Selasa, 06 Januari 2009

Raja Hek

Kalau Anda kebetulan sedang berada di Solo atau Yogya, cobalah jalan-jalan pada malam hari. Anda akan menjumpai cukup banyak warung-warung seperti foto di atas. Desain maupun lay-outnya tidak jauh beda antara yang satu dengan yang lain. Begitu pula dengan jenis makanan dan minumannya, juga tidak jauh berbeda.

Warga Solo maupun masyarakat Yogya biasa menamakan warung-warung ini dengan sebutan 'Hek'. Hek biasanya mulai buka sekitar jam 19 dan tutup kira-kira jam 2 dini hari. Hek adalah tempat yang sangat mengasyikkan sebagai sarana berkumpul dan ngobrol, membicarakan dinamika masyarakat dan kejadian sehari-hari.

Karena sebagai sarana ngobrol biasanya yang datang ke Hek akan menghabiskan waktu yang cukup lama berada di situ. Yang nongkrong tepat di kedainya memang hanya satu-dua orang, tapi yang lesehan di sekitarnya bisa puluhan orang. Saya sendiri ketika mengambil gambar foto di atas kira-kira jam 23.30. Dan di sekitar saya ada beberapa sahabat yang sedang asik menikmati hidangan Hek. Bahkan TDA Solo Raya beberapa kali menjamu tamunya wong TDA dari Jakarta di Hek juga. Bersahaja, nikmat, nyaman, dan berkesan, itulah Hek.

Hek bisa juga merupakan sarana 'katup pengaman' bagi orang-orang yang ingin mengemukakan uneg-unegnya. Di Hek kita bebas bicara apa saja dan (yang terpenting) ada yang mendengarkan. Ada pendengarnya, itulah yang penting. Kalau tidak ada pendengarnya namanya ngomyang alias ndleming (istilah bahasa Jawa yang berarti bicara sendiri alias g*l*). Tapi jangan dibayangkan orang-orang yang ada di sana bicara bak orator. Mereka mengemukakan uneg-unegnya dengan cara yang amat sederhana sambil ngguya-ngguyu (tertawa, santai, tanpa beban).

Hek bisa juga disebut warung palugada (apa yang lu cari gua ada). Kita cari minuman apa saja ada. Tapi tentu saja minuman khas daerah di sana. Teh panas, kopi, susu, kopi susu, jahe, jahe bakar, jahe gepuk, JTJ (Jahe Teh Jeruk), jeruk nipis, jeruk keprok (kalau doyan), dan sebagainya. Begitu pula makanannya. Ada nasi kucing (nasi sedikit, lauk sedikit, sayur sedikit) yang dibungkus daun pisang, nasi goreng, sego gurih (mirip nasi uduk tapi yang ini jauh lebih enak), dan lain-lain. Tidak ketinggalan gorengannya. Gorengan apapun ada: pisang goreng, tahu goreng, tempe goreng, bakwan, risol, dsb saya tidak ingat lainnya. Aneka kerupuk juga tersedia.

Yang tidak kalah penting Hek juga bisa menjadi sarana lobi, pertemuan bisnis, konsolidasi parpol, plus ngrasani orang lain. Tapi yang membuat saya kagum dan heran adalah ternyata Hek ini mampu memberdayakan ratusan bahkan ribuan ibu-ibu rumah tangga untuk mandiri dan membantu perekonomian keluarga. Kok bisa?

Di Yogya ada seseorang yang dijuluki Raja Hek. Dia mendapat julukan itu karena mempunyai puluhan kedai Hek di seantero Yogya. Kalau dilihat perawakannya sama sekali tidak tampak bahwa dia adalah pengusaha jempolan yang patut dijadikan contoh. Postur fisiknya mirip dengan J*k* ... (dukun yang sering iklan 'reg spasi' di televisi). Tapi dengan Hek dia bisa memberdayakan ratusan ibu-ibu sehingga mereka mandiri secara finansial. Caranya adalah dia minta ibu-ibu untuk membuat makanan yang dijual di kedai Hek.

Jenis makanan dan minuman untuk satu kedai ada puluhan item dengan sekian ratus pieces. Semuanya dipasok oleh ibu-ibu rumah tangga dan warga masyarakat yang sudah dikoordinir. Untuk tiap piece item makanan sang raja mengambil margin yang amat tipis. Ada satu item yang marginnya cuma Rp 10 (sepuluh) atau Rp 15 per piece-nya. Keuntungan satu kedai (setelah dipotong bagi hasil dengan operatornya dan biaya lain) mungkin kurang menggiurkan bagi wong Jakarta. Tapi dengan adanya faktor kali maka net profitnya tidak kalah dengan gaji pimpinan BUMN plus bonus-bonusnya.

Tapi yang membuat pengusaha ini istimewa adalah kemampuannya untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Ada sekian ratus orang yang menjadi 'gerbongnya'. Kalau satu orang memberi nafkah atau membantu menafkahi 3 orang misalnya, maka ada ribuan orang yang hidupnya bisa terangkat karena Hek. Luar biasa. Sangat mulia. Inilah sukses mulia sebenar-benarnya.

Tapi yang 'lucu' dari sang raja ini adalah kesehariannya. Ternyata sehari-hari dia sangat dikenal sebagai pengusaha batik premium. Dikatakan batik premium karena semua koleksinya adalah batik tulis. Batik adiluhung. Batik dengan nilai seni tertinggi. Sering ibu-ibu pejabat menyambangi padepokannya dan memborong koleksinya. Sering pula londo-londo belajar mbatik di sana. Ketika beberapa tahun lalu saya ke pabriknya, saya melihat seorang londo Jepang, tepatnya seorang pangeran dari Negeri Sakura yang sudah 6 bulan belajar membatik di sana. Memang luar biasa pengusaha ini...

2 komentar:

  1. Kalau gak salah RAJA HEK di Jogja adalah Pak Bambang Batik Nakula Sadewa ya pak ?

    BalasHapus
  2. BATIK indonesia mantap....
    pak boleh minta bantuannya? Saya lagi ikut lomba Speedy Blogging Competition 2008, dimana criteria penilaiannya blog adalah harus banyak pengunjung, posting dan komentar. Boleh saya minta komentar dari teman untuk artikel di blog saya? Please….. Kalau Boleh Kunjungi blog saya, hari ini saya posting 3 artikel tolong komentarnya, komentarnya harus berkaitan dengan artikel yang di pilih teman. Ini alamatnya : http://regedit.blog.telkomspeedy.com/ terima kasih banyak.

    BalasHapus