Kamis, 08 Mei 2008

Emosi, Bro!


Kemarin sahabat saya, seorang bankir, menulis ulasan mengenai kondisi ekonomi Indonesia. Tulisannya merupakan tanggapan dari tulisan sebelumnya di milis alumni yang saya ikuti. Di sini saya salinkan tulisan dia saja.

----------------

Kenaikan harga BBM dalam negeri yang pada akhirnya akan menyebabkan tingkat inflasi meningkat akan menyebabkan risiko bisnis meningkat, juga tingkat suku bunga perbankan mungkin tidak dapat dipertahankan di angka 8%pa. Jika mengukur kinerja BI berdasarkan inflasi (ITF - Inflation Targeting Framework) maka tampaknya agak sulit bagi BI untuk bisa dikatakan perform.Naiknya tingkat inflasi yang bukan disebabkan peningkatan permintaan berdampak lebih buruk karena sektor riel tidak ikut berputar. Risiko kredit bermasalah akan semakin tinggi. Saat ini banyak bank yang menyimpan dananya dalam bentuk SBI dibandingkan memberi kredit untuk menghindari risiko kredit bermasalah yang disebabkan semakin tingginya risiko pada dunia usaha.

Sebagai gambaran perposisi Januari 2008 jumlah pemberian kredit oleh Bank Umum sebesar Rp. 987 Triliun, Bank Persero Rp. 342 Triliun, Total Rp. 1.329 Triliun. Kita bandingkan dengan dana perbankan yang "idle" (artinya tidak "langsung" disalurkan ke dunia usaha) untuk Bank Umum dalam bentuk interbank (dalam berbagai bentuk) Rp. 151 T, penempatan di BI (dalam berbagai bentuk) Rp. 378 T, Bank Persero dalam bentuk interbank Rp. 46 T, penempatan di BI Rp. 123 T, Total Rp. 169 T. Jika kita hilangkan unsur interbank untuk menghindari double counting maka total penempatan perbankan Indonesia di BI (dalam berbagai bentuk adalah Rp. 501 T. Atau 38% dari total kredit.

Angka yang lebih "mencengangkan" ada di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Total kredit yang disalurkan BPD perposisi Januari 2008 adalah Rp. 71,5 T, sedangkan dana yang ditempatkan di BI (dalam berbagai bentuk) sebesar Rp. 52 T. Atau 73%(!!). Saya tidak membandingkan dengan dana masyarakat yang dihimpun karena kita berbicara mengenai perputaran roda industri (dunia usaha). Wajar saja kalau pemerintah agak "marah" melihat angka ini. Karena mungkin sebagian (besar?) dana BPD adalah dana APBD yang mungkin saja sebagian berasal dari pemerintah pusat. sehingga pemerintah menanggung biaya berganda.

Jika perbankan diminta untuk lebih agresif menyalurkan kredit, maka siapa yang akan menanggung risikonya? Perbankan, jika pemerintah tidak memberi ruang bagi minimasi risiko kredit. Sehingga wajar jika sebagian besar bank menyalurkan kredit ke sektor non produktif, karena jaminan rielnya (fixed asset atau kendaraan) mengcover. Padahal yang dibutuhkan oleh republik tercinta ini adalah kredit untuk sektor usaha, sehingga berdampak positif bagi perbaikan taraf hidup.

Akhirnya semua berputar pada satu lingkaran. Yang dibutuhkan adalah memutus lingkaran tersebut dan mulai berjalan dari satu titik. Tapi titik yang mana? Sawasta akan meminta agar pemerintah yang bertindak lebih dulu, pemerintah akan meminta swasta yang bertindak lebih dulu (dengan bebagai alasan).

Itu urun rembug saya, mudah-mudahan datanya benar :)

AA"

---------------------

Anda bingung nggak dengan deretan angka-angka pesimistik tersebut? Yang pasti kalau kita membaca analisa berdasar angka-angka, prospek usaha kita memang menjadi sangat suram. Tetapi, apakah memang benar-benar suram? Semuanya tergantung sikap kita.

Adam Khoo memberi resep bagaimana agar kita selalu mampu mengatasi masalah dan terus berkembang. Dia memberi rumus :

Emotion+Strategy+Action ----> Result

Yang jadi lokomotif adalah Emosi kita. Emosi lebih penting dari pada realitas. Sebagai gambaran, tidak ada manusia di dunia ini yang berpendapat bahwa merokok adalah menyehatkan badan. Semua orang tahu merokok itu berbahaya, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan.

Pertanyaannya, mengapa jumlah perokok terus meningkat? Mengapa banyak dokter juga tetap merokok? Karena emosi mereka mengatakan bahwa merokok itu nikmat. Emosi lebih penting dari realitas.

Karena emosi itu lebih penting maka kita harus selalu membangun emosi positif, emosi bergairah, emosi sukses. Salah satu cara sederhana membangun emosi positif adalah tatapan mata yang tajam, Sikap tubuh yang tegak, Wajah selalu cerah & penuh keyakinan, Suara yang mantap.

Hanya dengan emosi positif maka otak kita akan bekerja dengan optimal, terbuka, dan cerdik. Dengan otak yang terbuka maka kita dapat merancaang strategi yang benar dan action yang tepat.

Jadi yang terpenting adalah jagalah emosi kita, emosi sukses !!!

1 komentar:

  1. Semoga kiprah Bank Syariah di Indonesia semakin baik dan tidak kalah sama bank konvensional ya. Sekarang total asetnya bank syariah masih kalau jauh, masih kurang dari 5 persen dari bank konvensional. Padahal Indonesia itu penduduknya muslim terbesar ya :) BI sendiri sudah mempermudah pendirian bank syariah, termasuk dengan kebijakan spin-off dari UUS menjadi bank syariah

    BalasHapus