradisi yang di"barter" dengan bolehnya Singapura memakai wilayah RI untuk latihan tentara mereka. Dalam perjanjian itu ternyata Singapura bebas memakai 30% wilayah Indonesia sebagai ajang latihan. Pro-kontra memang tidak ada habisnya. Dan saya kurang tertarik dengan silang pendapat itu.

Tapi ada yang menggelitik saya. Ternyata di acara itu terungkap bahwa rekening orang Indonesia yg ada di Negeri Singa itu sebanyak 30.000-an rekening. Nilainya, kalau ditotal kurang lebih USD 67 milyar. Jumlah itu kira2 setara dengan Rp 600.000.000.000.000 (600 triliun). ck ck ck...

Saya jadi terbayang-bayang dengan uang sebanyak itu. Siapa bilang orang Indonesia miskin? Rekening mereka saja ada 600 triliun rupiah. Saya jadi membayangkan gimana kalau uang itu dipakai, misalnya untuk membangun sekolah, memberi modal pengusaha mikro, menaikkan gaji guru dll....

Saya jadi mnghitung-hitung, begini...

Uang pecahan Rp 100.000 itu panjangnya 15 cm. Kalau 600 triliun yg terdiri dari pecahan 100.000 dijejer memanjang, maka panjangnya sekitar 400.000.000 km. Keliling Bumi itu sekitar 40.000 km. Jadi 600 triliun kalau dijejer panjangnya 10.000 x keliling Bumi. wow...

Tiket Jakarta-Surabaya pakai Garuda sekitar Rp 200.000 (betul nggak?). Kalau dipakai untuk beli tiket Jkt-Sby bisa dipakai untuk pergi bolak-balik 3 milyar kali....

Bagaimana dengan renovasi sekolahan? Anggap saja satu gedung mendapat dana 100 juta. Maka 600 triliun bisa dipakai untuk merenovasi 6000.000 sekolahan. Padahal di Indonesia jumlah sekolahan cuma sekian ribu buah....

Bagaimana kalau dipakai utk memberdayakan wiraswasta? Kalau seorang pengusaha mikro mendapat suntikan 50 juta, maka dana itu bisa dipakai untuk menyuntik 12.000.000 pengusaha mikro....

Bagaimana kalau 600 triliun dibagikan ke seluruh penduduk Indonesia? Menurut Wikipedia jumlah penduduk Indonesia sekitar 238.500.000. Maka tiap penduduk, tidak pandang bulu, tua-muda, mendapat sekitar 2,5 juta rupiah.

Bagaimana kalau duit itu ditumpuk? 600 triliun yg terdiri dari pecahan Rp 100.000 kalau ditumpuk (satu bundel Rp 100.000 terdiri 100 buah tingginya 1 cm) tingginya mencapai 60.000.000 cm atau 600 km tingginya. Tak tertandingi....

Kalau dipakai untuk beli bakso? Anggap satu mangkuk harganya Rp 10.000. Maka duit itu bisa dipakai buat beli 60 milyar mangkuk. Kalau satu mangkuk luasnya 57 cm2. maka 80 milyar mangkuk kira2 luasnya 339 km2. Luas Singapura menurut data tahun 1998 adalah 674 km2. Maka duit orang Indonesia yg ada di Singapura thok bisa buat menenggelamkan separo Negeri Singa dengan kuah bakso....

Wah lama-lama pikiran saya kok jadi nggak karu-karuan gini....:))

Selasa, 19 Juni 2007

Bisnis itu "Hanya lah" Soal Settingan


Tadi malam di JakTV jam 22.00 ada acara Beyond Marketing yang dibawakan oleh Hermawan Kartajaya. Sebagai bintang tamu adalah Kemal E Gani, Pemimpin Umum/Pemred Majalah SWA. Di acara tersebut banyak dibahas bagaimana cara majalah SWA mempertahankan posisinya dan apa yang dilakukan majalah ini menghadapi kompetitor.

Yang cukup menarik adalah majalah yang positioningnya "Di Mana Bisnis Bergerak" ini ternyata pernah kelimpungan menghadapi perubahan zaman. Tidak hanya kelimpungan tapi juga mengalami kerugian selama setahun penuh (1998-1999).

