Selasa, 29 Mei 2012

Foto Langka: Bung Karno Shalat di Amerika 1956

Masih dalam rangka kunjungan Presiden Sukarno ke Amerika Serikat tahun 1956. Ketika tiba saatnya shalat, Bung Karno dan rombongan menuju salah satu masjid di sana untuk bersujud. 

Bung Karno, dengan tongkat komandonya, berjalan kaki melintasi koridor masjid. 

Usai shalat berjamaah, Bung Karno berdoa sejenak. Sejurus kemudian, ia bangkit berdiri lagi untuk kembali melaksanakan shalat sunah dua reka’at. Anggota rombongan lain, ada yang mengikuti Bung Karno shalat sunah, ada yang tekun berdzikir, ada pula yang beringsut mundur, dan menunggu di luar masjid.

Usai shalat, tak pernah lupa Bung Karno khusuk berdoa. Tampak di sebelah kanan Bung Karno adalah Roeslan Abdulgani, diplomat muda, pahlawan pada pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya. Ia kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri, dan termasuk tokoh di balik Konferensi Asia Afrika Bandung yang bersejarah itu. Roeslan Abdulgani wafat 29 Juni 2005 dalam usia 91 tahun.


Seperti umumnya jemaah masjid, begitu pula Bung Karno. Di dalam masjid, tidak ada presiden, tidak ada menlu, tidak ada pejabat. Yang ada hanya imam dan makmum. Begitu pula usai shalat, Bung Karno dengan santai duduk di tangga masjid untuk mengenakan sepatu, seperti halnya jemaah yang lain.

Usai shalat, ia kembali melanjutkan protokol kunjungan kenegaraannya. Antara lain menggelar pembicaraan bilateral dengan Presiden Dwight Eisenhower yang dikisahkan “kurang mesra”.


sumber: warungkondo

Senin, 28 Mei 2012

Motif-Motif Etnik di Batik Batak

Batik Batak mungkin sebelumnya tak banyak terdengar, tapi sejak ada ‘sentuhan’ Nurcahaya Nasution (67), batik dengan dengan motif berbagai daerah di Sumatera Utara itu mulai dikenal.


Semua berawal dari keikutsertaan Nurcahaya pada pelatihan membatik yang diselenggarakan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Medan.


Saat itu, Nurcahaya baru saja pensiun dari Dinas Kesehatan Kota Medan. Ia dipanggil Dekranasda untuk ikut pelatihan membatik.  


“Kok rasa-rasanya kalau kita kembangkan, ibu-ibu rumah tangga ini ikut membatik, akan bertambahincome keluarga, jadi  bisa juga mengentaskan kemiskinan,” kata Nurcahaya.


Alasan ini pula yang kemudian mendorong Nurcahaya membuat usaha batik motif khas Sumatera Utara pada tahun 2008. Bekal kemampuan membatik dari Dekranasda tak membuat Nurcahaya puas. Ia berhasrat untuk membuat batik dengan motif khas Sumatera Utara.


Nurcahaya pun mendatangi perpustakaan daerah. Ia membenamkan diri mencari motif yang cocok untuk dijadikan motif pada batik buatannya nanti. Usaha ini membawanya pada ide untuk membuat motif sesuai dengan lima etnis Batak yang ada di Sumatera Utara.


Kelima etnis Batak yang menjadi inspirasi Nurcahaya untuk membuat motif batik yakni Mandailing, Tapanuli Utara (Toba), Simalungun, Karo, Pakpak Dairi, dan Tapanuli Tengah.


Selain mengembangkan motif batik dari etnis Batak, Nurcahaya pun meramu motif batik Melayu Deli dan Nias.


Beragam motif batik dari lima etnis Batak, itu di antaranya motif ulos yang mengambil corak dari kain ulos Batak, motif Hari Hara Sundung di Langit yang menunjukkan ciri khas Batak Toba, dan motif Pani Patunda dari Simalungun. Ada juga motif Pelana Kuda yang identik dengan budaya Melayu Deli.


Ada dua jenis batik yang diproduksi oleh Nurcahaya, yakni batik tulis dan batik cap. Menurut Nurcahaya, batik cap membutuhkan waktu tiga hari pembuatan, sedangkan batik tulis memakan waktu minimal satu minggu.


Proses pembuatannya sendiri seperti diakui Nurcahaya tak jauh berbeda dengan pembuatan batik di Pulau Jawa.


Kain polos, kira-kira 2,5 meter x 1,3 meter diberi motif pakai pensil. Lalu dicanting, mengikuti gambar yang sudah dibuat pakai pensil. Kemudian, batik direbus beberapa kali, setelah itu diwarnai. "Terakhir ya dijemur,” tutur Nurcahaya. 


Batik Batak Nurcahaya punya banderol mulai ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, tergantung kesulitan pengerjaan batik tersebut.


sumber: antaranews

Kamis, 03 Mei 2012

Batik masuk kurikulum sekolah mode Italia

 Koefia--sebuah sekolah mode tertua di Italia-- tertarik dengan batik Solo, Indonesia, dan berencana memasukkan desain mode dengan bahan kain batik ke dalam kurikulum pelajarannya. 

Direktur Artistik Koefia, Bianca Lami, beserta Wakil Ketua DPRD di Lazio, Italia Raffaele D` Ambrosio mengatakan bahwa pihaknya mengetahui Solo sebagai pusat batik dari internet, Selasa.

"Saya tahu dari internet bahwa Solo merupakan ibukota batik. Di sini banyak industri batik, bahkan saya dengar ada kampung dengan nama batik. Saya ingin melihatnya secara langsung," katanya.

Ia mengatakan, bahwa pihaknya akan mengajarkan desain fesyen batik kepada siswanya selama tiga tahun. Hal ini dikarenakan pihaknya melihat batik sebagai warisan budaya dunia yang diakui Unesco dari Indonesia dan bisa menjadi tren fesyen baru nantinya. 

"Kami ingin mengembangkan fashion heritage. Ini sekaligus untuk menggabungkan budaya Solo dengan budaya Eropa dan saya kira hasilnya akan sangat bagus," kata dia.