Jumat, 23 Januari 2009

Pingin tapi Takut


Semua orang punya keinginan: Ingin bahagia, ingin selalu sehat, ingin banyak uang, ingin dihormati. Tapi kenyataan menunjukkan, sangat banyak orang (mungkin sebagian besar) takut melewati "jalan" yang mengarah ke impiannya.

Kata Pak Mario Teguh, berapa banyak karyawan yang ingin berubah tapi takut melewati "jalannya". Sebagai manusia yang punya fitrah bersih, pada dasarnya tidak ada karyawan yang ingin dusta pada orang lain. Tidak ada karyawan yang ingin memanipulasi data. Tidak ada karyawan yang mau nyogok aparat pajak yang datang. Tidak ada karyawan yang ingin nyuap petugas PLN yang memergoki kalau pabrik/kantornya mencuri listrik. Tidak ada karyawan yang bersedia melakukan pemalsuan data ke bank supaya bisa mendapatkan kredit. Dan masih banyak lagi daftar perbuatan negatif yang bisa dibuat di sini.

Pertanyaannya, mengapa karyawan akhirnya bersedia melakukan perbuatan dosa, perbuatan melawan hukum dan melawan nurani ini? Jawabannya tentu saja sangat klasik: Takut dipecat. Hanya karena takut dipecat atau diturunkan jabatannya inilah mereka bersedia melayani keinginan atasan dan menempuh "jalan" yang jelas-jelas berlawanan arah dengan impiannya.

Padahal impian ingin bahagia, ingin selalu sehat, ingin banyak uang, ingin dihormati, dan sebagainya tidak mungkin bisa ditempuh dengan cara-cara dan perilaku nista seperti itu. Kalau logika ini dihadapkan pada karyawan maupun pengusaha saya yakin mereka setuju, tapi akan langsung disela dengan kata "tapi..."

"Kalau saya dipecat keluarga makan apa? Bagaimana saya membiayai sekolah anak-anak? bagaimana saya bisa membayar kebutuhan rutin?"

Di sinilah keimanan kita yang sebenarnya diuji. Berapa banyak dari kita yang mengaku beriman kepada Allah tapi melakukan perbuatan yang jelas-jelas berlawanan dengan keinginan-Nya. Tuhan hanya meridloi yang bersih, yang jujur, yang amanah. Kita berteriak beriman tapi tidak yakin dengan jalan-Nya.

Lalu, bagaimana solusinya? Hanya satu, harus berubah. Keinginan berubah ini sebenarnya ada di benak lebih dari 60% karyawan. Mengapa saya berani mengatakan lebih 60% karyawan ingin berubah? Karena lebih 60% karyawan sebenarnya bekerja di tempat yang tidak mereka inginkan. Apakah data ini valid? Saya tidak tahu pasti karena saya mendengar data ini di acara 'Busniness Art with Mario Teguh' tadi malam. Nah , bebaslah saya dari soal validitas data... :)

"Kalau saya berubah, bagaimana kalau gagal?" Pertanyaan ini sangat wajar. Tapi kita juga harus ingat, kegagalan itu hanya terjadi jika kita berhenti. Kalau kita tidak berhenti maka tidak ada kegagalan. Yang ada adalah 'belajar'.

Kalau sudah memutuskan berubah, berarti sudah sukses. Kalau sudah memutuskan meninggalkan perbuatan nista dan memilih jalan-Nya, yaitu jalan menuju impian, berarti sudah sukses. Maka kesuksesan awal ini tidak boleh membuat kita berhenti. Allah akan menguji kesuksesan kita. Tuhan akan menguji keseriusan kita. Kita akan diuji dengan berbagai halangan dan rintangan.

Dalam menghadapi ujian ini tidak jarang kita akan 'jatuh'. Bisa jadi kita jatuh di atas "kaki" kita. Tapi tidak jarang kita jatuh di atas "kepala" kita. Yang dibutuhkan dalam ujian ini adalah keteguhan mental kita, kekuatan motivasi kita.

Apakah kita bisa memilih, jika jatuh tapi tidak merasa jatuh?

Bisa, pilihlah bidang pekerjaan yang menjadi hobi kita. Pekerjaan yang akan membuat kita bisa lupa makan, pekerjaan yang membuat kita betah melakukannya terus menerus sampai larut, pekerjaan yang membuat kita bahagia.

Hanya orang yang mencintai pekerjaannya yang akan berlaku jujur, dan akan menempuh jalan yang selaras dengan impiannya: Ingin bahagia, ingin selalu sehat, ingin banyak uang, ingin dihormati.

ilustrasi: mediaforidea

2 komentar:

  1. Wow, mantap pak tulisannya, jadi inget hobi-hobi saya dulu niy, mau saya coba explore lagi ah...

    Thanx

    Taufan
    www.plazamuslim.com

    BalasHapus