Diakui Kemal, majalah SWA cukup tenang sebagai pemimpin pasar majalah bisnis ketika Pak Harto masih berkuasa. Cukup sulit bagi kompetitor untuk mengejar SWA. "Kalau pun ada investor besar yang mau masuk juga susah karena ada aturan SIUPP," kata Kemal melihat persaingan saat itu. Pokoknya SWA anteng sebagai pemimpin pasar. Settingan majalah SWA sudah pas saat itu.

Tiba2 zaman berubah. Pak Harto lengser. Demokrasi dibuka. Semua orang bebas untuk bicara apa saja. Tidak hanya itu, dollar melambung tak terkendali. Tiba2 semua barang impor naik berlipat-lipat. Hampir semua bisnis merasakan pukulan yg sangat hebat. "Biaya operasional naik tajam, harga kertas meroket, iklan merosot drastis. Akibatnya kami merugi. Kami merugi setahun penuh," kata Kemal.

Ketika gonjang ganjing mereda, SWA mulai berbenah. Tapi ada yang berubah. Zaman sudah tidak sama lagi. Semua orang sudah bebas membuat media massa tanpa perlu SIUPP. "Kami sudah tidak bisa lagi memakai settingan lama," kata Kemal. Kompetitor bermunculan dengan aneka ciri khas masing-masing.

Hasil perubahan SWA sekarang bisa kita lihat. Setelah Pak Harto lengser SWA pernah terbit 3-mingguan (sebelumnya terbit bulanan). Uji coba ini ternyata kurang optimal. Sekarang SWA bisa kita lihat tiap dua minggu sekali. Tidak hanya itu, majalah ini juga membuat banyak majalah yg merupakan anak-anak SWA. Perubahan juga menyangkut konten. Dan masih banyak lagi...

Dalam bisnis, perubahan adalah keniscayaan. Settingan yang sudah pas utk satu kondisi belum tentu cocok untuk kondisi dan lokasi berbeda. Settingan memang harus terus di-update.

Contoh mudah bagaimana settingan sangat mempengaruhi output bisa dilihat kalau kita menonton lomba balap motor motoGP.

Kita semua tahu bagaimana jagonya Valentino Rossi (saudara "jauh" Valentino Dinsi) ketika di atas YZR-M1 Yamaha. Lima kali berturut-turut dia jadi juara dunia. Namun tahun 2006 dia harus menyerahkan mahkotanya kepada Nicky Hayden dari Repsol Honda. Bagaimana mungkin Rossi bisa kalah, ternyata hanya pada settingan ban yg kurang pas.

Tahun ini dia juga kerepotan menghadapi Casey Stoner dari tim Marlboro Ducati. settingan Motor Ducati cocok utk trek yang banyak jalan lurusnya. Maka ketika Rossi berlomba di sirkuit Montmello-Catalunya (Spanyol) dia harus mengakui keunggulan Stoner.

Tapi Rossi yg jago trek dengan banyak tikungan unggul di sirkuit Mugello Italia. settingan YZR-M1 Yamaha lebih pas dibanding settingan Desmosedici GP7 Ducati milik Stoner.

Bagaimana kalau terjadi hujan? Ternyata untuk kondisi trek basah Suzuki GSV-R800 yang ditunggangi Chris Vermeulen paling unggul. Pembalap Australia ini menjadi juara di sirkuit Le Mans, Perancis.

Jadi kalau kita sudah merasa pas dengan settingan bisnis kita saat ini, ada dua kemungkinan yg bisa diambil utk masa depan. Settingan selalu diubah sesuai perubahan waktu. Atau kalau kita tidak ingin mengubah settingan, maka kita harus mencari "trek" yang pas dengan settingan bisnis kita....

Senin, 18 Juni 2007

Gagal atau Digagalkan?


Sabtu malam kemarin ada yang menarik. Di O'Channel ada acara Business Art With Mario Teguh. Terus terang saya tidak sempat melihat acara ini secara penuh. Saya menemukan acara ini ketika sudah ketinggalan separo waktu tayang.

Menjawab pertanyaan dari pemirsa yang mengeluh karena bisnisnya gagal terus, Mario memberikan jawaban singkat. Menurut saya jawaban ini meski singkat namun mengandung makna sangat dalam.

