Minggu, 08 Maret 2015

Asupan Down Syndrome

Tulisan menarik dari Bu Nunki Suwardi :
-----

“Dok, anak saya penderita Down Syndrome. Umur 12 bulan berat badannya hanya 7 kg. Karena berat badannya kurang, saya konsul ke dokter gizi. Anak saya disuruh makan daging 500 gr harus habis 3 hari. Tiga bulan hanya naik setengah kilo. Periksa lab anak saya didiagnosis ginjalnya RTA atau bocor. Kok bisa ya dok?”, tanya seorang ibu dengan sedih.

Tadi siang suami saya, Dr. Suwardi, menjadi pembicara bagi komunitas Persatuan Orang Tua dengan Anak Down Syndrome. Saya tidak mendengar jawaban suami karena sibuk urusan lain. 

Tapi di perjalanan pulang suami curhat, “Ya ampun anak 12 bulan disuruh makan daging sebanyak itu. Ya jebol lah ginjal tuh anak. Tapi ayah nggak tega ngomong pada si ibu jika dietnya itu penyebab bocor ginjal anaknya. Kasihan nanti jadi kepikiran”.

“Lha emang berapa gram sih maksimum makan daging sehari ?”, tanya saya.

“40 (empat puluh) gram. Itu pun sebaiknya 4-5 hari sekali, bukan tiap hari. Kebayang kan kepayahannya ginjal anak sekecil itu mencerna daging sebanyak itu tiap hari”, jelas suami. “Lagipula, mau tiap hari makan daging sekilo pun tuh anak nggak bakal naik berat badannya”, imbuh suami.

“Lho kok bisa?”, tanya saya bingung.

“Karena anak-anak down syndrome itu kekurangan asetilkolin yang memproduksi hormon pertumbuhan agar berat badannya bisa naik. Jadi mau dimakanin daging berapa pun ya percuma”.

“Lha terus harus makan apa dong biar berat badannya naik?”.

“Makan makanan yang mengandung banyak enzim untuk merangsang hormon pertumbuhan yaitu makanan yang masih fresh yang kurang diolah dengan pemanasan seperti sayur segar, buah-buahan, kacang2an dan ikan. Enzim itu nanti yang merangsang produksi asetilkolin. Kalau daging kan perlu pemanasan tinggi jadi enzim nya semua mati”, jelas suami.

Sambil menunggu lampu merah, mata suami menerawang, “Ayah nggak ngerti cara pikir teman-teman sejawat. Kok nggak mikir ya gimana nanti itu makanan diolah oleh tubuh dan dampaknya ke organ. Kasihan kan si anak sampai jadi korban gitu. Para peserta tadi juga banyak yang bengong dengar penjelasan ayah. Mereka nggak ngerti anak-anak down syndrome itu metabolismenya rentan sehingga sebaiknya menghindari makanan berpengawet, pewarna, tinggi gula dan sintetik seperti chiki-chikian, minuman instan, dan sejenisnya. Harusnya anaknya diberi makanan sealami mungkin agar sehat”.

“Wajar aja kalau nggak ngerti. Lha dietnya saja bisa salah hingga fatal begitu”, hibur saya.

“iya ya. Ayah juga sedih angka penderita down syndrome makin naik”, kata suami.

“Bukannya itu penyakit keturunan atau gara-gara melahirkan di usia resiko?”, tanya saya.

“Down syndrome itu penyakit genetik. Bukan karena melahirkan di umur beresiko atau keturunan. Penyebabnya itu karena gen yang normal berubah jadi rusak sehingga lahir anak-anak down syndrome. Gen itu bisa rusak karena tidak menjaga gaya hidup. Kebiasaan makan Junk Food, minum nggak sehat, merokok, gaya hidup amburadul, stres tinggi. Berapa pun umurnya tapi kalau hidupnya nggak benar ya beresiko melahirkan anak down syndrome”, jelas suami. “Bisa juga selnya normal tapi mengalami gangguan saat zygot bertemu karena tubuh dipenuhi banyak terpapar toksin”.

Hmm... ngeri juga ya, batin saya. Bersyukur saya dikaruniai tiga putri yang cantik-cantik dan cerdas. Padahal saat itu kesadaran saya untuk hidup sehat belum muncul. Makan apa saja yang penting enak dan biasa begadang ngerjain tugas kampus dan kerjaan kantor.

Sebenarnya saya ingin langsung tidur merebahkan badan. Tapi saya tak ingin apa yang saya tahu terlewat untuk dibagi. Mungkin ada teman yang berencana memiliki anak jadi tahu pentingnya menjaga tubuh tetap sehat agar lahir anak yang sehat pula. Mungkin juga ada teman yang memiliki anak, keluarga atau kerabat dengan down syndrome terbantu olehnya.

Semoga bermanfaat dan selamat berakhir pekan.

Salam,
Nunki Suwardi

Pusat Studi & Pendidikan Psikologi Komunikasi Bawah Sadar
Studi integratif bahasa tubuh - tulisan tangan - intuisi - fisiognomi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar