Selasa, 29 Desember 2009

Bekasi, Bisa!


Ternyata Kota Bekasi merupakan kota besar kelima di Negeri ini setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Sebagai kota besar dengan 1.940.308 jiwa yang tinggal di 12 kecamatan dan 56 kelurahan tentu memerlukan pengelolaan yang tidak sederhana.

Bekasi merupakan salah satu kota penyangga di wilayah megapolitan Jabotabek selain Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Depok, dan Cikarang. Serta menjadi tempat tinggal para komuter yang bekerja di Jakarta. Oleh karena itu, ekonomi Kota Bekasi sangat berhubungan erat dengan kota-kota di wilayah Jabotabek.

Kegiatan perekonomian di Kota Bekasi cukup menggeliat, hal ini terlihat dari banyaknya mal, pertokoan, bank, serta restoran yang berdiri di sini. Kota Bekasi juga menjadi salah satu pilihan bagi warga Jabotabek yang hendak berwisata belanja, karena di sini terdapat Mal Metropolitan, Mega Bekasi Hypermal, Bekasi Square, Plaza Pondok Gede, Grand Mal, Bekasi Cyber Park, dan Bekasi Trade Center. Pusat belanja hypermarket seperti Carrefour, Giant, Makro, dan Hypermart juga hadir di kota ini.

Adapun kompleks perumahan juga tidak sedikit. Setidaknya ada 60 perumahan (selain Perumnas) banyak berkembang di sini. Kabarnya pengembang Summarecon Agung juga berencana membangun kota mandiri Summarecon Bekasi seluas 300 ha di Bekasi Utara.

Melihat perkembangan Kota Bekasi yang demikian pesat tentu saja Pemda meresponnya dengan melakukan banyak hal. Salah satunya adalah menyiapkan dan memperbaiki infra strukturnya. Saat ini hampir semua jalan di Bekasi sudah lebar dan nyaman dilalui.

Sebagaimana kota-kota besar lainnya pesatnya pembangunan fisik akan menimbulkan masalah lain yang cukup pelik, seperti adanya ketimpangan ekonomi. Sehingga makin banyak dijumpai gelandangan, pengemis, dan pengamen di sepanjang jalan, terutama di lampu-lampu merah. Masalah sosial ini bisa menimbulkan keresahan kalau tidak dikelola dengan cukup baik.

Inti dari ketimpangan ekonomi adalah adanya sebagian kelompok masyarakat yang tidak terikut sertakan dalam proses pembangunan yang demikian pesat. Maka salah satu solusinya adalah menyediakan sarana bagi mereka untuk bisa ikut menikmati perkembangan ekonomi ini.

Aset Pariwisata

Di samping berkembangnya pusat-pusat ekonomi, Bekasi sebenarnya mempunyai aset besar namun belum dikelola dengan baik. Aset itu berupa cagar budaya yang sarat dengan sejarah perkembangan kota ini. Padahal kalau dikelola dengan baik peninggalan budaya ini bisa menggerakkan kegiatan ekonomi dengan cukup signifikan. Ada banyak contoh bagaimana kota-kota di dunia bisa mengandalkan pendapatan penduduknya dengan mengandalkan budaya khasnya.

Adapun aset cagar budaya yang dimiliki kota Bekasi adalah Monumen Sejarah Perjuangan Kali Bekasi di stasiun bus, Tugu Pahlawan Bekasi di Jalan Veteran, Gedong Papak di Jalan Juanda, Tugu di kawasan proyek, dan Gongkaman di Mustika Jaya.

Cagar-cagar budaya tersebut kalau dikelola dengan konsep yang jelas, membidik segmen yang pas, dan eksekusi yang profesional tentu akan menjadi magnet yang mampu menarik wisatawan dan biro-biro wisata. Bekasi bisa berubah tidak hanya menjadi kota transit namun bisa menjadi kota tujuan wisata dengan ciri khasnya yang jelas dan tegas.

Salah satu usulan konsep yang saya ajukan adalah, pada salah satu cagar budaya didirikan pusat jajanan atau kuliner tradisional. Karena penduduk Bekasi berasal dari beragam suku dan etnis maka yang disajikan pada pusat kuliner adalah makanan-makanan tradisional yang berasal dari berbagai daerah. Para pelaku usaha kuliner bebas membuka usahanya asalkan yang disajikan bersifat asli Indonesia.

Pada sentra kuliner ini tidak hanya menyajikan makanan semata. Kuliner akan jauh lebih berkesan kalau di dalamnya ada kegiatan seni. Di tengah sentra didirikan semacam panggung tempat live music beraksi. Yang diutamakan bisa beraksi pada live music adalah para pengamen atau grup pengamen yg terseleksi. Tidak sulit menemukan grup pengamen berkualitas. Mereka sangat apik memainkan seni musik. Saat ini panggung mereka adalah KRL-KRL ekonomi. Dengan promosi yang profesional rasanya tidak sulit mengubah cagar budaya menjadi pusat budaya plus (ekonomi).

Untuk cagar-cagar budaya yang lain dibuat konsep yang berbeda tapi positioningnya harus tegas dan jelas.

Kalau cagar-cagar budaya bisa diubah menjadi magnet wisata, Bekasi akan makin mantap sebagai kota yang perkembangan fisiknya selaras dengan pembangunan non fisik. Keselarasan fisik dan non fisik masih sangat langka kita jumpai. Saya yakin Bekasi mampu melakukan itu.

Bekasi memang istimewa. Keistimewaan ini banyak dikisahkan dalam karya-karya sastra Indonesia. Antara lain dalam puisi Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar dan dalam dua novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Kranji-Bekasi Jatuh (1947) serta Di Tepi Kali Bekasi (1951). Karya-karya tersebut lahir pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, di mana kedua penulis tersebut menjadi saksi perjuangan rakyat Bekasi dalam membela kemerdekaan.

Bekasi, bisa!

Senin, 23 November 2009

Batik Cicak


Ada sebuah cerita menarik mengenai kreativitas. Sebuah kreativitas bisa muncul dari beragam kondisi. Apapun kondisinya bagi sebagian orang merupakan sebuah peluang yang sayang untuk dilewatkan.

Di bawah ini adalah liputan yang berasal dari Koran Wawasan :
-------------

LEMPONGSARI - Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak) Jawa Tengah, Jumat (20/11) melaunching Batik Cicak, bertemakan ’’Bumikan Batik Cicak, gerakan People Power’’.

Presidium Cicak Jateng, Eko Haryanto menjelaskan, batik cicak diproduksi atas ide pengukuhan batik Indonesia oleh Unesco, sebagai warisan budaya dunia.

Dia menandaskan, jika dalam lembaga pemerintahan, korupsi telah menjadi budaya negatif, dan harus dilawan dengan budaya antikorupsi yang positif.

’’Kami membuat batik ini agar gerakan cicak mengalir dalam masyarakat, dan orang bangga mengenakan baju perjuangan batik cicak berani lawan korupsi,’’ tegas Eko.

Launching yang digelar di Kantor KP2KKN Jateng itu dihadiri sejumlah aktivis LSM dan wartawan. Desain batik itu sendiri dibuat perajin batik printing asal Pekalongan yang sekaligus aktivis LSM Pattiro, Aminuddin.

Laiknya batik pada umumnya, batik cicak juga mengadopsi motif-motif seperti yang sudah ada di pasaran. Hanya bedanya, jika dilihat dengan kaca pembesar motif batik tersebut akan terlihat gambar cicak dan buaya.

Selain itu, agar identitas perjuangan melawan korupsi lebih terasa, di saku depan batik tersebut terpampang gambar cicak ukuran besar yang dilingkari tulisan ”Saya Cicak Lawan Korupsi”. Agar lebih menarik batik cicak tersebut juga diberi motif daun Kanabis dan bunga teratai serta dihiasi dengan gradasi sesuai warna dasar batik. Ada empat macam warna yang ditawarkan yakni dominan warna biru, coklat, hijau dan ungu.

Awal
Menurut Eko produksi awal batik cicak ini dibuat sebanyak 500 potong. Rencananya, batik tersebut selain akan disebar ke seluruh jaringan cicak yang ada di Jakarta, Solo, Yogyakarta, Padang dan kota-kota lainnya.

Batik tersebut juga akan dibagikan ke lembaga-lembaga yang concern dengan gerakan anti korupsi seperti ICW, YLBHI, dan Transparancy International Indonesia (TII). Batik Cicak tersebut juga akan diberikan kepada Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, Kapolda Irjen Alex Bambang Riatmodjo, Kajati Jateng, Salman Maryadi dan perwakilan Muspida Provinsi Jateng lainnya. Eko berharap pemberian batik tersebut dapat lebih memacu jajaran Muspida Jateng dalam aksi pemberantasan korupsi.

Eko menambahkan, dalam waktu dekat batik cicak akan diproduksi secara massal. Ini seiring dengan tingginya minat dari sejumlah elemen masyarakat yang ingin memiliki batik cicak tersebut. Eko menilai produksi massal tersebut akan mengangkat roda perekonomian para pengrajin batik.

Meski berbau bisnis, namun Eko menegaskan kalau langkah ini murni proyek sosial. Adapun keuntungan dari penjualan batik tersebut akan digunakan untuk mendanai gerakan pemberantasan korupsi. rth—Ks

Kamis, 12 November 2009

Maleo

Pernah dengar nama Maleo? Maleo adalah sebuah nama yang diusulkan mantan Presiden BJ Habibie untuk produk mobil nasional yang betul-betul buatan dalam negeri, bukan mobil impor yang diberi kesan seolah-olah mobil nasional.

Pak Habibie memberi nama Maleo bukan tanpa alasan. Maleo adalah sejenis burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55 cm. Populasi hewan ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daerah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai.

Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam.

Yang membuat burung ini istimewa adalah telur-telur tersebut tidak dierami oleh induknya hingga menetas. Setelah Maleo betina bertelur dia meletakkan telurnya di dalam lubang. Secara bergantian atau bersamaan kedua induk Maleo (jantan dan betina) menimbun telur tersebut dan kemudian membuat timbunan tipuan (untuk mengelabui pemangsa).