"Pak, dalam bisnis tidak ada yang namanya gagal. Yang ada adalah "digagalkan" oleh Sang Pencipta karena barangkali anda secara mental belum siap. Nanti kalau anda sudah siap mental maka Dia akan memberikan keinginan anda. Atau, anda "digagalkan" karena bidang yang digeluti tidak cocok dengan kepribadian anda," jawab Mario Teguh.

Saya sempat kaget dengan jawaban ini. Bagaimana cara menjelaskan konsep "digagalkan" ini?

"Inilah bentuk cinta Sang Pencipta kepada makhluknya karena "menggagalkan" keinginan kita. Coba ingat dan perhatikan seorang bayi. Waktu bayi kita semua kan ingin memasukkan semua benda ke dalam mulut kita. Dan apa yang dilakukan ibu? Menggagalkan usaha kita kan? Mengapa sang ibu menggagalkan keinginan bayi memasukkan apa saja ke dalam mulut? Inilah bentuk cinta kasih ibu ...," mario Teguh menambahkan.

"Jadi jangan pernah mengeluh dengan kegagalan. Coba lagi dan coba lagi. Kalau waktunya sudah tepat dan anda sudah bisa "membedakan" mana yang "baik" dan "buruk", mental anda sudah siap dan kuat, keberhasilan hanyalah masalah waktu. Tinggal usaha anda untuk memperpendek waktu menuju keberhasilan...," kata Mario menutup jawaban untuk sang penanya.

Menjawab pertanyaan lain pak Teguh sering bilang bahwa yang menyebabkan seorang berhasil dalam bisnis adalah karena faktor keterdesakan. Karena terdesaklah maka orang akan berhasil.

"Lalu bagaimana kalau dalam kenyataannya orang tsb sebenarnya tidak dalam kondisi terdesak?,"

"Ciptakan kondisi terdesak artifisial. Anda harus membuat kondisi dan suasana terdesak (artifisial), baru lah anda bisa berhasil," Jawab pak Teguh

Terdesak artifisial inilah yang juga diciptakan oleh Prof Johanes Surya, pembina TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia). Supaya terjadi mestakung, kita harus menciptakan kondisi terdesak. Kita harus membuat target2 tertentu. Dan target itu harus diumumkan kepada khalayak. Kalau diumumkan kepada orang lain kan kita malu kalau target tidak tercapai. Setelah itu baru lah kita action (melangkah). Tidak hanya melangkah tapi melangkah yang konsisten.

Dalam rumusan Prof Johannes mestakung bisa terjadi kalau ada Krilangkung (Kritis, Melangkah, Tekun). Kalau tidak ada Krilangkung jangan harap ada Mestakung...

Sabtu, 16 Juni 2007

Sekelumit tentang Berbagi


Saya masih ingat kira2 empat tahun lalu ada sebuah acara di MetroTV dengan judul Fact or Fiction.

Tayangan tadi berupa serangkaian kisah. Tiap episode berisi lima cerita. Cerita-cerita tsb dikemas dengan narasi dan visualisasi yang sangat menarik. Di akhir tayang pemirsa diminta menebak, cerita mana yang berisi fakta dan mana yang hanya fiksi saja.

Untuk beberapa episode awal saya cukup repot menebak mana kisah nyata dan mana yang hanya karangan produser. Tetapi pada episode2 selanjutnya hampir semua tebakan saya benar. Saya bisa mulai menebak mana yang fakta dan mana yang hanya fiksi. Memang, hampir semua kisah yang ditayangkan adalah peristiwa2 ajaib/ miracle yang dialami oleh seseorang. Peristiwa yang sulit diterima dengan akal sehat (baca: otak kiri).

Ternyata hampir semua miracle yang berupa kisah nyata berhubungan dengan kedermawanan seseorang. Dermawan TIDAK mesti diukur hanya dengan materi.

Salah satu cerita yang cukup berkesan bagi saya adalah ketika ada seorang anak yang tersesat di hutan. Anak ini mengalami musibah digigit ular berbisa. Begitu dahsyatnya racun tsb membuat anak itu langsung pingsan.

Si anak tiba2 kaget ketika dibangunkan oleh seorang cacat yg duduk di kursi roda. Dengan cepat dan tegas orang misterius tsb memberi instruksi bagaimana caranya menetralisir racun ular. Anak itu akhirnya lolos dari maut. Dan tertidur setelah kecapean mengatasi racun ular.

Paramedis yg tiba di tempat kejadian sangat takjub dengan pengetahuan anak itu soal racun ular. Ketika ditanya, anak itu menjawab bahwa dia bisa lolos dari maut karena mendapat instruksi dari orang misterius yang duduk di kursi roda.

Seketika itu juga gegerlah penduduk yg tinggal di sekitar hutan itu. Penduduk yakin bahwa deskripsi orang misterius yang digambarkan sang anak ternyata sama persis dengan seorang dokter dermawan yang pernah bertugas di sana. Hanya saja, sang dokter baik budi itu sudah meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan mobil. Bagaimana mungkin orang yg sudah meninggal dapat menolong orang lain yang sedang mengalami musibah? Wallahu a'lam...

Di Indonesia kisah kedermawanan yg cukup menarik juga dialami seorang pengusaha Indonesia. Pada suatu ketika pengusaha ini sudah hampir bangkrut. Dia hanya punya uang sangat sedikit yg akan dipakai sebagai modal kerja.

Suatu pagi datang seorang temannya yang bermaksud pinjam uang. Sang teman bilang kalau dia tidak bisa memperoleh uang pagi ini, maka dia & keluarganya terpaksa diusir dari rumahnya karena tidak bisa membayar sewa.

"Di sinilah iman saya diuji," kata sang pengusaha. "Kalau uang saya serahkan maka saya sudah tidak punya modal lagi untuk mulai usaha. Tapi kalau dia tidak saya beri pinjaman, sekeluarga teman saya diusir dari rumah," tambahnya.

Setelah berfikir sangat keras dan mengalami perang batin yang sulit untuk digambarkan di sini, akhirnya sang pengusaha merelakan uangnya dipinjam temannya. Selamatlah teman pengusaha tadi beserta keluarganya. Mereka tidak jadi diusir dari rumah kontrakannya. Bagaimana dengan sang pengusaha? Untuk sementara dia terpaksa menunda belanja buat meneruskan usahanya.

Tapi ini tidak berlangsung lama. Tiba2 ada wartawan yg ingin meliput bisnis sang pengusaha. Setelah dimuat di koran Medan, rupanya konsumen penasaran dengan bisnis sang pengusaha. Dari sini lah titik balik terjadi. Sekarang bisnisnya sudah merambah hampir seluruh Indonesia, bahkan juga ke negeri jiran. Sang wartawan akhirnya direkrut menjadi karyawan yg sangat dipercaya...

Jumat, 15 Juni 2007

Fenomena Warren Buffet



Secara tidak sengaja Kamis malam saya nonton TVRI. Jarang sekali saya nonton stasiun ini karena gambarnya memang kurang bagus. Pada saat itu kebetulan acaranya Rekaman Seminar dg Pembicara (ini yang saya ingat): Dr Mochtar Riady dan Dr Faisal Basri.

Yang menggelitik saya adalah paparan dari Faisal Basri. Dia menceritakan mengenai arah pendidikan dan kesuksesan yang hanya diukur dengan materi. Kesuksesan yang hanya diukur dengan materi ternyata tidak cukup.

Apa yang dikatakan Faisal Basri ternyata sama dan sebangun dengan apa yang disampaikan Ustad Huzaifah ketika pengajian TDA di rumah Pak Haji Alay. Menurut Ustad Huzaifah (mengutip bukunya Zig Ziglar) ternyata ukuran kesuksesan yang sebenarnya adalah kalau seseorang sudah mencapai kebahagiaan. Dan Materi ternyata hanya menempati urutan ke-4

Fenomena Warren Buffet mungkin bisa dijadikan contoh kongkrit. Masih kata Faisal Basri, Buffet yang kekayaannya sudah begitu luar biasa ternyata masih belum merasakan kepuasan hidup. Kekayaan yang begitu melimpah ternyata membuatnya bingung.

Singkat kata, orang terkaya nomor 2 di Amerika ini menemukan kebahagiaan setelah dia menghibahkan 95% (sembilan puluh lima persen) hartanya ke Bill Gates Foundation. Ya... dia hanya menyisakan 5% dari hartanya untuk sisa hidupnya. Orang tua yang sudah lebih 70 tahun ini sekarang kemana-mana menyetir sendiri mobilnya.

