Senin, 05 Mei 2008

Bajumu adalah Dirimu


Penampilan seseorang ternyata membawa pengaruh terhadap 'keberuntungan' yang akan mereka temui.

Sabtu malam kemarin saya terkesan dengan sebuah acara di televisi swasta. Acara itu menayangkan riset sederhana yang dilakukan oleh sebuah televisi asing. Dengan kamera tersembunyi produser acara ingin tahu apakah pakaian yang dikenakan seseorang bisa mempengaruhi empati orang lain di sekitarnya.

Pada tahap pertama, sang aktor mengenakan pakaian rapi, pakai dasi, jas, dan sepatu yang mengkilap. Juga dia membawa tas kantor yang cukup elegan. Dengan pakaian rapi seperti ini dia diminta berperan seperti orang sedang mabuk yang akan mengendarai mobil sendirian. Dalam skenarionya aktor ini keluar dari toko makanan sambil sempoyongan, membawa botol minuman keras, berusaha membuka mobil, dan nyopir sendiri.

Bagaimana reaksi masyarakat sekitar yang melihat laki-laki itu?

Ternyata sebagian besar, hampir semua, merasa kasihan dengan 'masalah berat' yang sedang dihadapi pria itu. Ada beberapa yang mengamati saja, tapi tidak sedikit yang berusaha mencegah sang aktor untuk tidak nyopir mobil. Ada yang mentraktir minum sambil mengajak ngobrol. Ada seorang ibu sepuh yang sangat keras mencegah aktor itu masuk mobil. Ada juga beberapa orang berusaha menutupi pintu mobil dengan badannya supaya sang 'pemabuk' tidak bisa masuk. Dan masih banyak lagi.

"Saya jadi ingat anak saya ketika melihat pria itu berusaha masuk mobil. Saya tidak ingin 'anak' saya celaka di jalan," kata ibu sepuh kepada reporter acara itu.

Bahkan ada yang berusaha menghubungi polisi ketika dia tidak berhasil mencegah pria necis tapi mabuk itu masuk ke mobilnya.

Jadi hampir semua orang yang lewat merasa prihatin dan tidak menginginkan pria ini mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.

Pada tahap kedua, produser acara mendandani aktor dengan pakaian seadanya. Kaos lusuh, pakai topi juga lusuh, sepatu kets, celana jins.

Adegannya sama. Sang aktor keluar dari toko makanan sambil menenteng botol minuman keras, berjalan sempoyongan, masuk mobil, dan nyopir sendiri.

Reaksi masyarakat sekitar ternyata jauh berbeda. Mayoritas orang yang lewat hanya melirik sekilas, bahkan ada yang mencibir, dan membiarkan pria mabuk ini 'celaka' .

Sebuah survey sederhana namun cukup menggambarkan penampilan kita mempengaruhi apresiasi orang lain kepada kita.

Memang pakaian rapi tidak identik dengan perilaku positif.

Sabtu kemarin kawanan perampok dengan santai dan leluasa mencuri perhiasan dalam jumlah cukup banyak di Menteng, Jakarta Pusat. Pembantu rumah tidak sadar kalau mereka sedang dirampok. Orang-orang di depan rumah juga tidak tahu kalau yang datang adalah perampok.

Kawanan ini datang dengan pakaian sangat rapi, pakai batik, dan wangi, plus mobil mulus. Datangnya pun dengan menjunjung tinggi sopan santun. Mereka pergi juga dengan sangat santai, murah senyum.

Ternyata mereka hanyalah kawanan perampok.

Setidaknya pakaian rapi memang mengundang simpati...........

1 komentar:

  1. Pak Abduh,

    Ini mengingatkan saya beberapa tahun yang lalu;

    Sebuah perusahaan telah disatroni pencuri dipagi hari sekitar jam 7. Pada saat pencurian, seorang karyawannya yang datang lebih pagi menyaksikan aksi para pencuri tanpa melakukan tindakan apapun. Tidak menanyakan, siapa mereka, kenapa barang pada diangkutin, dan atas instruksi siapa ini dilakukan.

    Dia hanya menyaksikan sampai para pencuri pergi mambawa barang-barang tersebut.

    Kita perlu kewaspadaan terhadap segala sesuatu, karena pada era globalisasi ini semua kemungkina, semua cara akan dilakukan orang untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

    Wassalam,
    Syamsul
    http://www.wsyakinah.com
    http://www.syaarar.com

    BalasHapus