Pengeraman telur dibantu oleh panas bumi atau oleh panas sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan untuk menetas pun cukup lama berkisar antara 62-85 hari. Karena tidak dierami, anak Maleo yang telah berhasil menetas harus berjuang sendiri keluar dari dalam tanah sedalam kurang lebih 50 cm (bahkan ada yang mencapai 1 m).

Anak Maleo yang baru menetas harus keluar sendiri ke permukaan tanah tanpa bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada jenis tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak Maleo dijumpai mati “ditengah jalan”. Tanah yang terlalu padat, akar-akar pohon yang terlalu rapat, lubang yang digali terlalu dalam diduga menjadi faktor penyebab si anak Maleo kehilangan banyak energi (kelelahan) hingga mengakibatkan kematian sebelum mencapai permukaan tanah.

Tantangan yang dihadapi anak maleo memang begitu berat. Tanpa kehadiran sang induk saat matanya pertama kali melihat dunia ini, tanpa bimbingan sang induk untuk mencari makan dan terbang, tanpa perlindungan sang induk di saat bahaya menghampiri, bahkan, untuk keluar dari cangkang dan muncul ke permukaan bumi ini pun mereka harus berjuang sendiri.

Lolos dari perjuangan panjang di dalam tanah, begitu kepala si anak maleo muncul ke permukaan, bahaya lain pun sudah menanti. Semut. Barangkali karena bulu-bulunya yang masih basah (dan bau amis telur) sehingga menarik perhatian semut mendatanginya. Dan tak ada ampun lagi bagi si anak Maleo yang kondisi sebagian badannya masih terhimpit tanah, akhirnya pasrah digerogoti semut. Terkadang tubuh lemahnya (setelah melalui perjalanan panjang di dalam tanah) harus dia pasrahkan untuk seekor tikus yang juga sedang menanti buruan. Sudahkah berakhir sampai disitu?

Ternyata belum. Di luar sana masih banyak bahaya menanti.

Soa-soa, adalah sebutan orang Sulawesi Bagian Utara bagi hewan bernama Biawak adalah pemangsa utama Maleo. Selain mereka memangsa anak Maleo, mereka pun adalah predator utama bagi telur Maleo (selain manusia). Penciuman mereka yang sangat tajam sehingga dengan mudah menemukan telur Maleo yang sudah tertimbun tanah sekalipun.

Bahaya lainnya datang dari burung pemangsa (seperti Elang). Lokasi telur Maleo yang sebagian besar merupakan daerah terbuka, sangat memudahkan bagi burung elang untuk mengintai mangsanya. Anak Maleo yang masih lemah pun menjadi sasaran empuk mereka. Belum lagi bahaya dari ular, atau bahkan manusia.

Alam mempunyai sistem yang sempurna. Allah sudah membuat mekanisme bagi makhluknya. Untuk perjuangan dan ujian yang begitu berat ini tentu terdapat reward yang sangat istimewa. Untuk perjuangan yang sarat bahaya dan penuh resiko ini Allah swt memberi keistimewaan kepada anak Maleo, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk unggas manapun.

Anak maleo yang baru saja mencapai permukaan tanah ternyata sudah bisa terbang. Ya, terbang tanpa asuhan sang induk. Terbang dengan sendirinya lengkap dengan kemampuan navigasi. Tidak hanya terbang saja tapi juga punya kemampuan yang komplit mengenai cara mencari makan, menghindari bahaya, survival, dan sebagainya.

Ada pelajaran bagi kita dari burung Maleo ini. Di balik ujian berat yang mungkin kita alami, di balik berbagai rintangan yang harus kita hadapi kita harus yakin bahwa di balik sana tentu ada 'hadiah' dan 'keistimewaan' yang sudah disiapkan Allah untuk kita. Keistimewaan yang khas kita. Dan itu sangat indah untuk dilalui... wallahu a'lam.


foto maleo: tompotika

Rabu, 28 Oktober 2009

I B U


Sebuah renungan yang sangat menarik. Renungan yang saya dapatkan dari Rumah Yatim Indonesia.

Bila dahaga, yang susukan aku....ibu
Bila lapar, yang menyuapi aku....ibu
Bila sendirian, yang selalu di sampingku.. ..ibu
Kata ibu, perkataan pertama yang aku sebut....Ibu
Bila bangun tidur, aku cari.....ibu
Bila nangis, orang pertama yang datang ....ibu
Bila ingin bermanja, aku dekati....ibu
Bila ingin bersandar, aku duduk sebelah....ibu
Bila sedih, yang dapat menghiburku hanya....ibu
Bila nakal, yang memarahi aku....ibu
Bila merajuk, yang membujukku cuma.....ibu
Bila melakukan kesalahan, yang paling cepat marah....ibu
Bila takut, yang menenangkan aku....ibu
Bila ingin peluk, yang aku suka peluk....ibu
Aku selalu teringatkan ....ibu
Bila sedih, aku mesti telepon....ibu
Bila senang, orang pertama aku ingin beritahu.... .ibu
Bila marah.. aku suka meluahkannya pada..ibu
Bila takut, aku selalu panggil... "ibuuuuu! "
Bila sakit, orang paling risau adalah....ibu
Bila aku ingin bepergian, orang paling sibuk juga.....ibu
Bila buat masalah, yang lebih dulu memarahi aku....ibu
Bila aku ada masalah, yang paling risau.... ibu
Yang masih peluk dan cium aku sampai hari ni.. ibu
Yang selalu masak makanan kegemaranku. ...ibu
Kalau pulang ke kampung, yang selalu member bekal.....ibu
Yang selalu menyimpan dan merapihkan barang-barang aku....ibu
Yang selalu berkirim surat dengan aku...ibu
Yang selalu memuji aku....ibu
Yang selalu menasihati aku....ibu
Bila ingin menikah..Orang pertama aku datangi dan minta
persetujuan.....ibu

Namun setelah aku punya pasangan……………

Bila senang, aku cari....pasanganku
Bila sedih, aku cari.....ibu
Bila mendapat keberhasilan, aku ceritakan pada....pasanganku
Bila gagal, aku ceritakan pada....ibu
Bila bahagia, aku peluk erat....pasanganku
Bila berduka, aku peluk erat....ibuku
Bila ingin berlibur, aku bawa.....pasanganku
Bila sibuk, aku antar anak ke rumah....ibu
Bila sambut valentine.. Aku beri hadiah pada pasanganku
Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu"
Selalu... aku ingat pasanganku
Selalu... ibu ingat aku
Setiap saat... aku akan telepon pasanganku
Entah kapan... aku ingin telepon ibu
Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah kapan... aku ingin belikan hadiah untuk ibu

Renungkan:

"Kalau kau sudah selesai belajar dan berkerja... masih ingatkah kau pada ibu? Tidak banyak yang ibu inginkan... Hanya dengan menyapa ibu pun cukuplah".

Berderai air mata jika kita mendengarnya........
Tapi kalau ibu sudah tiada..........
IBUUUU...RINDU IBU.... RINDU SEKALI....
Berapa banyak yang sanggup menyuapi ibunya....
Berapa banyak yang sanggup mencuci muntah ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup menggantikan alas tidur ibunya......
Berapa banyak yang sanggup membersihkan najis ibunya......
Berapa banyak yang sanggup membuang belatung dan membersihkan luka kudis ibunya....
Berapa banyak yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya.....
Berapa banyak yang sanggup meluangkan waktu untuk menjaga ibunya yang telah renta…..

Seorang anak menemui ibunya yang sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur lalu menghulurkan selembar kertas yang bertuliskan sesuatu. Si ibu segera melap tangannya dan menyambut kertas yang dijulurkan oleh si anak lalu membacanya.

Upah membantu ibu:
1) Membantu pergi belanja : Rp 10.000,-
2) Membantu jaga adik : Rp 10.000,-
3) Membantu buang sampah : Rp 10.000,-
4) Membantu membereskan tempat tidur : Rp 10.000,-
5) Membantu siram bunga : Rp 5.000,-
6) Membantu sapu sampah : Rp 5.000,-
Jumlah : Rp 40.000,-

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak , kemudian si ibu mengambil pensil dan menulis sesuatu di belakang kertas yang sama.
1) Biaya mengandung selama 9 bulan - GRATIS
2) Biaya tidak tidur karena menjagamu - GRATIS
3) Biaya air mata yang menitik karenamu - GRATIS
4) Biaya gelisah karena mengkhawatirkanmu - GRATIS
5) Biaya menyediakan makan, minum, pakaian, dan keperluanmu -GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca apa yang dituliskan oleh si ibu. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu". Kemudian si anak mengambil pensil dan menulis "Telah Dibayar Lunas Oleh Ibu", ditulisnya pada muka surat yang sama.

foto: adhit

Sabtu, 10 Oktober 2009

Solo di Waktu Malam

Solo di Waktu Malam

Solo di waktu malam hari
Merempuh menarik hati sunyi
Banyak tempat penghiburan asri
Pandangan mata berganti

Jurug dan Tirtonadi yang permai
Daun berbisik di tepi sungai
Kelap kelip sinarnya pelita
Remang-remang bercahaya

Reff:
Sunyi malam di kala purnama
Terdengarlah nun di sana
Sayup sampai tertiup bahana
Gamelan gending irama

Solo di waktu malam hari
Suara seni yang merayu-rayu
Meresap dan mendalam di hati
Menawan sanubari.

Itulah syair lagu 'Solo di Waktu Malam' yang diciptakan Maladi dan dipopulerkan oleh Mus Mulyadi. Maladi, di samping seorang seniman, adalah juga Menteri Penerangan RI (1959-1962) dan Menteri Olah Raga RI di zaman Bung Karno.

Tentu saja ketika menciptakan lagu tersebut Solo masih sangat sepi dibandingkan dengan saat ini. namun Maladi sudah punya visi kalau kota ini adalah kota yang tidak pernah mati. Kota yang selalu berdenyut dengan kegiatan warganya. Sebagian besar warga Solo beraktivitas siang hari namun sebagian yang lain mulai menjalankan kegiatannya pada malam hari.

Seperti yang saya temui ketika jalan-jalan pada Sabtu malam. Jalan di depan Istana Mangkunegaran atau lebih dikenal dengan Pasar pon disulap menjadi arena pameran dan seni pertunjukan. Sepanjang jalan didirikan tenda-tenda untuk kegiatan pameran dan dagang. Sedangkan ruang terbuka yang persis di depan Pasar Windujenar digunakan untuk aneka kegiatan kesenian. Kegiatan seni ini selalu berganti tiap minggunya: Musik jazz, pop, keroncong, ketoprak, dagelan, dan sebagainya.

Adapun di sepanjang jalan Slamet Riyadi puluhan anggota komunitas berkumpul di tempat mereka masing-masing: Ada klub vespa kuno, klub moge kuno, klub motor bebek dari merek tertentu, klub mobil mazda 'sabun', klub sepeda onthel, dan masih banyak lagi.

Di bawah walikota Jokowi, Solo sedang mengalamai masa keemasan dan kejayaan. Semua masyarakat merasakan kemakmuran dan sumringahnya kota ini. Berbagai kegiatan selalu diadakan sehingga membuat kota ini makin mantap sebagai Kota Budaya... The Spirit of Java
Sepanjang jalan Pasar Pon (Jl. Seram) didirikan tenda untuk pameran dan dagang.


Tidak usah takut lapar. Berbagai kuliner khas Solo siap menyambut Anda dengan pelayanan yang khas pula.


Malam itu musik Jazz sedang mendapat giliran pentas. Minggu depan giliran kesenian dari aliran lain.

Ruang terbuka di Pasar Windujenar inilah dipakai untuk ekspresi kesenian.

Silahkan 'klik' fotonya jika ingin melihat lebih jelas....

Rabu, 26 Agustus 2009

Anin Rumah Batik di tabloid Waralaba

Satu lagi Anin Rumah Batik mendapat kehormatann diliput oleh media massa. Sebuah media massa yang khusus menyoroti dan memberi informasi perihal peluang bisnis waralaba mengetengahkan Anin Rumah Batik sebagai salah satu entitas bisnis yang layak dimunculkan.

Tentu saja kami bangga dengan liputan ini. Sajian yang ditulis oleh Info Waralaba tidak hanya soal produk tapi juga soal bagaimana kami memulai usaha Rumah Batik ini. Mengapa kami memilih batik. Dan apa keunggulan yang kami tawarkan kepada pelanggan.

Yang juga menarik adalah adanya testimoni dari mitra kami. Testimoninya tidak melulu yang positif saja tapi juga memberi masukan kepada kami bagaimana kami seharusya menyajikan produk dan melayani mitra.


Terima kasih kepada Info Waralaba dan juga terima kasih kepada pak Yumono Labdo, owner dari Vanya Butik yang telah memberi masukan kepada kami.

Anda ingin tahu lebih banyak soal Anin Rumah Batik? Silahkan mendapatkan tabloid Info Waralaba yang cover depannya sangat atraktif ini... :)

Selasa, 11 Agustus 2009

Undangan Training Franchise


Minggu kemarin, tepatnya tanggal 3-7 Agustus 2009, Anin Rumah Batik mendapat undangan dari Departemen Perdagangan unuk mengikuti training manajemen Bisnis Franchise.

Bagi saya undangan ini merupakan anugerah dan sangat bermanfaat. Betapa tidak, pelatihannya sendiri berlangsung selama lima hari (Senin-Jumat) dari pagi sampai sore. Oleh Departemen Perdagangan kami diberi fasilitas penginapan sekelas hotel berbintang plus konsumsi.

Yang memberikan materi pun juga bukan sembarangan. Sebut saja pak Anang Sukandar, ketua AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada pak Bije Widjajanto dari BenWarG Consulting yang sangat berpengalaman. Sedangkan untuk masalah legalitas disampaikan oleh pak Bambang Pram Said, SH, MPA, LLM.

Training yang kami ikuti bisa dikatakan sebuah training yang komprehensif. Komprehensif karena menyangkut mulai dari ide, strategi, perencanaan tahap demi tahap, launching, promosi, sampai aspek legalitas. Komplit.

Bagi saya sendiri kesempatan ini termasuk langka. Sangat jarang kita bisa mendapatkan pengetahuan franchise secara lengkap dan utuh. Biasanya seminar tentang franchise yang promosinya banyak terdapat di media bisnis adalah seminar 3 jam-an dengan topik yang parsial. Kalau pun topiknya tidak parsial mesti dilakukan selama beberapa hari berturut-turut. Diadakan di tempat yang elegan (biasanya hotel) dengan biaya yang tentunya tidak kecil.

Maka pelatihan yang diadakan Departemen Perdagangan adalah sebuah upaya positif dari Pemerintah dalam rangka memajukan dunia usaha yang saat ini masih UKM. Terima kasih Depdag.

Namun segala kebaikan ini bukan berarti tidak ada kekurangannya. Ketika Depdag mengumumkan pelatihan ini kepada para usahawan, porsi yang ada disediakan hanya untuk 30 bisnis. Yang mendaftar tercatat 40 lembaga bisnis sehingga yang waiting list ada 10 orang.

Namun ketika hari H tiba, peserta yang datang sangat sedikit. Bisa dikatakan semua yang mengundurkan diri tidak memberi tahu panitia. Mundur tiba-tiba. Keadaan ini tentu saja membuat panitia kalang kabut dan kecewa. Akhirnya ketika pelaksanaan sudah berjalan panitia terpaksa menghubungi para waiting list. Dan karena banyak waiting list yang tinggalnya di luar kota maka tidak semua yang dipanggil bisa datang secara mendadak. Akhirnya total yang mengikuti pelatihan ini hanya 23 perusahaan. Jadi ada jatah kosong untuk 7 perusahaan, mubazir. Dari 23 perusahaan ini separuh diantaranya ganti personil di tengah jalan. Artinya kesinambungan materinya terputus.

Memang sangat disayangkan. Ketika Pemerintah sudah melakukan upaya membantu para usahawan respon yang diterima tidak menggembirakan. Tetapi ketika bisnis sedang gonjang ganjing mereka berteriak mengapa Pemerintah tidak pernah membantu... Ah, kita memang tidak tahu diuntung dan suka menyalahkan orang lain...

Selasa, 21 Juli 2009

Bertemunya TDA dan EU

Apa yang akan terjadi bila dua komunitas besar bertemu di sebuah forum?
Apa yang akan dibicarakan bila dua 'otak kanan' mengemukakan argumennya?
Mengapa banyak anggota dua komunitas ini bisa berada di dua tempat pada waktu yang sama?
Pola pikir apa yang ada pada dua komunitas ini?
Apa yang akan ditawarkan oleh dua komunitas TDA dan EU?

Masih banyak pertanyaan bisa kita buat untuk menggali jalan pikiran dan pola pikir pak Purdi maupun TDA. Mengapa mereka selalu menganjurkan kita untuk action membuka usaha? Visi apa yang ada di benak para founder?

Untuk mengetahuinya tidak ada jalan lain kecuali harus hadir pada acara ini.
Pertemuan dua komunitas ini merupakan hajatan TDA Bekasi. TDA Bekasi merupakan salah satu TDA wilayah yang saat ini memang gencar melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran 'virus' otak kanan.

Berikut tulisan pak Roni, founder TDA, salah satu nara sumber acara tersebut, di milis TDA:

"Awalnya, saya menolak utk disandingkan dengan para master ini, mengingat justru merekalah para inspirator saya. Saya justru ingin belajar banyak dari mereka.

Tapi, Pak Erry "memaksa" saya untuk tampil dengan alasan bahwa ini adalah pertama kali TDA satu panggung dengan EU.

Kegiatan ini sebenarnya sudah saya impikan sejak lama, mengingat TDA dan EU perlu saling melengkapi. TDA bagus di jaringan, pembinaan dan interaksi antar membernya. Sedangkan EU kuat dalam soal otak kanan, nekat, nyeleneh dan berani.

TDA, terus terang kurang dalam hal otak kanan. TDA lebih hati-hati dalam melangkah dan cenderung otak kiri. Mencari jalan aman. Terlihat, dengan sedikitnya member yang berani untuk resign menjadi TDA. Bahkan yang sudah bertahun-tahun ikut TDA pun masih banyak yg belum berani. Itu harus kita akui.

Harapan saya, dengan kegiatan ini, member TDA bisa lebih berani, lebih otak kanan seperti lulusan EU yang banyak malang melintang dan sukses itu.

Sampai jumpa di Bekasi.
Wassalam"
-------------

Silahkan klik fotonya untuk info lebih jelas.

Senin, 29 Juni 2009

PPKI 2009


PPKI (Pekan Produk Kreatif Indonesia) 2009 yang diselenggarakan pada 25-28 Juni baru saja berakhir. Acara tahunan yang melibatkan 14 lembaga Pemerintah termasuk kementrian dan departemen ini pada tahun ini merupakan kali ketiga penyelenggaraannya.

Dan kami, Anin Rumah Batik atau RumahBatik.com, merasa sangat bersukur bisa ikut ambil bagian pada perhelatan besar ini. Salah satu hal yang membuat kami bangga adalah kami dipercaya menjadi salah satu utusan dari Provinsi Jawa Barat.

Seperti ditulis VivaNews, Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian (Dirjen IKM Depperin) Fauzi Azis, hingga Minggu siang pukul 14.00 WIB, jumlah pengunjung mencapai 31.293 orang dan transaksi sudah tercatat sebesar Rp 29,7 miliar.

Dari angka transaksi tahun ini, produk berupa aksesoris dan batik masih mengungguli semua produk yang dihasilkan 860 stan. Jumlah transaksi produk aksesoris mencapai sekitar Rp 8,9 miliar dan Rp 8,4 miliar dari batik. "Semua produk yang ditayangkan adalah produk pilihan dengan kualitas tinggi," kata Fauzi.

PPKI merupakan sebuah acara tahunan yang berlangsung sejak 2007 dengan menayangkan berbagai produk kreatif dari seluruh Indonesia. Pelaksanaan PPKI 2009, menampilkan pelbagai produk ekonomi kreatif sesuai dengan pencanangan tahun kreatif.

