Senin, 23 November 2009

Batik Cicak


Ada sebuah cerita menarik mengenai kreativitas. Sebuah kreativitas bisa muncul dari beragam kondisi. Apapun kondisinya bagi sebagian orang merupakan sebuah peluang yang sayang untuk dilewatkan.

Di bawah ini adalah liputan yang berasal dari Koran Wawasan :
-------------

LEMPONGSARI - Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak) Jawa Tengah, Jumat (20/11) melaunching Batik Cicak, bertemakan ’’Bumikan Batik Cicak, gerakan People Power’’.

Presidium Cicak Jateng, Eko Haryanto menjelaskan, batik cicak diproduksi atas ide pengukuhan batik Indonesia oleh Unesco, sebagai warisan budaya dunia.

Dia menandaskan, jika dalam lembaga pemerintahan, korupsi telah menjadi budaya negatif, dan harus dilawan dengan budaya antikorupsi yang positif.

’’Kami membuat batik ini agar gerakan cicak mengalir dalam masyarakat, dan orang bangga mengenakan baju perjuangan batik cicak berani lawan korupsi,’’ tegas Eko.

Launching yang digelar di Kantor KP2KKN Jateng itu dihadiri sejumlah aktivis LSM dan wartawan. Desain batik itu sendiri dibuat perajin batik printing asal Pekalongan yang sekaligus aktivis LSM Pattiro, Aminuddin.

Laiknya batik pada umumnya, batik cicak juga mengadopsi motif-motif seperti yang sudah ada di pasaran. Hanya bedanya, jika dilihat dengan kaca pembesar motif batik tersebut akan terlihat gambar cicak dan buaya.

Selain itu, agar identitas perjuangan melawan korupsi lebih terasa, di saku depan batik tersebut terpampang gambar cicak ukuran besar yang dilingkari tulisan ”Saya Cicak Lawan Korupsi”. Agar lebih menarik batik cicak tersebut juga diberi motif daun Kanabis dan bunga teratai serta dihiasi dengan gradasi sesuai warna dasar batik. Ada empat macam warna yang ditawarkan yakni dominan warna biru, coklat, hijau dan ungu.

Awal
Menurut Eko produksi awal batik cicak ini dibuat sebanyak 500 potong. Rencananya, batik tersebut selain akan disebar ke seluruh jaringan cicak yang ada di Jakarta, Solo, Yogyakarta, Padang dan kota-kota lainnya.

Batik tersebut juga akan dibagikan ke lembaga-lembaga yang concern dengan gerakan anti korupsi seperti ICW, YLBHI, dan Transparancy International Indonesia (TII). Batik Cicak tersebut juga akan diberikan kepada Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, Kapolda Irjen Alex Bambang Riatmodjo, Kajati Jateng, Salman Maryadi dan perwakilan Muspida Provinsi Jateng lainnya. Eko berharap pemberian batik tersebut dapat lebih memacu jajaran Muspida Jateng dalam aksi pemberantasan korupsi.

Eko menambahkan, dalam waktu dekat batik cicak akan diproduksi secara massal. Ini seiring dengan tingginya minat dari sejumlah elemen masyarakat yang ingin memiliki batik cicak tersebut. Eko menilai produksi massal tersebut akan mengangkat roda perekonomian para pengrajin batik.

Meski berbau bisnis, namun Eko menegaskan kalau langkah ini murni proyek sosial. Adapun keuntungan dari penjualan batik tersebut akan digunakan untuk mendanai gerakan pemberantasan korupsi. rth—Ks

Kamis, 12 November 2009

Maleo

Pernah dengar nama Maleo? Maleo adalah sebuah nama yang diusulkan mantan Presiden BJ Habibie untuk produk mobil nasional yang betul-betul buatan dalam negeri, bukan mobil impor yang diberi kesan seolah-olah mobil nasional.

Pak Habibie memberi nama Maleo bukan tanpa alasan. Maleo adalah sejenis burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55 cm. Populasi hewan ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daerah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai.

Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam.