Fenomena seperti ini saya yakin tidak akan terjadi di TDA. Bukan karena member TDA enggan berbagi tapi justru senang berbagi. Dengan membiasakan berbagi kita memang HARUS dituntut untuk kaya. Dan dengan berbagi kita menjadi bahagia....

Senin, 11 Juni 2007

Catatan-catatan yang Lalu

Jadi Juragan karena "Bodoh" di Sekolah

Maaf kepada pak komandan Faif karena saya mblirit nggak mengikuti acara2 waktu ke Solo. Banyak yg harus saya temui di Solo (nanti deh saya ceritakan).

Salah satu yg paling berkesan adalah ketika saya ketemu dengan teman sekelas SMA saya, Taufik namanya. Skg dia sudah jadi pengusaha yg cukup disegani. Produknya adalah kostum seragam kesebelasan.

Yang unik dari Taufik adalah dia sengaja TIDAK membikin kostum kesebelasan ngetop spt: MU, Arsenal, AC Milan dll. Dia hanya bikin kostum kesebelasan2 tingkat kelurahan.

Jangan salah! Meski hanya kesebelasan2 kelurahan, hitung saja berapa jumlah kelurahan di Solo, berapa jumlah kelurahan di Jateng, berapa jumlah kelurahan di Batam...dst. Alhasil ada ribuan kaos yg dia produksi dan semuanya PASTI terjual karena dia membuat hanya berdasarkan pesanan. Skg dia mengaku agak kewalahan melayani pesanan.

Berkat usahanya, tahun 2002 lalu dia sudah bisa menunaikan haji. Sebelumnya dia juga sudah menambah rumah (bukan menambah istri). Di mana kita pada tahun 2002? tentu saja masih didominasi otak kiri…

Waktu SMA Taufik adalah anak yg TIDAK berprestasi. Nilainya sangat pas-pasan. Bahkan waktu pengumuman kelulusan, dia sudah sangat siap untuk tidak lulus. Dia heran ternyata lulus. "Saya lulus mungkin gurunya sudah bosen melihat saya susah mencerna pelajaran. Dari pada menyusahkan lebih baik diluluskan saja hehe..." candanya mengomentari kenapa dia bisa lulus.

Karena menyadari "bodoh" dia sengaja tidak ikut ramai-ramai mendaftar di PT. Taufik
memutuskan langsung bekerja. Dia bercerita bagaimana harus jatuh bangun. Pernah beberapa kali ikut orang, bangkrut. Mencoba usaha sendiri, juga bangkrut. Pernah usahanya bagus ketika membuat kostum kesebelasan ternama tapi akhirnya harus bangkrut karena banyak dijiplak orang....

Saya sendiri terkesan dengan kekuatan mentalnya menghadapi berbagai cobaan. Dengan lancar dia menceritakan pengalamannya beberapa kali harus memulai lagi dari nol untuk bangkit kembali... Dia benar2 pengusaha "alami", belajar sendiri tanpa mengikuti berbagai seminar dan pelatihan.

Skg kalo harus menghitung yg rumit2 dia tinggal memanggil orang2 pinter (orang sekolahan katanya) yg bisa dikontrak utk menghitung. "Tinggal bayar mereka, beres," katanya. "Lho, kalo gitu siapa dong yg bodoh?" tanya saya. Dia hanya terkekeh....(14 Mei 2007)



RumahBatik: Ekspor, Siapa Takut?

Awalnya saya nggak ingin cerita, tapi setelah ingat Law of Attraction, saya jadi pingin sedikit cerita aja.

Berawal dari milad I TDA Februari kemarin. Pada acara itu tampil bicara di depan adalah putra Pak Haji (sesepuh TDA). Dalam salah satu kalimat yg diucapkan, dia berniat membuka bisnis mebel kayu di CIna.

Terus terang saya kaget. Kok keinginannya sangat pas dengan yg saya cari selama ini. Selama ini saya terus mencari peluang untuk pasar mebel/furnitur batik di manca negara. Berbagai upaya saya coba, termasuk berusaha menggandeng Chairil Maxum (internet marketer profesional) tapi hasilnya masih nihil.

Saya juga berusaha memasukkan produk furnitur batik di portal kondang luar negeri, hasilnya saya malah banyak mendapat surat dari orang2 yg mengaku punya ratusan ribu dollar yg ingin "dititipkan" ke saya. Banyak juga surat maupun telpon yg ingin mengajak kerjasama investasi...dll...dll....