Berdasarkan data Departemen Perdagangan, ekonomi kreatif secara keseluruhan menyumbangkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar delapan persen. 6,3 persen dari industri kreatif menengah dan sisanya berasal dari industri mikro, kecil dan rumah tangga.

Memang, dibanding tahun kemarin, jumlah pengunjung maupun transaksi PPKI tahun ini menurun. Penyebabnya, bisa jadi, waktu penyelenggaraan yang hanya empat hari (tahun 2008 lima hari). Atau timingnya kurang tepat karena bertepatan dengan liburan sekolah plus 'tanggal tua'... :)

Selasa, 09 Juni 2009

RumahBatik di PRJ dan IFRA 2009


Alhamdulillah kami mendapat kesempatan membuka stand di PRJ Kemayoran secara gratis. Fasilitas ini kami dapatkan dari sebuah BUMN yang selama ini mengadakan kemitraan dengan RumahBatik.com.

Kami tidak mengikuti PRJ sebulan penuh tapi hanya sebelas hari, yaitu dari tanggal 11-21 Juni 2009. Selanjutnya stand akan dipakai oleh mitra lain BUMN tersebut. Betapa pun kami sangat bersukur mendapat kemudahan ini. Kami menempati stand di Hall C-1 No.91.

Dan pada waktu yang bersamaan Anin Rumah Batik dipercaya untuk mengikuti International Franchise, License & Business Concept Expo & Conference - IFRA 2009 yang diadakan di JCC pada 19-21 Juni 2009. Jadi waktunya bersamaan dengan keikut sertaan kami di Pekan Raya Jakarta - PRJ.

Keikut sertaan kami pada IFRA 2009 ini karena adanya fasilitas dari Departemen Perdagangan RI. Fasilitas ini kami dapatkan berkat usaha TDA Network yang sangat gesit melakukan silaturahim dengan berbagai pihak. Terima kasih banyak kami ucapkan kepada TDA Network khususnya kepada Bu Diah Yusuf yang menjadi komandannya. Bu Diah betul-betul menunjukkan kelasnya sebagai person yang pas di bagian networking TDA.

Juga terima kasih kami ucapkan kepada para sedulur TDA. Jalinan silaturahim yang terjalin selama ini mudah-mudahan makin erat dan makin banyak memberi manfaat bagi kita semua. Amin...

Senin, 18 Mei 2009

RumahBatik.com di Majalah Duit Online


"Pak Abduh, saya nulis RumahBatik.com di http://www.majalahduit.co.id. Makasih."

Siang ini tiba-tiba ada sms yang bunyinya seperti kalimat di atas. Jelas saja, antara kaget, tersanjung, merasa diakui, bangga, dan lain-lain jadi satu. Yang jelas saya merasa berbahagia RumahBatik.com dimuat di sebuah majalah ekonomi.

Terima kasih banyak saya ucapkan kepada pak Deden yang telah memuat produk kami. Semoga tali silaturahim antara kita khususnya dan dengan TDA pada umumnya terjalin makin erat. Sukses untuk kita semua. Sukses untuk Bangsa ini...

Silahkan klik di sini untuk melihat secara lengkap.

Sabtu, 09 Mei 2009

Jamaah Negatif


Hari Selasa lalu, pagi-pagi ada sms di ponsel saya. Isinya sebenarnya biasa-biasa saja, tentang kabar sehat serta menanyakan keadaan saya, kapan bisa kumpul lagi, dan sebagainya.

Tapi yang membuat saya memperhatikan sms ini adalah, pesan dikirim oleh sahabat smp saya. Sahabat yang sudah sangat lama tidak ketemu. Kira-kira sudah seperempat abad kami tidak bertemu muka. Dan sms pagi itu adalah surprise bagi saya.

Apa kabar, Duh. Bagaimana keadaanmu, sehat-sehat kan? Kapan kita bisa kumpul-kumpul lagi?" demikian sms-nya.

Antara kaget dan tidak menyangka, jawaban saya tidak menjawab pertanyaannya. "Kok njanur gunung pagi-pagi sudah sms...," jawab saya.

"Iya, lagi nunggu UAN (SMP) nih. Gak entuk ketat-ketat mengawasinya. Jadi dari pada ngantuk mending ngontak teman-teman, kan podho senenge," jawabnya.

Membaca jawabannya saya langsung mengambil kesimpulan bahwa ada "sesuatu" berkenaan dengan Ujian Akhir Nasional SMP di sekolahnya. Sahabat saya memang menjadi pendidik di sebuah SMP di daerah Jawa Tengah.

"Maksudnya nggak boleh ketat mengawasi ujian... siswa boleh nyontek asal tidak menyolok?" tanya saya meyakinkan kesimpulan saya pribadi.

"Ah, kayak nggak tahu aja. Maksudnya ya biar anak-anak bisa 'mengerjakan' soal. Kata pejabat Diknas di sini, nyontek itu kan 'ketrampilan' siswa...," jawabnya.

Sahabat saya menambahkan, "Pokoke dadi guru ki saiki nelangsa. Sing nanamke akhlak tenanan jebul dirusak karo sistem, pusing banget jadinya." (pokoknya jadi guru sekarang nelangsa. Kita menanamkan akhlak secara sungguh-sungguh ternyata dirusak oleh sistem, pusing banget jadinya).

Itulah sepenggal komunikasi sms kami. Cukup lama saya terdiam. Terbayang saja di benak saya apa yang akan terjadi beberapa puluh tahun ke depan ketika anak-anak yang sedang ujian SMP ini tiba giliran untuk menjadi pemimpin masyarakat, pemimpin komunitas, pemimpin daerah, bahkan pemimpin nasional.

Apa yang akan terjadi dengan negeri ini kalau sejak dini calon penerusnya sudah dididik dan dibiasakan dengan perbuatan curang, tidak jujur, jalan pintas, menghalalkan segala cara. Apa yang akan terjadi dengan masyarakat kita ketika mereka sudah tidak bisa lagi membedakan mana perbuatan terlarang mana perbuatan terpuji. Yang selalu dimasukkan ke benak mereka adalah boleh melakukan apa saja asal tidak menyolok, asal tidak ketahuan, asal tidak terlihat orang lain...

Maka bayangan kurang baik pun langsung menyergap manakala saya teringat dengan Training Sehari yang diadakan oleh Kubik Leadership untuk para member TDA. Dalam training itu diajarkan dan dibuktikan bagaimana hukum alam (sunnatullah) bekerja. Bagaimana energi di dunia itu tidak ada yang hilang tapi hanya berubah bentuk. Tiap energi positif yang kita tebar pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk positif pula. Demikian pula sebaliknya.

Melihat fenomena bagaimana energi negatif ditebarkan secara sistematis dan masif pada anak-anak kita maka bayangan kengerian pun sulit saya hilangkan dari pikiran saya. Anak-anak itu sebenarnya polos, suci, jujur, tidak berprasangka. Tetapi para pemimpin di daerah itu (dan mungkin di daerah-daerah lain juga) telah menyemai bibit-bibit energi negarif secara sistematis dan masif. Apa yang akan dialami oleh negeri ini kelak?

Saya masih ingat cerita Pak Jamil ketika mengadakan seminar di ITB. Salah satu kesimpulan dari seminar itu adalah banyaknya bencana yang terjadi di negeri ini karena banyaknya energi negatif yang ditebarkan secara masif, sistematis, berjamaah, terkoordinir, merata di seluruh negeri....

Apa yang bisa kita lakukan untuk 'menutup' energi negatif dan menjadikannya positif...?


ilustrasi: hibhibhorraaay

Rabu, 15 April 2009

Haji Bini


Sudah beberapa bulan ini bangunan di dekat komplek perumahan saya kosong. Padahal dulunya tempat ini cukup ramai. Truk-truk box hilir mudik datang dan pergi dari bangunan ini. Para pekerja juga tampak ramai di tempat ini.

Namun kini bangunan yang berbeda RW dengan tempat saya hanya menyisakan hening. Tidak tampak ada pekerja di sana. Begitu pula kendaraan angkut yang biasanya hilir mudik kini sudah tidak pernah kelihatan lagi.

"Bisnisnya bangkrut," jawab istri saya ketika saya menanyakan keheningan tempat itu.

Sangat disayangkan. Menurut pengamatan saya bisnis yang menempati bangunan itu sebenarnya cukup fenomenal. Dalam waktu yang relatif singkat langsung kelihatan membesar. Mulanya yang datang hanya motor yang di kanan-kirinya dilengkapi wadah yang terbuat dari terpal, khas sales motoris.

Beberapa saat kemudian satu kijang selalu rutin datang membawa produk dalam jumlah yang lebih banyak. Disusul satu truk, kamudian berkembang dan makin berkembang. Jumlah pekerja juga kelihatan makin banyak. Pekerja yang banyak ini menimbulkan efek berantai dari rangkaian kegiatan ekonomi. Sektor ekonomi lain juga mulai merapat ke sana. Sebut saja tukang bakso, mie ayam, penjual gorengan, es doger, sampai penjual produk-produk khas perempuan.

"Itu kan pabrik minuman sari kelapa dalam kemasan," lagi-lagi jawab istri saya ketika saya menanyakan usaha yang menempati bangunan itu. Ada rasa kagum saya kepada pemilik bisnis itu. Berarti dia mempunyai kemampuan yang bagus memasarkan produknya. Berarti dia pengusaha yang sudah terlatih. Dia sudah mampu mengangkat lingkungannya sehingga ramai dan "tertular" efek ekonomi yang dia gerakkan.

Tapi sayang sekali, kekaguman saya harus berakhir dengan cepat sekali. Bisnis yang sudah matang itu tiba-tiba mengalami penurunan yang signifikan dari hari ke hari. Penurunan yang berlangsung relatif cepat. sampai kemudian berhenti total. Tempat itu pun kembali sepi seperti semula.

