Rabu, 11 Agustus 2010

Batik Tradisional Cirebon yang Rawan


Sekitar 400 motif batik tradisional Cirebon, yang belum terlindungi, menimbulkan kekhawatiran di kalangan seniman. Pihak asing bisa "mencuri" hak ciptanya bila pihak berwenang Indonesia tidak segera mendaftarkan motif-motif ini.

"Kami khawatir pihak asing dapat mengklaim motif-motif ini. Hal ini bisa menempatkan kami di tempat yang buruk, "kata Katura
, dari asosiasi pengrajin batik Cirebon.

"Kami mendesak pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah ini."

Dia menambahkan bahwa perlindungan dan dukungan pemasaran dari pemerintah dan pemkot/pemkab sangat dibutuhkan untuk membantu mengembangkan industri batik yang selama beberapa generasi telah terpelihara dengan baik. "
Mayoritas pengrajin batik di Cirebon telah menghadapi kesulitan dalam melakukan penetrasi pasar baik domestik atau internasional," kata Katura

"Kurangnya promosi menjadi salah satu sebab batik Cirebon kurang terkenal dibandingkan batik dari daerah lain. Hanya sedikit yang benar-benar masuk ke pasar domestik," katanya.

Dikenal sebagai batik Trusmi, yang merujuk pada sentra produksi batik terbesar di Kabupaten Plered, Cirebon, batik diyakini telah ada sejak abad ke-14, setelah pembentukan kesultanan Kasepuhan Cirebon. Proses pembuatan batik, kata Katura, pada awalnya dikembangkan di dalam kesultanan, dan kemudian menyebar ke masyarakat luas, mencapai daerah pesisir di kawasan itu.

"Batik Trusmi terkenal karena dua motif utama: keratonan dan pesisiran," kata Katura, batik Trusmi merupakan generasi kedelapan pengrajin.

Motif keratonan, dikembangkan di dalam kompleks kesultanan, dicirikan dengan motif-motif ornamen istana digambarkan dalam warna gelap, didominasi oleh hitam dan coklat. Contoh motif ini termasuk Panji Sumirang, Naga Seba, Sawunggaling dan Mega Mendung.

Motif pesisiran, di sisi lain, dikembangkan di daerah pesisir dan didominasi oleh
motif flora dan fauna, dengan warna-warna cerah seperti merah, hijau, dan biru. "Meskipun kedua motif jarang diproduksi akhir-akhir ini, mereka masih ada," kata Katura. "Fakta bahwa motif tradisional ini sulit untuk ditemukan adalah karena sebagian besar pengrajin memproduksi batik yang disesuaikan dengan tren pasar," tambahnya.

Batik kini menjadi produk ketiga bernama Warisan Dunia Non-benda, setelah Wayang (wayang kulit) dan Keris.

Unesco menamakan wayang sebagai "Mahakarya Lisan dan Warisan
Kemanusiaan Non-bendawi" pada bulan November 2003. Dan memberikan Keris status yang sama pada bulan November 2005.

Sumber:
Nana Rukmana, The Jakarta post via batikindonesia.info

foto: seniqU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar