Sebenarnya tulisan ini sudah lama, dibuat pada Oktober 2011, Sampai sekarang ternyata tetap relevan, karena tidak banyak perubahan.
*****
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menargetkan batik menjadi motor 
penggerak ekonomi nasional. Untuk mencapai target itu, Mari beserta 
beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Solidaritas Istri Kabinet
 Indonesia Bersatu (SIKIP) II, istri para duta besar, yayasan dan 
komunitas Pecinta dan Peduli Batik mendampingi Ibu Negara dan Ibu Wakil 
Presiden mengunjungi sentra batik di Pekalongan Jawa Tengah.
Pada
 siaran pers dia menyebut, kunjungan kerja yang berkaitan dengan 
perayaan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober kemarin, dapat dijadikan 
momentum bagi pemangku kepentingan untuk pengembangan produksi batik 
sebagai motor penggerak ekonomi serta alat diplomasi.
Meski 
demikian, dia menyadari, penetrasi produk batik di pasar domestik masih 
terkendala berbagai hal. Tim Penyusun Cetak Biru Batik 2011 Kementerian 
Perdagangan mendata hal-hal yang menghambat penggunaan produk batik 
secara intensif di pasar dalam negeri.
Kendala pertama, katanya, 
diawali soal ketersediaan peralatan membatik. Dari 19 sentra batik di 
Indonesia, hanya ada enam usaha pembuat canting, 31 usaha pembuat cap 
batik, dan 10 usaha pembuat campuran malam. Padahal, total usaha batik 
yang tersebar di Pulau Jawa berjumlah 15.293 unit. 
Kendala 
kedua, soal fluktuasi harga kain mori yang digunakan sebagai media 
batik. Harga kain mori yang terdiri dari dua jenis yaitu mori primisima 
dan mori prima mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan akibat 
peningkatan harga kapas sejak 2009.
Selanjutnya, kendala ketiga, 
berkaitan dengan kemampuan manajemen, teknik mencanting atau mengecap 
halus, dan pewarnaan batik. Secara keterampilan, perajin di sentra batik 
memiliki kemampuan rata-rata sebesar 91,7%.
Kendala keempat, 
jelas Mari, lebih berkaitan dengan calon konsumen. Hasil survei Tim 
Penyusun Cetak Biru Batik 2011 ternyata pencitraan batik pada calon 
konsumen menjadi penentu penetrasi produk tersebut di pasar domestik.
Selain
 itu, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat juga pernah menyebut, 
pengembangan industri batik nasional itu dihadang tiga masalah utama. 
Masalah pertama yang menghantui adalah soal kurangnya regenerasi perajin
 batik.
Masalah kedua, soal bahan baku batik yaitu gondorukem. 
Penghasil bahan baku itu kurang berminat mengalokasikan gondorukem 
berkualitas baik untuk kebutuhan dalam negeri. Perum Perhutani cenderung
 mengekspor gondorukem berkualitas bagus ke luar negeri.
Untuk 
mengatasi hal itu, dia berjanji akan mendiskusikan hal itu dengan Perum 
Perhutani agar sewaktu-waktu bermusyawarah dengan perajin dan asosiasi 
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum mengekspor. 
"Perundingan itu akan menyangkut tentang harga," katanya.
Lalu 
problem ketiga, soal pendidikan perajin batik yang belum memahami 
potensi batik sebagai bisnis. Dia mengatakan, bakal bekerja sama dengan 
Kementerian Pendidikan agar seluruh sentra industri untuk mengatasi hal 
itu. "Saya akan membuat industri batik jadi industri unggulan," ucap 
Mari.
sumber: 
Kontan