Senin, 02 Januari 2017

"Bolpen, Mas"



“Dua ribu, mas,” seorang laki-laki 60-an tahun tiba-tiba berdiri di depan saya menyodorkan bolpen sambil tersenyum. Dan tiba-tiba tawa saya pun pecah melihat ulah bapak ini.

“Hebat, pak. Bapak kok tahu yang saya butuhkan?”

Abis sampeyan tolah toleh,” jawab Bapak itu sambil tertawa.

Saat itu saya memang harus mengisi formulir. Dan "untungnya" saya tidak membawa bolpen.

Dan tanpa proses tawar menawar bolpen itu berpindah ke tangan saya bersamaan dengan berpindahnya satu lembar dua ribu-an ke tangannya. Simpel dan cepat.

Bapak itu pun kembali ke aktivitasnya, mencari orang yang tolah toleh. Sebuah proses bisnis yang simpel, sederhana, cepat, profitable berlangsung dengan baik dan rutin. 

Peristiwa di atas terjadi di kantor Samsat Solo. Tiap hari ratusan orang dari pagi sampai siang-sore mengurus dokumen kendaraan bermotor. Mari kita coba mengira-ngira berapa omset bapak yang menjual bolpen itu. 

Kalau dihitung dengan google maps, luas halaman Kantor Samsat Solo sekitar 1100 m2. Dari luas itu ada daerah yang padat orang dan ada daerah yang kosong. Kita anggap saja kepadatan rata-rata adalah 1 orang menempati 5 m2. Maka di halaman Samsat itu ada sekitar 220 orang.

Begitu juga dengan ruangan tempat pembayaran. Luas yang dipakai untuk pelayanan publik sekitar 500-an meter persegi. Di sini kepadatan orang lebih banyak dibanding di halaman. Kita angap saja 1 orang menempati 3 m2, maka di dalam ruangan itu ada sekitar 170-an orang.

Jadi dalam satu waktu ada sekitar 400-an orang.

Kalau satu orang membutuhkan waktu total sekitar  90 menit di kantor itu, maka kalau dihitung dari jam 8.00 sampai jam 16.00 (8 jam), maka total masyarakat yang datang ke kantor itu tiap hari sekitar (480/90)*400 orang = 2000-an orang.

Bisa dikatakan semua yang datang ke kantor Samsat mengisi formulir. Artinya semua membutuhkan bolpen untuk mengisi formulir itu. Kalau kita anggap dari semua yang mengisi formulir hanya 5% saja yang membeli bolpen, maka ada 100 orang atau ada 100 transaksi beli bolpen.

Kalau harga bolpen @ Rp 2000, maka ada omset Rp 200.000/hari. Dari omset itu berapa kira-kira profitnya? Kalau melihat jenis bolpen yang dijual saya yakin profitnya 50%, alias Rp 100.000/hari. Ini kalau yang membeli ada 100 orang, bagaimana kalau lebih? Ya tentu saja profitnya lebih besar.

Itu hanya dari bolpen. Padahal yang mengurus STNK juga selalu membutuhkan plastik pembungkus STNK. Plastik pembungkus STNK juga dijual Rp 2000, padahal untuk plastik ini kulakannya hanya 500-an rupiah saja (atau malah kurang). :)

Mampu menemukan kebutuhan masyarakat, dan kemudian menyediakan apa yang sangat dibutuhkan masyarakat, adalah proses bisnis yang bisa sederhana... sangat sederhana. Yang tidak sederhana barangkali adalah “menemukan” itu... melihat ”peluang” itu.


2 komentar: