Senin, 25 Februari 2013

Tari Bedhaya Ketawang




Tari Bedhaya Ketawang merupakan tari sakral Surakarta yang menceritakan percintaan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Bedhaya Ketawang bisa dikatakan tari erotis. Gerakan-gerakannya mengandung birahi. Namun dikemas dengan halus, lembut, dan mengalir sesuai iringan gendhing Ketawang yang akan mampu membius penontonnya serta membawanya ke suasana yang berbeda sesuai imaji masing-masing.

Tari Bedhaya Ketawang hanya boleh dipentaskan setahun sekali, yaitu pada saat Jumenengan Ndalem (penobatan raja). Latihannya pun hanya pada hari tertentu, yaitu hari Selasa Kliwon. Setiap latihan, harus ada penari cadangan. Karena bila saat hari H, ada penari yang datang bulan, penari cadangan tersebut bisa menggantikannya.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan simbol kesuburan. Hal itu terlihat pada kostum dodot kampuh ageng warna hijau dengan motif alas-alasan.


Dalam melaksanakan tugasnya para penari Bedhoyo Ketawang yang berjumlah sembilan orang penari putri ini harus dalam keadaan bersih secara spritual (tidak dalam keadaan haid). Selain itu beberapa hari sebelumnya para penari diwajibkan untk berpuasa. 

Komposisi penari Bedboyo Ketawang terdiri dari, Endhel, Pembatak, Apit Najeng, Apit Wingking, Gulu, Enhel Weton, Apit Meneng, Dadha dan Buncit. Dari ke sembilan penari tersebut, Pembatak dan Endhel sangat memegang peranan panting. Pada salah satu adegan, kedua penari ini melakukan adegan percintaan. 

Ditelaah dari syair yang dilantunkan oleh Sindhen dan Waranggana, tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan percintaan antara raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kencanasari. Hanya saja semuanya diwujudkan secara abstrak dan sangat simbolis. 

Karena pertunjukan tari Bedhaya Ketawang bertujuan mereaktualisasikan hubungan cinta secara spiritual antara Raja Mataram dengan Ratu Kencanasari maka kebanyakan sesaji yang ditempatkan di beberapa nampan berupa busana serta alat-alat kecantikan.

sumber: @fp_kotasolo, keratonsurakarta
foto     : kompasiana

Selasa, 05 Februari 2013

Memperkaya Batik Sejarah Demakan

Selama tiga tahun terakhir, batik Demak telah turut menyebarkan budaya dan sejarah daerah di pesisir utara Jawa Tengah, yakni Kabupaten Demak, ke khazanah batik nasional. Motif batik ini tidak hanya bicara soal sejarah dan kekayaan alam, tetapi juga memadukan motif klasik dengan motif batik kontemporer.

Motif Karangmlati
Belajar dari usaha dagang batik yang dirintis ibunya, perajin batik Sri Setyani (52) yang ditemui di Kelurahan Mangunjiwan, Demak Kota, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, pertengahan Januari 2013, berharap memindahkan kekayaan alam dan sejarah Demak atau dikenal motif Demakan ke dalam karya setiap kain batiknya. Dengan demikian, tidak hanya penggemar batik, tetapi juga orang lain semakin tahu soal Demak.

Sri Setyani mengatakan, sudah puluhan tahun dia membantu ibunya berjualan batik. Batik itu diambil dari Pekalongan dan Solo. Motif batik yang ada jarang sekali yang bermotif kekayaan alam. Kalau toh ada, batik dengan motif itu terbatas. Padahal, banyak pembeli menginginkan ada batik khas daerah tertentu.

Belajar dari itu, Sri Setyani berpikir, pola batik klasik seperti Sidomukti atau Parangbarong sesungguhnya dapat lebih diperkaya dengan motif buah-buahan atau lambang dominan pertanian maupun kekayaan laut.

Kerajinan batiknya tumbuh tahun 2009 seiring dengan gairah daerah mendorong kerajinan batik lokal. Motif-motif batik Sri Setyani sederhana, tidak jauh dari kekayaan alam di sekitarnya. Perpaduan motif jambu, belimbing, serta motif hiasan Masjid Agung yang ditorehkan di selembar kain katun ternyata banyak peminatnya.

”Batik hasil kerajinan, saya beri label Tyo Collection. Nama Tyo itu dari nama belakang kedua anak saya, yakni Listyo. Tujuan memberi nama sama supaya usaha batik ini bisa tumbuh juga berhasil seperti harapan pada anak-anak saya,” ujar Sri Setyani.

Motif Sekar Jagad Demak Bintoro
Motif Sekar Jagad Demak Bintoro, yaitu motif yang memadukan pola jambu, belimbing berpadu garis pantai telah menjadi seragam khas para pegawai di Pemerintah Kabupaten Demak. November 2012, pemda juga telah memesan 53 potong kain motif sama untuk keperluan kegiatan di pendopo Demak.

Keuletan Sri Setyani membuat batik-batik motif Demakan, ternyata dapat perhatian Pemkab Demak. Produk batiknya bisa mengikuti pameran-pameran busana, batik, serta pemeran batik dan kerajinan di sejumlah daerah di Jawa Tengah, Jakarta, juga DI Yogyakarta. Setiap pameran, Sri Setyani tidak hanya memopulerkan batik motif Demakan, tetapi juga memperluas pasar.

