Selasa, 26 Oktober 2010
Batik Unik Tanah Liek
Setahun sudah batik diakui Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya atau UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Batik yang selama ini dikenal sebagai budaya masyarakat Jawa, ternyata juga dijumpai di Sumanik, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Masyarakat di sana menyebutnya dengan batik tanah liek, yang artinya batik tanah liat. Uniknya, tak seperti di Jawa, mereka memproduksi batik yang direndam dalam tanah liat untuk memunculkan warna yang berbeda. Proses perendaman untuk membuat batik ini dilakukan sebelum dan sesudah pembuatan. Pewarnanya pun berasal dari tumbuhan, seperti getah gambir untuk warna merah atau getah kulit jengkol untuk warna hitam.
Batik Ranah Minang punya ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan batik Jawa, baik corak mapun warna. Terutama, media pewarna dasar kain berupa tanah liat dengan cara merendam dasar kain yang belum dibubuhi motif batik ke dalam larutan tanah liat. Perendaman ini bisa memakan waktu lebih dari satu hari untuk mendapatkan ketahanan warna tanah yang menyatu dengan kain. Setelah itu, kain dicuci bersih lalu dibubuhi motif batik, seperti kaluak paku, itiak pulang patang, parang rusak, maupun motif berupa kekayaan flora dan fauna alam Ranah Minang.
Di Sumbar, sentra batik tanah liek ada di tiga daerah, yakni Padang dengan Batik Monalisa, di Dharmasraya dan Pesisir Selatan. Meski sama-sama batik tanah liek, namun motif di masing-masing daerah berbeda-beda sesuai topografi dan kekayaan alam masing-masing. Di Dharmasraya misalnya, selain motif dasar, juga ada pembaharuan motif seperti bunga sawit yang terinspirasi dari bunga sawit yang mekar di perkebunan sawit yang banyak terdapat di daerah ini.
Batik tanah liek adalah batik khas Minangkabau yang motifnya dibuat dari pewarna berbahan tanah liat. Tak ada catatan sejarah sejak kapan kerajinan batik tanah liek muncul di Sumatera Barat. Tetapi diyakini telah dikenal masyarakat Minang sejak abad ke-16 dan digunakan sebagai kain adat. Diduga batik ini muncul dari pengaruh kebudayaan Cina dan hanya dibuat beberapa orang perajin seperti di Tanah Datar. Tapi kerajinan ini hilang tanpa jejak sejak zaman peperangan, mungkin zaman pendudukan Jepang. Hingga kemudian diperkenalkan kembali pada 1994.
Proses pembuatan sehelai batik tanah liek tulis yang memakan waktu satu hingga dua bulan ini menjadikan harga warisan budaya dari Ranah Minang tersebut mencapai Rp 2 juta sehelainya. Anda berminat mengoleksinya?
sumber: RumahBatik.com
Senin, 04 Oktober 2010
Dari Nongkrong Terbitlah Bisnis
Kamis sore kami kedatangan jurnalis Warta Kota setelah sebelumnya sepakat untuk bertemu. Mereka tertarik untuk menulis usaha kami karena dianggap unik .Pembicaraan sangat santai dan mengalir....
Sehingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan saatnya salat Isya. Padahal yang efektif untuk wawancara kurang dari satu jam. Berarti tempat kami memang cocok buat nongkrong, ngobrol, menunggu... :)
Pembicaraan kami ternyata dimuat di Warta Kota edisi Minggu, 3 Oktober 2010. Terima kasih Warta Kota
Langganan:
Postingan (Atom)