Yang membuat saya heran, bagaimana mungkin sebuah bisnis yang sudah membesar dan relatif matang bisa berakhir sedemikian cepat. Bagaimana bisa sang pemilik berdiam diri melihat bisnisnya menurun tajam dan kemudian landing dengan posisi "nyungsep"?

"Pemiliknya sedang melaksanakan haji ketika bisnisnya tutup," lagi-lagi jawab istri saya.

"Tapi bagaimana mungkin bisa terjadi?" tanya saya keheranan.

"Ya bisa saja."

Alkisah sang pemilik memang cukup pandai berdagang. Dia membuka bisnis baru membuat minuman sari kelapa dalam kemasan. Segmennya adalah kalangan ekonomi paling bawah. Dengan pengalamannya dia mampu menembus pasar-pasar tradisional, warung-warung kaki lima, para penjaja yang tersebar di sekolah-sekolah, dan sebagainya. Manurut info terakhir produk ini sudah menyebar sampai Purwakarta.

Yang sangat disayangkan ternyata pemiliknya kurang punya komitmen dengan para suplier, agen, bahkan kepada para pekerjanya sendiri.

Saat dia sedang melaksanakan haji silih barganti orang mendatangi pabriknya. Para suplier bahan baku selalu datang menanyakan kapan pembayaran bahan bakunya dilakukan. Karena sang pemilik memang tidak ada maka tidak ada jawaban yang didapat.

Yang cukup parah ternyata upah para pekerjanya juga belum dibayarkan. Dan entah siapa yang memulai, entah kesepakatan bersama atau tidak, akhirnya satu persatu aset pabrik pun melayang, entah ke suplier entah ke pekerja.

Dan "perahu" bisnis itupun akhirnya benar-benar tenggelam.

Pelajaran yang sangat berharga di sini adalah "perahu" itu tenggelam bukan karena mengarungi ganasnya "samudera" atau menghadapi serunya "pertempuran", tapi tenggelam karena dilubangi dan dirusak oleh awak kapalnya sendiri. Dan perusakan itu diawali oleh sang pemilik "kapal" itu sendiri.

"Berarti hajinya haji bini (BIaya NIpu) dong. Tapi omong-omong, dari mana bisa tahu permasalahan pabrik itu?" tanya saya.

"Jaringan intelijen saya kan kuat," jawab istri saya dengan senyum kemenangan...

ilustrasi: 4bp

Sabtu, 04 April 2009

Hummer Batik Plus


Melihat Hummer batik di bawah, salah satu sahabat merasa masih ada yang kurang dengan foto tersebut. "Pak Abduh, mobilnya pakai batik kok bapak ngga pakai batik. Saya tambahin ya pak pakai baju batik," demikian email dari pak Nur Alam.

Tentu saja saya tidak keberatan dengan niatnya. "Itulah pak refleksi dari TDA... saling melengkapi dan saling support...," tulis pak Rujiyanto menanggapi keinginan salah satu sahabat yang berniat melengkapi karyanya.

Maka jadilah sebuah gambar yang makin sempurna dan makin mantap... :)

Ayo, siapa yang ingin menyempurnakan lagi...? :)

Kamis, 02 April 2009

Hummer Batik


Pada suatu hari, hatta, kami diundang seorang sahabat menghadiri acara aqiqah (sukuran kelahiran) anaknya yang kedua. Selesai menjalankah shalat Dzuhur, di halaman kami lihat sebuah mobil yang masih jarang berseliweran di Jakarta nampak nongkrong dengan manisnya.

Maka timbul niat untuk sekadar berpose dengan salah satu lambang kesuksesan ini. "Namanya juga LoA, suatu saat kan bisa kita miliki," komentar salah satu sahabat.

Maka jadilah sebuah gambar yang nampak begitu alami, sejuk, dan nyata... :)

Ternyata gambar itu dirasa masih kurang gregetnya oleh salah satu dari kami yang ada di sana. "Apa pun yang sampeyan sentuh, ya harus jadi batik," komentarnya. Maka sahabat saya ini, owner designer-republic.com, punya keinginan menyelaraskan obyek dan subyek. Tentu saja subyeknya saya (anda pasti berfikir kalau saya adalah obyeknya ya...).

Berbekal ilmu "Bandung Bondowoso" yang mampu membuat Candi Prambanan dalam semalam dipadu dengan keahlian Sangkuriang mencipta Tangkuban Perahu, maka jadilah sebuah karya yang begitu mempesona, manglingi, dan "ajaib", yang tercipta kurang dari semalam. Sebuah Hummer biasa berubah menjadi Hummer fantastik alias Hummer Batik. :)

Maka menjelma lah sebuah mobil Hummer Batik yang selaras dengan subyeknya. Dan ucapan terima kasih tentu saja saya ucapkan kepada Pak Yanto dari www.designer-republic.com. Matur nuwun. :)

Jumat, 27 Maret 2009

Lompatan Pede


Hari Selasa kemarin saya mendapat undangan dari Modernisator, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh beberapa tokoh nasional. Mereka mengadakan acara ILF (Innovative Leaders Forum) ke-4 di Hotel Le Meridien.

Acara kali ini mengambil tema "Creative Entrepreneurship di Tengah Badai" dengan menampilkan pembicara: Peter F Gontha yang menguraikan bagaimana ia berinovasi merintis dan mengembangkan Java Jazz sehingga menjadi festival musik internasional paling bergengsi dan menempatkan Indonesia di peta musik jazz dunia.

Pembicara lainnya adalah Emirsyah Satar, Presiden Direktur Garuda Indonesia yang memaparkan bagaimana ia dalam waktu singkat (2 tahun) mengubah kinerja Garuda Indonesia dari kerugian menjadi keuntungan di tahun 2008.

Adapun pembicara terakhir menampilkan Sudhamek AWS, CEO Garuda Food Group, yang memberikan gambaran bagaimana pengusaha di sektor riil (food and agricultural products) dapat bertahan melawan badai krisis ekonomi global.

Di sini saya tidak akan menceritakan materi seminar tersebut karena saya pikir terlalu panjang kalau harus ditulis ulang, meski diringkas sekali pun.

Saya hanya akan sedikit sharing bagaimana upaya saya mendekati para tokoh nasional yang saat itu hadir di sana.

Karena di undangan acara akan dmulai pada jam 17.00, saya pun berusaha datang tepat waktu. Dan betul, saya berhasil masuk Le Meridien jam 16.55, alias kurang lima menit dari jadwal yang ditulis di undangan. Saya berusaha datang tepat waktu karena terbiasa dengan acara-acara yang diadakan TDA yang biasanya memang relatif tepat waktu.

Ternyata perkiraan saya meleset. Ballroom masih tampak kosong. Hanya ada panitia dan beberapa gelintir hadirin. Di antara hadirin yang tepat waktu ini cukup banyak yang berwajah bule. Mereka adalah para staf kedutaan asing. Bahkan Dubes Amerika juga sudah ada di sana. Yang cukup mengejutkan, ternyata semua nara sumber, termasuk pak Ciputra (sebagai keynote speaker) sudah ada di sana.

Jadi acara ini semacam "kebalikan" dari acara seminar-seminar lainnya. Di sini nara sumber menunggu hadirin. Termasuk yang hadir tepat waktu adalah pak David Zhou, member TDA yang mempunyai akses dan mengundang kami. Terima kasih pak David.

Ketika sedang menikmati snack saya lihat Pak Ciputra, Pak Emirsyah Satar (Presdir Garuda), Pak Sudhamek (CEO dan owner Garuda Food) sedang duduk satu meja. Ada keinginan kuat saya untuk bergabung dengan mereka. Ketika saya berusaha mendekati meja itu tiba-tiba ada perasaan minder menghinggapi. Saya mundur lagi. Tapi dalam hati saya berkata, kalau tidak sekarang, kapan lagi bisa semeja dengan para tokoh sekaliber mereka.

Ketika itu tiba-tiba saya teringat dengan workshop EDAN-nya pak Sopa. Mereka memang sudah kaliber nasional, bahkan internasional. Mereka memang kompeten di bidang masing-masing. Tapi soal batik, saya lah yang paling kompeten di antara mereka semua. Saya lah yang paling tahu masalah batik dibanding mereka bertiga.

Saya kembali berdiri, mendekati meja mereka, tapi tidak langsung mengarah ke sana, melainkan mengambil minuman dulu di luar ballroom, dan kembali masuk lewat pintu lain, pintu yang lebih dekat ke meja mereka.

Yang saya datangi pertama adalah pak Ci. Sambil memberikan kartu nama saya berkata kepada Beliau, bahwa saya adalah orang yang mengikuti jejak pak Ci ingin menjadi bagian dari 2% penduduk Indonesia yang menjadi entrepreneur. "Bagus-bagus, baru sekarang saya dengar ada RumahBatik," kata Pak Ci sambil tertawa lebar dan menepuk-nepuk saya. Cair. Selanjutnya menjadi mudah karena pak Emirsyah dan pak Sudhamek masing-masing memberikan kartu namanya kepada saya dengan sukarela... :)

Hampir saja saya minder lagi dengan meninggalkan mereka. Tapi kembali saya berfikir, kalau di hadapan saya adalah para owner, maka saya juga owner. Jadi kita sederajat. Semuanya bos... :)

Saya pun akhirnya duduk semeja dengan pak Ci, Presdir Garuda, dan CEO Garuda Food. Di meja itulah saya mendapat banyak cerita bagaimana pak Emirsyah membangkitkan mental karyawannya sehingga Garuda mampu berubah menjadi perusahaan yang menguntungkan, efisien, efektif, lincah. Kami memang tdak bisa duduk berlama-lama karena acara harus dimulai (setelah ngaret 30 menit).

Bagi saya ini adalah ujian bagaimana mengatasi rasa minder menghadapi seseorang yang kita anggap besar. Padahal ketika kita masuk dalam pembicaraan mereka, sebenarnya mereka biasa-biasa saja. Ilmu-ilmu yang mereka miliki sebenarnya juga sudah kita dapatkan. Jadi yang kita perlukan dan harus diasah adalah keberanian dan jam terbang yang akan meningkatkan kemampuan kita...

ilustrasi: 4.bp

Rabu, 18 Maret 2009

TDA dan "Era Sejuta Bill Gates"

Sebuah tulisan sangat menarik tentang TDA di Majalah Warta Ekonomi No.04 (23 Feb-8 Maret 2009) halaman 72 dan 73. Artikel ini ditulis oleh Yuswohadi, Direktur Eksekutif MIM (MarkPlus Institute of Marketing) dan penulis Buku "Crowd: Marketing Becomes Horizontal".