Prospek kerajinan batik, menurut Sri Setyani, sangat bagus. Perajin batik saat ini baru ada delapan di Demak. Pemasaran batiknya sudah merambah Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Namun, diakuinya, pihaknya sudah kewalahan melayani permintaan pasar lokal saja.

Pasar lokal terbangun dari promosi batik motif Demakan melalui pameran, bazar tiap minggu di alun-alun, juga promosi lewat baju batik yang dipakai para pegawai negeri di Pemkab Demak. Itu semua disambut antusias masyarakat. Hasilnya, sejumlah sekolah juga menjadikan baju batik bagian seragam guru dan siswa sehari dalam sepekan.

Motif Ulam Segaran
 ”Kain baju batik dari kain katun sebenarnya kalau dipakai harian tidak tahan lama. Kain atau baju batik termasuk busana khusus dan dipakai keperluan pesta, resepsi, ataupun acara resmi pertemuan kantor. Jadi kalau dipakai harian, memperpendek masa pakai,” kata Sri Setyani.

Mendapatkan bahan katun dalam waktu singkat, ketika pesanan meningkat, menjadi kendala perajin batik di daerah. Sri Setyani mengakui, ia selalu menyediakan stok bahan kain katun sekitar 500-700 meter untuk keperluan tiga bulan. Meski di Demak ada pabrik tekstil, pemasarannya di Solo dan Pekalongan. Selaku perajin, dia tidak bisa membeli langsung ke pabrik.

Kini usaha kerajinan batiknya dibantu 12 tenaga pembatik, dua orang di antaranya laki-laki. Juga ada peracik desain pola batik. Pembatiknya berasal dari kaum perempuan di Mangunjiwan, Dempet, Bonang, serta Kauman yang merupakan sentra pertanian.

Batik tulis mendominasi pembuatan batik ini ketimbang batik cap. Sehari dia bisa menghasilkan 2-4 potong kain. Sengaja kain batik dibuat terbatas menyesuaikan pembelian eceran. Di samping itu, persediaan bahan juga mengantisipasi banyaknya jumlah pesanan kain batik.

Menciptakan pembatik

Memulai usaha batik di daerah yang pembatiknya langka tentu tidak mudah. Tidak hanya itu, Sri Setyani sendiri juga harus belajar membatik di Pekalongan. Meski dia berpengalaman dalam soal batik, mengingat cukup lama dididik dalam perdagangan batik, ternyata dia harus paham dan belajar soal pewarnaan, proses celup, proses pembatikan, dan cara membuat pola batik dengan baik.

Tak heran sejak dirintis tahun 2009, usaha batik makin eksis. Motif batik diambil dari ornamen artefak Masjid Agung Demak peninggalan Adipati Notoprojo itu. Misalnya, batik Pintu Bledeg, polanya berasal dari pengembangan pintu Bledeg peninggalan Ki Ageng Sela. Pola batik Pintu Bledeg ini menginterpretasi motif lawang yang ada gambar kepala naga.

Motif Semangka Tegalan
 Ada pula pola Masjid Agung, yang dipadu dengan motif bunga krisan. Motif masjid itu dibuat dalam pola besar. Sri Setyani ingin menonjolkan bentuk masjid yang dipadu kekayaan alam Demak.

Begitu juga pola belimbing atau jambu. Sri Setyani tinggal bercerita soal filosofi belimbing atau jambu ke perancang polanya. Kemudian 1-2 hari desain pola batik termaksud dapat diaplikasikan di selembar kain. Tak jarang, pola baru tidak mudah diaplikasikan di kain. Perlu kombinasi antara pola unggulan dan latar belakangnya supaya motif yang dimaksud tidak kabur dengan motif latarnya.

Di rumahnya yang juga galeri kain batik, baju, busana, dan kaus batik hasil produksinya, dipajang macam-macam kain batik untuk busana indah. Harga kain batik bervariasi, bergantung pada bahan katun atau kain sutra di label harga mulai dari Rp 150.000 sampai Rp 500.000 per kain. Untuk baju batik, mulai harga Rp 100.000 per potong.

Menurut istri Listyo Marsono ini, Tyo Collection juga menyediakan seperangkat kain batik untuk busana pasangan pengantin. Ada batik Kamajaya-Kamaratih yang mempercantik penampilan pengantin putri. Tersedia kain ukuran 12 meter, harganya mulai Rp 450.000 per kain. Diyakini, pengantin mengenakan busana batik ini dapat hidup rukun sepanjang hayat.

Meski sudah memiliki 12 karyawan andal dalam pembatikan, Sri Setyani masih berusaha untuk mencetak pembatik baru. Tak heran, setiap kali ada pesanan busana batik dalam jumlah besar, maka menjadi kesempatan baginya untuk melatih kaum perempuan desa yang berniat menjadi pembatik.

Motif Kladi Tikus
”Syarat jadi pembatik itu harus telaten, teliti, dan mencintai seni. Kalau sudah punya talenta itu, maka hasilnya akan baik. Saya senang banyak pembatik yang dibina karena suatu saat mereka pasti bisa membuat kain batik sendiri,” kata Sri Setyani. Dengan membagi ilmu membatik ini, dia tidak hanya menciptakan pembatik andal, tetapi juga menyebarkan usaha batik supaya sejarah Demak dalam perbatikan makin dikenal


sumber: kompas
foto-foto: batik khas Demak