Yang membuat burung ini istimewa adalah telur-telur tersebut tidak dierami oleh induknya hingga menetas. Setelah Maleo betina bertelur dia meletakkan telurnya di dalam lubang. Secara bergantian atau bersamaan kedua induk Maleo (jantan dan betina) menimbun telur tersebut dan kemudian membuat timbunan tipuan (untuk mengelabui pemangsa).

Pengeraman telur dibantu oleh panas bumi atau oleh panas sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan untuk menetas pun cukup lama berkisar antara 62-85 hari. Karena tidak dierami, anak Maleo yang telah berhasil menetas harus berjuang sendiri keluar dari dalam tanah sedalam kurang lebih 50 cm (bahkan ada yang mencapai 1 m).

Anak Maleo yang baru menetas harus keluar sendiri ke permukaan tanah tanpa bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada jenis tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak Maleo dijumpai mati “ditengah jalan”. Tanah yang terlalu padat, akar-akar pohon yang terlalu rapat, lubang yang digali terlalu dalam diduga menjadi faktor penyebab si anak Maleo kehilangan banyak energi (kelelahan) hingga mengakibatkan kematian sebelum mencapai permukaan tanah.

Tantangan yang dihadapi anak maleo memang begitu berat. Tanpa kehadiran sang induk saat matanya pertama kali melihat dunia ini, tanpa bimbingan sang induk untuk mencari makan dan terbang, tanpa perlindungan sang induk di saat bahaya menghampiri, bahkan, untuk keluar dari cangkang dan muncul ke permukaan bumi ini pun mereka harus berjuang sendiri.

Lolos dari perjuangan panjang di dalam tanah, begitu kepala si anak maleo muncul ke permukaan, bahaya lain pun sudah menanti. Semut. Barangkali karena bulu-bulunya yang masih basah (dan bau amis telur) sehingga menarik perhatian semut mendatanginya. Dan tak ada ampun lagi bagi si anak Maleo yang kondisi sebagian badannya masih terhimpit tanah, akhirnya pasrah digerogoti semut. Terkadang tubuh lemahnya (setelah melalui perjalanan panjang di dalam tanah) harus dia pasrahkan untuk seekor tikus yang juga sedang menanti buruan. Sudahkah berakhir sampai disitu?

Ternyata belum. Di luar sana masih banyak bahaya menanti.

Soa-soa, adalah sebutan orang Sulawesi Bagian Utara bagi hewan bernama Biawak adalah pemangsa utama Maleo. Selain mereka memangsa anak Maleo, mereka pun adalah predator utama bagi telur Maleo (selain manusia). Penciuman mereka yang sangat tajam sehingga dengan mudah menemukan telur Maleo yang sudah tertimbun tanah sekalipun.

Bahaya lainnya datang dari burung pemangsa (seperti Elang). Lokasi telur Maleo yang sebagian besar merupakan daerah terbuka, sangat memudahkan bagi burung elang untuk mengintai mangsanya. Anak Maleo yang masih lemah pun menjadi sasaran empuk mereka. Belum lagi bahaya dari ular, atau bahkan manusia.

Alam mempunyai sistem yang sempurna. Allah sudah membuat mekanisme bagi makhluknya. Untuk perjuangan dan ujian yang begitu berat ini tentu terdapat reward yang sangat istimewa. Untuk perjuangan yang sarat bahaya dan penuh resiko ini Allah swt memberi keistimewaan kepada anak Maleo, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk unggas manapun.

Anak maleo yang baru saja mencapai permukaan tanah ternyata sudah bisa terbang. Ya, terbang tanpa asuhan sang induk. Terbang dengan sendirinya lengkap dengan kemampuan navigasi. Tidak hanya terbang saja tapi juga punya kemampuan yang komplit mengenai cara mencari makan, menghindari bahaya, survival, dan sebagainya.

Ada pelajaran bagi kita dari burung Maleo ini. Di balik ujian berat yang mungkin kita alami, di balik berbagai rintangan yang harus kita hadapi kita harus yakin bahwa di balik sana tentu ada 'hadiah' dan 'keistimewaan' yang sudah disiapkan Allah untuk kita. Keistimewaan yang khas kita. Dan itu sangat indah untuk dilalui... wallahu a'lam.


foto maleo: tompotika