Senin, 24 Desember 2018

Hari Ibu

Di balik semaraknya masyarakat merayakan Hari Ibu, banyak para ibu setiap hari harus banting tulang berusaha mencukupi kebutuhan keluarga. Tanpa hari libur.

Berikut adalah cuplikan di salah satu sudut pasar hasil bumi di Jawa Tengah.



... hanya memberi tak harap kembali
bagai Sang Surya menyinari dunia.

Jumat, 18 Mei 2018

Al Quran 30 Juz Dibuat di 1 Lembar Kulit - Quran 30 Chapters Made of Leather

Al Quran 30 juz dibuat di atas satu lembar kulit domba. Unik dan eksklusif. Hanya ada di Indonesia. Pengerjaannya menggunakan teknik khusus mirip 'tato', sehingga tulisan permanen. Tidak luntur tidak pudar.

90 x 90 cm
Detil tulisan nampak jelas. Memadukan seni kaligrafi dan arabesk. Terdapat 40-an ornamen arabesk yang menghiasi karya seni ini.

Cocok dijadikan  koleksi, cinderamata, souvenir, maupun hadiah untuk relasi / keluarga.
Tersedia warna gold dan silver.

Tersedia warna gold dan silver.

-----------

Quran / Koran 30 chapters made on a single sheet of sheepskin. Unique and exclusive. Only in Indonesia. The work uses a special technique similar to 'tattoo', so that the article does not fade do not fade.

90 x 90 cm


Detailed writing is clear. Integrating art of calligraphy and arabesque. There are 40s of arabesque ornaments that decorate this artwork.

Suitable for collection, souvenir, gift.



Untuk informasi detil:
whatsapp: +6281567979300

Rabu, 02 Mei 2018

Penghemat BBM Alami 'GEM'

Bagi perusahaan transportasi atau usaha yang banyak menggunakan jasa transportasi, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) adalah faktor utama. Semakin hemat penggunaan BBM, maka biaya operasional semakin rendah. Selanjutnya harga yang ditawarkan ke konsumen semakin kompetitif. Akibatnya pelanggan yang bisa dijaring semakin banyak.

Salah satu cara supaya pemakaian BBM makin irit adalah dengan menggunakan aditif yang dicampurkan pada BBM.

GEM (Green Engine Miracle) adalah aditif alami buatan Indonesia. Bukan aditif sintetis.


Tiap botol berisi 30 ml, bisa digunakan untuk 400 liter BBM solar atau bensin. 

Mobil angkut seperti ini, kalau rata-rata menghabiskan 40 liter/hari, setelah diberi aditif GEM bisa menjadi 30 liter/hari (penghematan 25%).

Truk Jakarta-Solo pp, kalau biasanya perlu solar 155 liter, setelah diberi aditif GEM bisa menjadi sekitar 116 liter. Satu botol (berdasarkan pengalaman) bisa dipakai 3 rit Jakarta-Solo pp.

Untuk mobil atau truk faktor pengemudi cukup signifikan dalam pemakaian solar atau bensin.


Aditif alami GEM bisa juga untuk menghemat BBM pada alat pertanian maupun nelayan


Sedangkan untuk genset penghematannya bisa mencapai 35-40% (berdasarkan pengalaman).

Untuk informasi silahkan 
email ke greenEngine88@gmail.com  atau
WA 081567979300




Senin, 02 Januari 2017

"Bolpen, Mas"



“Dua ribu, mas,” seorang laki-laki 60-an tahun tiba-tiba berdiri di depan saya menyodorkan bolpen sambil tersenyum. Dan tiba-tiba tawa saya pun pecah melihat ulah bapak ini.

“Hebat, pak. Bapak kok tahu yang saya butuhkan?”

Abis sampeyan tolah toleh,” jawab Bapak itu sambil tertawa.

Saat itu saya memang harus mengisi formulir. Dan "untungnya" saya tidak membawa bolpen.

Dan tanpa proses tawar menawar bolpen itu berpindah ke tangan saya bersamaan dengan berpindahnya satu lembar dua ribu-an ke tangannya. Simpel dan cepat.

Bapak itu pun kembali ke aktivitasnya, mencari orang yang tolah toleh. Sebuah proses bisnis yang simpel, sederhana, cepat, profitable berlangsung dengan baik dan rutin. 