Keinginan putra Pak Haji ibarat bola panas yg harus langsung ditangkap. Saya sempat ngobrol lama setelah acara milad selesai. Ternyata dia cukup tertarik dengan furnitur batik. Beberapa hari kemudian ketika saya kontak dia utk merealisasikan membuka pasar manca negara.... ternyata dia lupa dengan saya dan RumahBatik

Gleg... Saya harus menjelaskan dan mengingatkan lagi tentang pertemuan pertama kami. Alhamdulillah dia ingat lagi. Ternyata selama ini dia terlalu sibuk dengan kuliah dan bisnis di Cina shg lupa dengan soal di luar itu. Setelah itu saya tempel terus putra pak Haji. Saya mesti terus kontak dia hanya supaya dia tidak lupa dengan mebel batik. Bahkan ketika dia kembali ke Cina, saya mesti terus ngontak putra pak Haji.

Alhamdulillah, singkat cerita, tadi malam dia telpon saya dari Cina. Kami sudah bicara dan sedikit bicara teknis tentang pembuatan dan pengiriman barang ke Cina. Putra Pak Haji berniat ikut pameran mebel terbesar dunia di Guangzhou. Dia ingin furnitur batik dipamerkan di sana. Kami sudah sepakat dia yg akan membuka pasar ke Eropa dan sekitarnya....

Kami sudah menjalin aliansi strategis. The dream "nyaris" come true. Ekspor ke Cina sudah makin dekat.... mohon doanya ya...



N73 & Butik Nongkrong

Kali ini saya kok pingin cerita aja. Dan karena masih malu2 dan nggak enak rasanya, maka ceritanya saya postingkan di sini aja.

Sebelum gabung dengan komunitas TDA, saya termasuk yg heran dg diri sendiri, terutama kalau menghadiri acara yg ada door price-nya. Saya termasuk orang yg NGGAK bakat dapat door price. Apa pun acaranya saya nggak pernah dapat "hadiah pintu" itu.

Pernah dalam sebuah acara jumlah door price-nya mencapai 60-70% dari orang yg hadir. E... saya tetep NGGAK dapat door price itu. Akhirnya saya bicara pada diri sendiri, barangkali Allah memang tidak menghendaki saya mendapat rezeki "mudah" semacam itu. Akhirnya masalah door price pun hilang dari ingatan saya...

Tapi tiba2 saya dikagetkan oleh sebuah acara, yaitu talkshow dengan Pak Haji pada 22 Januari 2006. Saya kaget karena utk pertama kali dalam hidup saya itulah saya dapat door price, sebuah baju koko dari Manet yg desain dan warnanya sangat saya sukai. Kebetulan, baju dengan warna dan desain yg sama persis itu yang dipakai Pak Roni ketika difoto majalah SWA edisi 50 Enterprises kemarin... (kok bisa ya?) :-)

Saat pertama kali dapat door price itu saya sempat bicara sendiri, barangkali lewat komunitas inilah saya akan "menemukan" jalan ke arah mimpi saya...

Singkat cerita, setelah itu di berbagai acara saya hampir selalu dapat door price (saya juga heran kok bisa ya?).

Dan terakhir, saya dapat door price dari Summarecon Serpong. Nggak tanggung-tanggung, sebuah Nokia N73. Padahal door price-nya cuma satu, yg ikutan acara ada ratusan......:)))

Memang, ketika tahu door price-nya N73, saya dalam hati bilang, saya mesti yg dapetin hadiah itu. Alhamdulillah, benar! (power of mind? Maybe)

Sebelum dapat N73 ini, tidak ada member TDA yg hp-nya lebih murah dari punya saya, Motorola C115 (skg beli baru cuma 300 rb).

Masalah kios:

Sedih juga ketika memutuskan harus angkat kaki dari Mangga Dua dan pindah ke kios di pelosok yg lead-nya tidak bisa diharapkan sama sekali.

Saya sengaja memilih kios itu karena dekat dengan rumah, bangunannya bagus tapi murah bgt sewanya. Dekat toko kelontong, jadi kalo ada tamu mudah buat menjamu, tinggal ambilkan teh botol atau makanan2 lain dari kios sebelah. Nggak repot.