Silahkan klik fotonya kalau ingin membaca artikel tersebut.


Tulisan versi blognya ada di bawah ini:
---------------

Minggu lalu saya ketemu mas Iim Rusyamsi, Rosihan, dan mbak Inez dari komunitas Tangan Di Atas (TDA). Lama ngobrol dengan mereka banyak pelajaran yang saya dapat. Cerita mereka mengenai bagaimana TDA “beroperasi” membuat saya takjub. Takjub, karena model komunitas yang saya bayangkan selama ini, yaitu apa yang saya sebut “VALUE-CREATING COMMUNITY” berlangsung dalam format sederhana di komunitas yang baru berusia 3 tahun ini.

Sebelumnya saya membayangkan value-creating community ini hanya ada pada kasus-kasus hebat seperti komunitas Linux, komunitas Mozila Firefox, komunitas programer amatir Nokia, komunitas InnoCentive, komunitas Wikipedia, atau komunitas Facebook. Tapi rupanya cikal bakal komunitas pencipta nilai ini sudah ada di negeri ini. Saya pun berharap komunitas seperti TDA ini bisa menjadi model terbentuknya komunitas-komunitas sejenis secara massal di negeri ini.

Bermula Dari Blog

Sebagai background ada baiknya jika saya ceritakan sedikit sejarah berdirinya komunitas ini. Komunitas ini didirikan oleh Badroni Yuzirman yang berawal dari sebuah blog yang ditulisnya. Dari blog yang cenderung “memprovokasi” pembacanya untuk menjadi pengusaha itu kemudian tercetus ide melakukan kopi darat dalam bentuk talkshow dengan menghadirkan Haji Ali, salah satu tokoh sukses yang sering diceritakan di blog tersebut.

Dari talkshow itulah diperkenalkan “Tangan Di Atas” sebagai nama komunitas ini, yang kemudian diperluas tafsirnya menjadi pengusaha atau pedagang. Para peserta kemudian ditantang untuk langsung take action memulai bisnis dengan membuka kios di ITC Mangga Dua. Untuk memperlancar komunikasi, koordinasi dan diskusi mengenai problem bisnis mereka, maka dibuatlah mailing list. Mailing list itu kemudian dibuka untuk umum dengan anggota mencapai ratusan orang.

Dalam rumusan visi-misinya, komunitas ini memiliki tujuan mulia mencetak pengusaha kaya yang gemar memberi kepada sesamanya. Bahkan di dalam misinya secara jelas ditargetkan komunitas ini berambisi mencetak 10.000 pengusaha miliarder sampai dengan tahun 2018. Untuk mewujudkannya, mereka menggunakan medium komunitas. Kenapa? Karena mereka meyakini bahwa dengan berbagi, saling mendukung, memecahkan persoalan bersama, dan bersinergi satu sama lain, persoalan seberat apapun akan mudah terpecahkan.

Jumlah anggota komunitas ini sampai saat ini sudah sekitar 5000 orang tersebar di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Malang, Member komunitas ini secara umum dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, TDA (Tangan Di atas), yaitu member yang sudah full berbisnis dan dalam upaya meningkatkan bisnisnya ke jenjang lebih tinggi. Kedua, TDB (Tangan Di bawah), yaitu member yang masih bekerja sebagai karyawan dan sedang berupaya untuk pindah kuadran menjadi TDA. Ketiga, Ampibi, yaitu member yang masih dalam tahap peralihan dari TDB ke TDA dengan melakukan bisnis secara sambilan.

Untuk memfasilitasi para member-nya komunitas ini telah menjalankan beragam kegiatan produktif yang begitu padat. Kegiatannya mulai dari seminar, workshop, pameran, diskusi online, webinar, business coach, buka kios bersama, leverage game, CSR, kelompok-kelompok diskusi Mastermind, dan sebagainya. Semua kegiatan itu dijalankan untuk memasilitasi dan mengantarkan member menjadi TDA yang sukses.

Value-Creating Community

Balik ke topik semula. TDA saya sebut value-creating community karena sekelompok orang yang punya minat, keinginan, dan visi yang sama bergabung, berkomunikasi, berinteraksi, berkolaborasi, berdiskusi, saling belajar, saling bertukar informasi, saling memberi ide, dan saling memberi solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Berbeda dengan komunitas-komunitas yang ada sebelumnya, komunitas ini memanfaatkan web 2.0 tools dan social media seperti blog, milis, Facebook, Multiply, Yahoogroups, YM, dan lain-lain untuk memasilitasi aktivitasnya. Saya kira MASS COLLABORATION dalam format yang sederhana terjadi di dalm komunitas ini.

Mereka membentuk komunitas untuk mengambil manfaat dari apa yang oleh James Surowiecki disebut ”WISDOM OF CROWD”. Mereka meyakini prinsip dasar bahwa ”WE are smarter than ME”: bahwa sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama pasti hasilnya jauh lebih bagus, lebih sempurna, lebih hebat, lebih solid, lebih cepat, lebih efisien, lebih produktif. It’s the power of crowd. Mereka melakukan apa yang disebut kolaborasi secara kolektif di antara member untuk menciptakan nilai. Istilah kerennya: ”mass collaboration for value creation”.

Menariknya, proses komunikasi dan kolaborasi itu berlangsung secara horisontal dan natural. Horisontal, karena di dalam komunitas itu tak ada sebuah otoritas formal yang mengontrol kerja dari komunitas ini. Kalaupun di situ ada mas Iim dan timnya, itu lebih bersifat memfasilitasi, bukan mengatur apalagi menginstruksikan dan mengontrol kerja dari komunitas ini.

Di sini tak ada kooptasi dari Kementrian Koperasi dan UKM; tidak ada instruksi dari Kementrian Pemuda dan Olah Raga; tak ada dana INPRES. Mereka juga tidak menjual proposal ke World Bank atau IMF. Mereka bukanlah komunitas malas yang menunggu datangnya subsidi dan bantuan dari pemerintah atau lembaga donor. Semua kebutuhan dana dicukupi sendiri secara mandiri, kalau perlu pakai saweran. Itu pula sebabnya UKM-UKM binaan pemerintah atau LSM selalu loyo, tak pernah bisa sesolid mereka. Kenapa? Karena mindset dan landasan berpikir komunitas yang dibangun Pemerintah dan LSM 180 derajat berbeda dengan komunitas ini.

Karena mereka memiliki ”mimpi besar” yang sama untuk menjadi great entrepreneur, mereka mampu menyatukan langkah dan menyingkirkan semua persoalan yang menghadang untuk mewujudkan mimpi tersebut. Mereka membentuk apa yang saya sebut ”network of trust” yang memungkinkan komunitas ini bekerja secara seamless, ”self-managed ”, self-coordinated”, ”self-governed” berdasarkan pola kerja bersama yang mereka sepakati. Itu sebabnya mas Iim menyebut komunitas ini: ”trust-based community”.

Jujur, selama berbulan-bulan menulis CROWD: ”Marketing Becomes Horizontal” saya mendambakan adanya sebuah komunitas penciptaan nilai yang mampu memberikan kontribusi besar bagi negeri ini. Sebuah komunitas yang mampu memberdayakan setiap potensi individu dan mengambil manfaat dari kekuatan collective wisdoms. Selama menulis buku waktu itu memang yang ada di benak saya adalah komunitas Linux, komunitas Mozila Firefox, komunitas YouTube, komunitas InnoCentive. Tapi rupanya, dalam format yang sederhana tapi down to earth, value-creating community itu sudah hadir di negeri ini.

Dua minggu lalu saya surprise, karena value-creating community yang memanfaatkan social media ini juga telah hadir dalam format yang sederhana di dunia sastra. Dalam artikelnya, Sastra Pun Berdiaspora, (Minggu, 11 Januari 2009), Kompas menengarai munculnya fenomena ”era booming sastrawan”. Kata Kompas, saat ini sedang terjadi boom munculnya sastrawan-sastrawan baru dalam jumlah yang besar, yang lahir tak hanya dari kalangan sastrawan tapi juga dari kalangan mahasiswa, anak-anak SMA, remaja-remaja gaul, buruh pabrik, ibu rumah tangga, anak jalanan, hingga pembantu rumah tangga.

Bagaimana boom sastrawan ini bisa terjadi? Biangnya adalah media sosial yang memungkinkan siapaun kita bisa membicarakan, berdiskusi, membaca, dan menulis puisi. Media sosial itu bisa berupa komunitas-komunitas penggandrung sastra (contohnya di tulisan itu: Komunitas Bunga Matahari, Komunitas Lingkar Pena, dsb) juga media-media sosial seperti situs-situs Blogspot, Multiply, Worpress, Friendster, atau Facebook.

Para penggiat sastra itu membentuk “crowd” atau komunitas yang menjadi medium bagi mereka untuk belajar, bertukar pikiran, berdiskusi, dan akhirnya menghasilkan karya. Proses penciptaan karya sastra kini sudah tidak dilakukan secara sendiri-sendiri (merenung di pucuk gunung atau di pinggir pantai yang sepi) tapi melalui social media seperti komunitas online atau situs jejaring sosial seperti Facebook untuk mengambil manfaat dari adanya “wisdom of crowd” seperti halnya yang terjadi pada komunitas TDA.

“Sejuta Bill Gates”

Ngobrol panjang dengan mas Iim, mas Rosihan, dan mbak Ines tentang TDA mengingatkan saya tentang buku powerful yang ditulis Thomas Friedman, The World Is Flat. Dalam buku itu Friedman memprediksi munculnya ”jaman keemasan” di mana akan lahir 3 miliar individu dari India, Cina, Rusia dan beberapa negara industri baru seperti Brasil, Malaysia, hingga Vietnam yang saling berkolaborasi sekaligus berkompetisi secara virtual-global untuk menghasilkan inovasi-inovasi dan value creation dalam kuantitas dan kualitas yang tak terbayangkan dalam sejarah umat manusia.