Peristiwa di atas terjadi di kantor Samsat Solo. Tiap hari ratusan orang dari pagi sampai siang-sore mengurus dokumen kendaraan bermotor. Mari kita coba mengira-ngira berapa omset bapak yang menjual bolpen itu. 

Kalau dihitung dengan google maps, luas halaman Kantor Samsat Solo sekitar 1100 m2. Dari luas itu ada daerah yang padat orang dan ada daerah yang kosong. Kita anggap saja kepadatan rata-rata adalah 1 orang menempati 5 m2. Maka di halaman Samsat itu ada sekitar 220 orang.

Begitu juga dengan ruangan tempat pembayaran. Luas yang dipakai untuk pelayanan publik sekitar 500-an meter persegi. Di sini kepadatan orang lebih banyak dibanding di halaman. Kita angap saja 1 orang menempati 3 m2, maka di dalam ruangan itu ada sekitar 170-an orang.

Jadi dalam satu waktu ada sekitar 400-an orang.

Kalau satu orang membutuhkan waktu total sekitar  90 menit di kantor itu, maka kalau dihitung dari jam 8.00 sampai jam 16.00 (8 jam), maka total masyarakat yang datang ke kantor itu tiap hari sekitar (480/90)*400 orang = 2000-an orang.

Bisa dikatakan semua yang datang ke kantor Samsat mengisi formulir. Artinya semua membutuhkan bolpen untuk mengisi formulir itu. Kalau kita anggap dari semua yang mengisi formulir hanya 5% saja yang membeli bolpen, maka ada 100 orang atau ada 100 transaksi beli bolpen.

Kalau harga bolpen @ Rp 2000, maka ada omset Rp 200.000/hari. Dari omset itu berapa kira-kira profitnya? Kalau melihat jenis bolpen yang dijual saya yakin profitnya 50%, alias Rp 100.000/hari. Ini kalau yang membeli ada 100 orang, bagaimana kalau lebih? Ya tentu saja profitnya lebih besar.

Itu hanya dari bolpen. Padahal yang mengurus STNK juga selalu membutuhkan plastik pembungkus STNK. Plastik pembungkus STNK juga dijual Rp 2000, padahal untuk plastik ini kulakannya hanya 500-an rupiah saja (atau malah kurang). :)

Mampu menemukan kebutuhan masyarakat, dan kemudian menyediakan apa yang sangat dibutuhkan masyarakat, adalah proses bisnis yang bisa sederhana... sangat sederhana. Yang tidak sederhana barangkali adalah “menemukan” itu... melihat ”peluang” itu.


Selasa, 23 Agustus 2016

Gejala Transformasi Budaya dalam Perkembangan Batik Masa Kini


oleh: Astuti Soekardi

Saya sempat terhenyak ketika salah seorang pakar dan produsen batik ternama di Pekalongan, H. Dudung Aliesyahbana, dalam kuliah umumnya di Program Studi DIII Teknologi Batik, Universitas Pekalongan menyatakan bahwa perkembangan batik sekarang ini lebih dominan pada batik carangan dan batik sempalan. Dunia industri fashion sudah sedemikian rupa menggiring batik dalam kondisinya yang seperti sekarang ini. Bahkan di Pekalongan, muncul suatu kebanggaan bahwa jika bisa memproduksi batik dengan harga semurah mungkin, maka itu adalah prestasi!
 
Jika sudah berbicara tentang harga murah, maka pada akhirnya mutulah yang dipertanyakan. Mutu, terutama akan terkait dengan kain dan obat batik yang digunakan serta desain yang ditampilkan. Orang Jawa bilang, ono rego ono rupa. Hal ini memiliki kedalaman bahwa suatu produk yang dijual dengan harga murah, apa iya memiliki mutu yang bagus? Jika batik menjadi seperti itu, maka batik yang awalnya adalah karya seni yang adiluhung bertransformasi menuju tahapan yang justru lebih rendah. Meminjam istilah Van Peursen bahwa transformasi budaya tidak berarti menuju suatu tahapan yang lebih tinggi, tetapi menuju suatu hal yang berbeda sifatnya saja. Dikatakan juga bahwa proses transformasi selalu terjadi dengan disertai penyelewengan-penyelewengan. Bukankah penyelewengan yang dimaksud sudah terjadi?