Saya sengaja pilih kios itu karena setting awalnya hanya utk gudang. Utk mengirim barang kalau ada pesanan dari luar kota. Makanya tidak memerlukan desain toko, tapi cukup dg desain gudang saja.

Sebelumnya kios itu sebenarnya sudah ada yg menyewa. Tapi saya dan istri kok hanya mantep dengan kios itu. Pernah survei ke beberapa kios yg lebih strategis dan lebih besar tapi hati ini tetep nggak sreg (dananya juga nggak sreg, hehe).

Karena hanya mantep pada kios itu, saya datangi yg punya dan berlagak nggak tahu kalo sudah ada yg nyewa, saya bilang kpd pemiliknya kalau saya mau nyewa kios itu. Si pemilik bilang kalau kios sudah dipakai adiknya...

Apa boleh buat... kami hanya bergumam, gimana ya caranya dapetin kios itu.....

Tanpa disangka sama sekali, beberapa hari kemudian sang pemilik mendatangi saya, "Pak, jadi nggak nyewa kiosnya?" Antara kaget dan nggak percaya saya langsung bilang "YA". "Lho, katanya sudah dipakai?", tanya saya. Dia menjawab kalau adiknya memutuskan pindah karena usahanya kurang menggembirakan.....

Pucuk dicita ulam tiba...

Ternyata setting gudang mendatangkan keberkahan (amin). Dengan lead yg sangat kecil, istri saya ternyata mampu meng-conversion rate-kan lead ini. Dengan jam buka hanya 9.30-12.00 dan 16.30-Manghrib, rata2 kios yg penampilannya bukan tandingan Mangga Dua ini omset hariannya bisa 5x (atau lebih besar) dari Mangga Dua (saya sendiri juga heran??).

Bisa dikatakan, calon konsumen yg bersedia masuk kios, seperti lalat yg masuk sarang laba2 :-). Pasti beli!

Utk pertama kalinya kios saya cash-flownya positif (setelah setahun penuh negatif terus di Mgg Dua). Tapi saya tidak menyesal gabung di M2. Buka di M2 telah mengasah mental kami bgmn harus menyikapi sebuah usaha, bagaimana kita harus selalu mencari solusi2 sebelum menemukan solusi pas yg kita inginkan.

Sekarang yg ada di pikiran saya adalah bgmn caranya memperbesar lead. Pelajaran dari Action Int'l sangat membantu utk memperbesar lead ini.

Satu lagi, saya masih mencari-cari celah utk pasar ekspor utk produk kerajinan dan seni furnitur batik. Mohon doanya......(14 Mar 2007)



Pak Abduh, According to Me
(tulisan Pak Roni, sang Jenderal Provokator TDA)

Membaca cerita bisnis Pak Abduh yang diliput oleh RCTI, saya tertarik Untuk mengomentari. Bukan untuk bisnisnya, tapi ke personnya, Pak Abduh. Pak Abduh ini adalah salah seorang Action Member TDA yang menurut saya adalah seorang pejuang tangguh. Kenapa? Tentu saya ada alasannya.

Pak Abduh yang juga adalah salah seorang founder TDA, saya kenal Pertama kali saat Talkshow pertama dengan Haji Ali. Waktu itu memang cukup heboh. Pesertanya cukup banyak sedangkan kapasitas ruangan terbatas. Pak Abduh adalah peserta last minute. Dalam emailnya, Pak Abduh meminta saya memasukkannya sebagai peserta meskipun tidak dapat tempat duduk. "Duduk di lantai pun saya mau pak", katanya.

Setelah mengikuti Talkshow, tawaran Pak Haji pun diambilnya. Akhirnya Pak Abduh bergabung dengan 11 alumni talkshow untuk membuka kios garment di ITC Mangga Dua. Ini adalah cikal bakalnya TDA.