Tiga miliar individu itu akan merupakan spesialis-spesialis yang saling berinteraksi, saling sharing knowledge, saling berkolaborasi kerja satu sama lain untuk menghasilkan invasi-inovasi besar sekelas Linux atau membentuk perusahaan hebat sekelas eBay atau Google. Ketika 3 miliar individu itu memiliki akses kepada perangkat-perangkat kolaborasi (tools of collaboration) berbasis internet maka mereka akan menjadi spesialis yang siap untuk ”plug & play” di dalam jaringan kerja virtual-global yang sangat efisien, seamless, self-governed, dan sangat powerful.

Di dalam jaringan ini, betul-betul yang menjadi main driver-nya adalah individu—nggak ada lagi negara, nggak ada lagi IMF atau WTO, nggak ada lagi multinational corporation. Karena itu Friedman menyebut saat itu sebagai era pemberdayaan individu: ”Individual empowerment”.

Karena energi dan potensi individu terlepaskan (”unleash”) dengan adanya mass collaboration, maka dunia nantinya akan mampu memproduksi orang hebat macam Bill Gates atau Steve Jobs bukan hanya dalam jumlah puluhan atau ratusan, tapi bisa mencapai miliaran. Friedman bahkan sudah menyebutkan angka pastinya: 3 miliar. Miliaran individu hebat akan menghasilkan jutaan inovasi hebat, jutaan teknologi hebat, jutaan perusahaan hebat, jutaan organisasi hebat, alangkah indahnya.

Terus terang saat membaca hipotesis itu, saya berguman Friedman sedang ngelantur. Namun begitu seminggu lalu saya mendengar cerita mas Iim, mas Rosihan, dan mbak Inez, saya jadi takjub: ”Rupanya apa yang divisikan Friedman bukanlah omong kosong.”

Seperti Friedman saya bermimpi (”I have a dream …” kata Martin Luther King), kehadiran TDA dan ”TDA-TDA lain” yang bakal menyusul akan mampu melahirkan sejuta entrepreneur hebat sekelas Bill Gates di Indonesia. Saya tidak muluk-muluk seperti Friedman. Tak usah ”3 miliar”, didiskon cuma jadi ”sejuta” saja sudah alhamdulillah. Jadi dengan mass collaboration, kini kita sedang menyongsong sebuah era keemasan di mana akan lahir sejuta Bill Gates di negeri ini. Saya menyebut era itu ”ERA SEJUTA BILL GATES”

…Mari kita songsong: ”ERA SEJUTA BILL GATES”

Kamis, 12 Maret 2009

Gila Beneran Versi Madoff


Hari ini saya kaget membaca sepak terjang Madoff. Kompas hari ini menulis, pria yang sudah berusia 71 tahun ini (lahir 29 April 1938) terancam dihukum 150 tahun. Dia terancam hukuman seberat ini karena telah berhasil memecahkan rekor melakukan penipuan terbesar sepanjang sejarah manusia.

Lebih dari 23 lembaga kelas kakap telah berhasil masuk perangkap orang tua ini. Jaksa menghitung, total kerugian akibat skema Ponzi ciptaan Madoff adalah 170 milyar dollar. Metode skema Ponzi adalah memberikan bunga tetap 10% kepada investor.

Tabloid Kontan 15 Desember 2008 menulis, Dengan skema Ponzi, Madoff membayar investor lama dengan uang investor baru. Skema piramid ini akan terus berlanjut, dan baru berakhir ketika tak ada lagi duit baru yang masuk.

Biasanya, skema Ponzi takkan berlangsung lama. Namun Madoff berhasil menjalankannya bertahun-tahun. Tapi, krisis menyingkap tabir Madoff. Nasabahnya mulai menarik uangnya, dan tak banyak setoran dana baru. Madoff pun kolaps.

Investor bisa tertipu lantaran Madoff mengirimkan pernyataan rinci kepada investor. Beberapa kali ia melaporkan ratusan perdagangan saham individu per bulan. Investor yang hendak menarik uangnya pun dengan mudah mendapatkannya dalam beberapa hari saja.

Lagi pula, resume Madoff tak tercela. Ia merupakan salah satu broker yang menggagas pendirian bursa Nasdaq. Pada 2001, perusahaan Madoff, Bernard L. Madoff Investment Securities LLC, bahkan menjadi salah satu dari tiga besar market maker di bursa Nasdaq.

Alhasil, selama beberapa dekade, Madoff mengantongi dua reputasi di antara investor. Banyak orang kaya New York dan Florida menganggapnya jagoan investasi terpercaya. Pihak lainnya, skeptis dan bertanya-tanya tentang return-nya yang selalu stabil. Mereka curiga dengan ketertutupan perusahaan dan auditor tak terkenal yang mengaudit perusahaan. Pihak yang membela Madoff akhirnya harus melihat realitas ketika pada 11 Desember 2008 FBI menangkap orang yang sudah renta ini.

Adalah kebetulan atau tidak ya, namanya kok ya Madoff. Kalau suku kata ini dipisah kan menjadi 'Mad' dan 'off'. 'Mad' bisa berarti: gila, marah, ketagihan. Adapun 'off' artinya: mati, salah, batal, sial, jauh, jatuh, mustahil. Kok nggak ada positifnya babar blas... :).

Pelajaran yang sangat berharga adalah, penawaran investasi yang menjanjikan return tetap pastilah berlaku curang. Kondisi perekonomian yang tidak tetap tidak mungkin menghasilkan keuntungan tetap terus menerus. Bisnis bisa untung dan kadang juga rugi.


Ekonomi berbasis riil tidak mungkin bisa menjanjikan bunga pasti. Win-win solution dari bisnis berbasis riil adalah sistem bagi hasil. Kalau ada yang berani menjanjikan keuntungan pasti dan tetap, bisa dipastikan bisnisnya berbasis non riil alias bisnis "balon" yang tidak riil dan berbahaya.

Sampai sekarang saya masih sering mendapat penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan pasti dan pasti untung. Maka kita harus menolak penawaran investasi seperti ini karena tidak jelas basisnya, dan cenderung menipu.


foto: economist

Kamis, 05 Maret 2009

Pidato Caleg

Pada acara Festival Entrepreneur Indonesia yang diadakan dalam rangka Milad ke-3 TDA pada 28 Feb-1 Maret 2009 kemarin, saya bertemu dengan seorang Caleg merangkap Ketua Dewan Pembina "UKM". Meski saya sudah lama mendengar namanya, namun baru kali itu saya bertemu muka dengan beliau. Tidak bisa dipungkiri bahwa sang Caleg ini cukup tampan.....


Maka tidak aneh kalau semua peserta sudah kena tebar SUAPnya. Ya, semua peserta, tidak terkecuali, meski banyak yang tidak menyadari.


Ternyata di dalam amplop terdapat sebuah naskah teks pidato. Pidato yang sangat "menyentuh". Pidato pergerakan....


Silahkan klik fotonya satu persatu kalau ingin melihat secara komprehensif.

Terima kasih.
Wassalam.

Selasa, 24 Februari 2009

Pede Asumsi

Saya masih ingat, kira-kira dua tahun lalu ada pameran mengenai UKM di Gedung Pusat UKM Jakarta. Saat itu ada stand GKBI (Gabungan Koperasi batik Indonesia).

Saat itu GKBI membuka stan bukan dalam rangka berjualan batik tetapi mereka mencari mitra pengusaha supaya para pengusaha, khususnya UKM, bersedia menjadi anggota portal mereka.

Setelah ngobrol dengan penjaganya saya menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh mulia. "Kami berusaha menjembatani antara pengusaha Indonesia, khususnya UKM, dengan pasar manca negara," kata mereka.

Saya masih belum mengerti dengan apa yang mereka katakan hingga kemudian salah satu dari mereka menjelaskan, "Saat ini sebenarnya banyak pengusaha kita yang punya potensi dan daya saing bagus di manca negara, tetapi mereka belum bisa menembus pasar asing karena selama ini yang menentukan adalah para buyer atau agen."

"Para buyer lah yang menentukan produk mana yang bisa dipasarkan dan mana yang tidak. Mereka juga yang menentukan spesifikasi produk yang harus dibuat. Padahal, apa pun produknya selalu ada pasarnya. Selalu ada konsumennya, tambah sang penjaga stan.

Sebuah logika yang masuk akal dan bagus, pikir saya. Saya setuju dengan pemikiran mereka. Apa pun produknya selalu ada konsumennya. Saat itu GKBI ingin para pengusaha UKM kita mampu menjangkau langsung pasar retail asing yang potensinya sangat besar.

Para agen dan buyer sebenarnya juga tidak salah. Mereka sudah mempunyai segmen sendiri-sendiri. Jadi produk yang masuk ke mereka juga harus sesuai dengan segmennya. Padahal jumlah dan macam segmen sangat beragam dan tidak seragam. Segmen-segmen ini potensinya bisa jadi jauh lebih besar dari apa yang dimiliki para agen. Dan para pengusaha kita belum mampu menembus langsung segmen ini.

Keadaan yang sama sebenarnya juga terjadi di dalam negeri. Sebagai produsen kita sering berhadapan dengan pihak yang kita anggap sebagai pedagang besar. Sebagai pedagang besar pesanan mereka kepada kita mungkin memang signifikan. Karena punya pengaruh yang besar tidak jarang mereka lah yang menentukan apa yang harus kita buat dan apa yang tidak boleh kita produksi. Dan sering pula kita tunduk kepada kemauan mereka. Padahal apa pun yang kita buat sebenarnya ada pasarnya.

Minggu lalu kami mendapat pelajaran yang sangat berharga. Ketika mendapat kesempatan berpameran di Balai Sidang Senayan JCC, kami memiliki produk yang kami unggulkan. Sebagai produk unggulan maka stok dipersiapkan dengan baik supaya cukup untuk "diborong" selama lima hari. Ternyata produk andalan kami kurang meyakinkan konsumen. Tidak banyak pengunjung yang membeli produk andalan ini. Padahal stok yang kami sediakan sangat cukup.

Kondisi yang sebaliknya ternyata terjadi pada produk yang sebenarnya masih kami ragukan. Produk yang sebenarnya masih masuk kategori prototype ini ternyata mampu menyedot perhatian pengunjung. Produk baru ini ternyata mampu menjadi "magnet" bagi stan kami. Banyak pengunjung yang masuk ke stan kami karena ingin menyentuh dan mempelajari produk 'percobaan' ini. Dan akhirnya memutuskan membeli padahal harganya paling mahal di antara semua produk yang kami pajang.

Yang menarik, bagi orang yang sudah lama bergerak di bidang garmen, produk kami banyak dikritik. Salah seorang dari mereka mengatakan bahwa produk kami kurang ini-kurang itu. Harusnya begini-harusnya begitu. Menurut definisi garmen produk kami sebenarnya bukan termasuk kategori ini maupun kategori itu. Dan masih banyak lagi kekurangannya.

Juga ketika salah satu pengunjung yang mengaku faham mode mengamati produk ini. Dia berpendapat bahwa produk yang sangat disukai konsumen ini sebenarnya salah definisi dan "peruntukan". Dia memberi banyak kritikan (anggap saja sebagai masukan) bagaimana seharusnya membuat produk yang "benar".

Ketika para pengamat garmen maupun mode selesai memberi banyak kritikan bagi produk kami, dan kemudian kami tanya balik mengapa malah ini yang sangat disukai konsumen? Mereka terdiam. Mereka cuma tertawa. Dan kembali mereka berbicara mengenai definisi-definisi.

Dari pada menghabiskan waktu untuk sesuatu yang kurang bermanfaat, mereka pun kami abaikan. Lebih baik melayani konsumen yang terus masuk ke stan kami karena adanya "magnet" produk 'percobaan' ini.

Saya kemudian ingat dengan perkataan sutradara andal Garin Nugroho. "Apa pun produknya selalu ada pasarnya," kata Garin. Saya pun membuktikan hal ini. Kalau pasar kita adalah para pemakai (end user), maka kita bebas berkreasi apa saja. Jangan hiraukan komentar para pemain lama yang logikanya sudah "terjebak" pada pakem-pekem yang sudah tidak relevan pada realitas.... Wallahu a'lam

Rabu, 11 Februari 2009

Sareh, Seleh

"Apa sih resepnya awet muda? Kok Ibu masih tampak muda, sehat, dan cantik terus?"

"Biasa saja, kita harus selalu ikhlas menjalani hidup. Tiap masalah jangan dibawa jadi berat. Kita harus selalu ceria...."

Itulah sekelumit obrolan antara ibu-ibu, yang hampir semuanya berpenampilan trendy, dengan Dr. Hj. BRA Mooryati Soedibyo, SS, M.Hum. Banyak sekali ya titelnya. Sebagai catatan, titel itu adalah titel beneran, bukan titel-titelan.

BRA adalah singkatan Bandoro Raden Ayu, sebuah gelar bangsawan dari Kraton Solo. Dia adalah Cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X, raja Kraton Solo yang paling cemerlang. Adapun gelar doktor didapatnya dari Universitas Indonesia. Pada usia 76 tahun Bu Mooryati memutuskan melanjutkan S-3 di UI. Dan pada usia 80 tahun, tepatnya pada 16 Mei 2007, resmi menyandang doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji: Dr. Rhenald Khasali, Dr. Budi W.Soetjipto, Dr. Firmansyah dan Dr. Ruslan Prijadi. Disertasinya adalah "Kajian Terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO) Perusahaan Keluarga Indonesia (Menurut Perspektif Penerus)".

"Ah, masa cuma itu? Kok jawabannya sama dengan mbak Titik Puspa," komentar ibu-ibu yang merubungnya.

"Kalau memang itu jawabannya, saya harus jawab apa?" balas Bu Mooryati sambil ceria.

Terus terang saya sebenarnya tidak mengikuti obrolan antara Bu Mooryati dengan ibu-ibu pejabat, sebagian besar pejabat di daerah. Saya juga tidak tahu bagaimana ending pembicaraan mereka. Yang saya tahu setelah itu Bu Mooryati harus rela berdiri berlama-lama karena harus meladeni keinginan ibu-ibu yang antri untuk foto bareng. Saya mendapatkan cerita ini dari salah seorang kru dokumentasi yang meliput acara itu.

Yang ketiban rezeki tentu saja pada kru dokumentasi. Foto-foto yang mereka buat semuanya ludes dibeli meski harganya, tentu saja, sangat "beda".

Sareh dan seleh adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya ya ikhlas. Kalau kita sudah mampu ikhlas maka semua masalah yang kita hadapi menjadi biasa. Masalah memang harus dipecahkan tapi tidak harus menguras hati kita sehingga bisa mempengaruhi pelayanan kita kepada orang lain.

Pada acara yang diadakan minggu lalu, saya sendiri melihat Bu Mooryati memang tampak sehat dan selalu senyum. Tanda fisik yang menunjukkan bahwa beliau sudah usia senja adalah harus didampingi kalau menaiki tangga.

Meski awalnya kurang yakin dengan cerita kru dokumentasi, pembuktian itu akhirnya datang juga. Ketika Bu Mooryati mendatangi stand kami, dan saya harus menerangkan produk yang dipajang, dan jarak antara saya dengan Bu Mooryati kurang dari satu meter, ternyata benar.

Wajahnya halus banget. Saya tidak melihat keriput di wajahnya, padahal make up nya (yang saya tahu) tidak tebal. Ketika tangannya menunjuk sebuah produk memang tampak ada kerutan, tapi kerutan itu tidak banyak.

"Kok bisa ya seorang ibu yang sudah kepala delapan masih seperti ini, maksudnya, masih sehalus ini," kata saya (dalam hati tentu saja).

Ingin tahu jawabannya? Silahkan bertanya pada salah satu ahlinya, yaitu Oma Ning Harmanto. Kalau aksesnya luambaaat coba ke sini. :)

Jumat, 30 Januari 2009

Kepantasan

Beberapa hari ini mungkin ada di antara kita yang mendengar perubahan perilaku beberapa figur publik.

Saya sendiri sebenarnya bukan pemerhati kehidupan mereka, tapi beberapa kali mata ini sering tertodong oleh iklan media yang menampilkan kehidupannya. Salah satu tokoh mengalami perubahan perilaku semenjak namanya banyak dikenal massa. Ketika materi datang melimpah bak air bah, dan ketika namanya banyak diagungkan kalangan muda, sang idola ini pun berubah menjadi sosok yang lain. Dia menjadi tidak peduli dengan keluarga dan perilakunya menjadi kasar.

Perubahan ini membuat keluarga heran dan tidak mengerti. Perilaku kasar yang sering mereka alami membuat trauma. Hingga pada suatu ketika berubah menjadi gerah, dan menggugat pisah. "Dia boleh kembali kepada kami dengan satu syarat, yaitu kembali ke sosok semula, menjadi pribadi yang sama dengan ketika dia belum terkenal," kata sang istri.

Tokoh yang lain, meski kasusnya beda, endingnya sama. Sebelum namanya melambung dia adalah sosok yang sederhana dan santun, hormat pada orang tua dan mencintai keluarga. Tapi begitu dinobatkan menjadi ikon kaum muda, dia pun berubah. Perilakunya menjadi temperamental, suka memukul istri, tidak menghiraukan keluarga. Dan karena tabiatnya yang sudah jauh melenceng akhirnya dia diberi vonis pisah oleh keluarganya.

Ketenaran dan kelimpahan materi ternyata menimbulkan problem yang besar. Keberhasilan, yang oleh orang luar sangat diidamkan, ternyata mendapat sambutan sebaliknya oleh keluarganya, orang-orang terdekatnya. Apanya yang salah? Ada yang mengatakan orang-orang ini sebenarnya belum siap mental mendapat kedudukan seperti sekarang ini. Perubahan yang demikian cepat dari bukan apa-apa menjadi 'apa-apa' membuat mental mereka limbung. Akibatnya perilaku mereka pun berubah dengan cepat pula. Ada juga yang berpendapat orang orang ini sebenarnya belum pantas menyandang predikat sebagai figur publik.

Jadi karena sebetulnya belum punya kepantasan menyandang kedudukan tertentu maka yang terjadi adalah keguncangan jiwa, ketidak tenteraman hidup.

Apakah selama ini banyak diantara kita yang rajin berdoa meminta rezeki yang banyak tapi yang diharapkan tak kunjung datang? Saya yakin kok banyak (termasuk saya mungkin, hehe). Mengapa doa kita tak kunjung dikabulkan Allah? Jangan-jangan di mata Tuhan kita memang belum punya kepantasan mendapatkan apa yang kita inginkan. Kalau Allah langsung memberi semua yang kita minta bisa jadi hidup kita malah berantakan dan jauh dari rasa tenteram. Lalu bagaimana supaya doa kita lebih cepat terkabul? Ya kita harus membangun kepantasan diri di mata Tuhan bahwa kita memang sudah layak mendapat apa yang kita minta.

Apakah kita masih ingat waktu masih anak-anak kita minta uang pada ibu/ayah kita? Apa reaksi orang tua ketika kita minta uang? Tentu saja kita akan ditanya, "buat apa?" Kalau kita tidak bisa menjawab, maka orang tua yang bijak tidak mungkin langsung memberi.

Begitu pula ketika kita berdoa. Jangan-jangan kita belum punya rencana (proposal) apapun terkait doa kita. Kita minta rezeki melimpah tapi sama sekali belum punya rencana mau diapakan dengan harta itu seandainya doa kita terkabul. Maka wajar saja kalau Allah masih menahan keinginan kita. Tapi kalau sudah punya rencana kongkrit yang mendatangkan maslahat bagi banyak orang, mudah-mudahan kita sudah punya kepantasan yang cukup untuk terkabulnya doa kita. Wallahu a'lam


ilustrasi : djunaedird