Tetapi apakah hanya sejauh itu saja yang terjadi? Apakah sebuah proses transformasi hanya menuju pada sesuatu yang lebih rendah? Pada faktanya sekarang, perkembangan desain batik yang ada di lapangan begitu variatif. Meminjam istilah dalam pewayangan bahwa yang namanya cerita wayang bisa dikategorikan dalam cerita pakem, cerita carangan dan cerita sempalan. Dalam pewayangan, cerita pakem didefinisikan sebagai cerita/lakon wayang yang masih mengikuti cerita klasik seperti Baratayuda dan Ramayana.  

Cerita carangan adalah lakon yang masih mengambil unsur-unsur dalam lakon pakem tetapi sudah dengan sentuhan bentuk baru serta penyajian baru. Sedangkan cerita sempalan adalah cerita wayang yang sama sekali lepas dari cerita pakem. 

Demikian yang terjadi dengan perkembangan batik sekarang ini. Tidak semua perkembangan yang terjadi pada batik menuju pada sesuatu yang lebih buruk. Dewasa ini, perkembangan batik begitu variatif dalam tampilannya. Tampilan batik tidak lagi terpaku pada batik pakem/klasik sebagaimana awal kehadirannya dalam khasanah budaya Indonesia. Bukanlah hal ini juga merupakan penyelewengan akibat proses transformasi? Tapi merupakan penyelewengan yang bersifat positif.

Berdasar analog dunia pewayangan tadi, maka definisi batik pakem adalah batik yang masih melestarikan penggunaan motif dan warna batik sebagaimana asalnya dulu (batik klasik). Batik carangan adalah batik yang sudah mengalami modifikasi tetapi masih menampilkan unsur-unsur batik klasik. Sedangkan batik sempalan, tampilannya merupakan modifikasi bebas hasil kreatifitas desainer/pembatiknya. 

Sangat bisa terjadi bahwa motif dan warna yang digunakan sama sekali lepas dari pakemnya. Dalam bahasa lain, pada batik sempalan, bisa saja diartikan bahwa yang tersisa pada batik jenis ini hanyalah prosesnya saja. Atau dengan kata lain, apapun tampilan batik, jika masih memenuhi kriteria definisi yang diberikan oleh konvensi Batik Internasional di Yogyakarta pada tahun 1997, adalah tetap bisa disebut batik. 

Definisi batik yang dimaksud adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax) sebagai alat perintang warna. Bilamana prosesnya tanpa menggunakan lilin batik maka tidak bisa dinamakan batik tetapi dikatakan tekstil bermotif batik.

Apakah perkembangan yang terjadi pada batik yang sudah sedemikian rupa, merupakan sesuatu yang salah? Tidak ada yang salah dalam hal ini. Batik berkembang sedemikian adalah karena tuntutan jaman. Baik batik carangan maupun batik sempalan adalah dalam rangka usaha si pembuatnya untuk mencari format baru yang sesuai dengan perkembangan jaman. Oleh Umar Kayam dikatakan bahwa transformasi budaya merupakan suatu ‘perintah historis’, yaitu usaha untuk mencari format dan sosok yang lebih mampu dan efektif dalam menjawab tantangan jaman dan kebudayaan. 

‘Perintah historis’ adalah sebuah strategi nenek moyang kita untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari berbagai pengaruh serta ‘kekuatan’ dari luar. ‘Perintah historis’ mengisyaratkan adanya idiom ‘keluwesan’, kelenturan, dan kreativitas dalam menghadapi pengaruh peradaban lain yang lebih kuat. Dengan kata lain, apapun perkembangan tampilan batik yang sekarang ada, jika dimaknai positif pada dasarnya adalah hasil kreatifitas masyarakat masa kini dalam mensikapi perkembangan jaman. 

Hanya saja, apakah dengan adanya begitu banyak perkembangan yang terjadi, masyarakat memahami sejauhmana selembar batik bisa dikatakan termasuk dalam katagori batik pakem/klasik, batik carangan dan batik sempalan? Atas nama pewaris budaya batik yang adiluhung, seyogyanya masyarakat Indonesia mengetahuinya. Dan bagi para produsen batik, dengan memaknai katagori batik yang berbeda tersebut, maka akan memiliki rasa tanggungjawab terhadap jenis apapun batik yang diproduksinya. 

Jangan sampai terjadi ketika dia memproduksi jenis batik sempalan maka mengaku-aku batiknya merupakan batik carangan, atau lebih ironis lagi jika mengatakan sebagai batik pakem/klasik.

 sumber: askarlo.org