Keadaan di ITC Mangga Dua cukup sulit. Beberapa usaha telah diupayakan,Tapi belum menggembirakan. Kios Pak Abduh sering tercecer dalam mengejar omset dibandingkan yang lainnya. Tapi, saya tidak pernah mendengar keluhan darinya. Pak Abduh selalu bersemangat dan memandang positif hal tersebut. Berbagai upaya dicobanya, termasuk dengan menambahkan kata-kata "tidak susut, tidak luntur" untuk meyakinkan calon pembeli batiknya. Sampai-sampai istilah ini menjadi anekdot di antara kami. "Pak, istilah tidak susut tidak lunturnya dipatenkan aja!" Atau, "Istilah tidak susut tidak lunturnya dibuat nama domain aja!" Begitulah. Tapi Pak Abduh selalu menjawabnya dengan senyum optimis. Oya, disamping menjual batik, Pak Abduh pun telah merintis bisnis Penjualan kaligrafi yang khusus dijualnya di pameran dan bazaar. Salah satu yang rutin diikutinya adalah bazaar di saat pelatihan ESQ-nya Ary Ginanjar. Penjualan kaligrafi ini menghasilkan cashflow yang cukup stabil bagi Pak Abduh.

Tanpa banyak cerita dan nyaris tak terdengar, Pak Abduh tiba-tiba mendeklarasikan status barunya sebagai full TDA. Ini cukup mengagetkan kami, mengingat Pak Abduh terkesan sebagai TDB yang cukup komitmen dalam pekerjaannya. Ya, Pak Abduh yang kalem itu juga adalah seorang yang tegas dalam mengambil keputusan.

Untuk menaikkan omsetnya, Pak Abduh melakukan berbagai cara. Mulai dari memasang iklan, melakukan aliansi strategis, ikut pameran dan sebagainya. Kadang-kadang saya sendiri kaget mendengarnya. Lho, kok tiba-tiba Pak Abduh sudah sampai di GKBI?

Dalam setiap pertemuan, saya tidak pernah mendengar sekali pun keluh kesah dari Pak Abduh. Padahal, kebanyakan kami adalah sebaliknya. Dan ternyata itu salah ya. Apa lagi setelah menonton film The Secret. Keluh kesah itu ternyata AMAT SANGAT BERBAHAYA bagi kemajuan kita.

Pak Abduh, saya pribadi menyampaikan bahwa anda adalah salah satu Inspirator saya. Saya banyak belajar dari semangat dan antusiasme Pak Abduh. Selamat dan sukses untuk Pak Abduh.

Salam FUUUNtastic!
Wassalam,
Roni (26 Jan 2007)



RumahBatik: RCTI, TransTV, O'Channel

Tadinya saya nggak ingin cerita tapi setelah dipikir sebaiknya diceritakan biar menambah motivasi saya dan bisa menambah akselerasi usaha.

Kira2 2 bulan lalu tiba2 saya ditelp RCTI. Mereka bilang sangat tertarik dengan meja catur batik dan berminat utk meliput proses pembuatannya dari awal sampai jadi. Saya kaget juga dari mana mereka tahu meja catur batik? Mereka bilang memang hunting barang2 unik utk ditayangkan di salah satu acara mereka. Bagi RCTI, katanya, meja catur batik adalah unik dan layak untuk diliput karena produk tsb unik dan satu2nya di Indonesia

Antara bangga dan nggak percaya, niat mereka tentu saja membuat saya senang. Bayangkan, diliput RCTI. Ternyata tidak mudah mencari waktu yg pas. Workshop kami ada di Solo. Dan wartawan RCTI tidak bisa hanya ke Solo saja lalu pulang. Liputan ke Solo harus dibarengi dengan liputan2 sejenis ke daerah sekitarnya spy efisien. Setelah tertunda dan tertunda beberapa kali akhirnya meja catur bisa diliput proses pembuatannya Desembar lalu. Memang, belum tahu mau ditayangkan kapan krn mereka harus membikin stok liputan brg2 unik, tapi mrk bilang pasti ditayangkan...

Ternyata dalam waktu yg hampir sama, saya juga ditelp oleh Good Morning-nya TransTV. Mereka bilang tertarik dengan meja catur batik dan pingin meliput. Tapi karena harus ke Solo mereka harus mengatur waktu yg pas spy liputan ke Solo dibarengi dg liputan2 di daerah sekitarnya, mirip spt RCTI.

Yang nggak nyangka, kok O'Channel juga nelpon dan bilang pingin meliput meja catur batik.... Tapi O'Channel punya kendala yg belum bisa diatasi. Mrk dg menyesal gak jadi meliput karena lokasi workshop di Solo, padahal liputan itu utk rubrik Profesi-Jakarta. Jadi pingin menayangkan tapi belum da rubriknya...(24 Jan 2007)