Liburan Lebaran baru saja usai. Jakarta kembali kepada keadaan normal, macet dan polutif. Libur Lebaran kali ini mungkin bisa masuk buku rekor sebagai liburan terpanjang di dunia.
Selama 11 hari praktis kegiatan ekonomi formal berhenti berdenyut. Mesin-mesin pabrik berhenti berputar, kantor pelayanan publik tutup pintu, anak-anak sekolah diminta belajar di rumah, karyawan dan PNS diminta "silaturahmi".
Lebaran juga bisa berarti bebas. Bebas dari rasa haus di siang hari. "Bebas" ngrasani sejawat, bebas ngenet dan menikmati yang "plus" nya juga tanpa takut pahala puasanya hilang.
Hari pertama pasca libur Lebaran juga berarti pulang dini. Hampir semua sekolah hanya mengadakan salaman guru-murid, murid-murid, guru-guru, guru-pak Bon, murid-pak Bon. Setelah itu, pulang deh. Yah, semacam ajang pemanasan untuk kegiatan esok pagi. Artinya liburannya "diperpanjang" satu hari lagi.
Bagi karyawan hari pertama setelah liburan adalah salam-salaman, saling memaafkan, saling cerita. Ada yang bercerita tentang trik bebas dari jebakan pantura dengan aman, bagaimana rasanya ke Solo menghabiskan waktu 24-an jam (normal 11 jam). Ada juga yang cerita bagaimana harus menjadi "hansip" di kompleksnya karena tidak mudik. Tidak sedikit juga yang harus sowan ke orang tua pada hari Jumat padahal dia ikut lebaran Sabtu. Artinya dia masih puasa ketika saudara yang lain sudah merayakan makan siang hari.
Dan tiba-tiba jam makan siang sudah berdentang. Semua ke luar mencari kantin, resto, cafe, warung,warteg, dan sebangsanya. Di sana obrolan soal dinamika pantura, Lebaran Jum'at/Sabtu, motor yang kempes di jalur mudik kembali terulang. Hari pertama diisi dengan warming up supaya esok bisa kerja dengan lebih baik. Dan pulang dini pun terlihat di jalanan di Ibu Kota. Artinya banyak kantor hari kerja efektifnya ya dimulai pada Selasa.
Lebaran tahun ini, kata Pemerintah, melibatkan tidak kurang dari 14,8 juta pemudik di seluruh Indonesia. Ya, hampir lima belas juta penduduk serentak mengadakan perjalanan 'spiritual' mengunjungi tempat asal, tempat kelahiran, tempat bermain waktu kecil. Sebuah perjalanan yang sebenarnya kurang nyaman, dengan biaya yang lebih mahal dari biasanya, dengan waktu tempuh yang lebih panjang, resiko lebih tinggi, plus berdesak-desakan di moda angkutan kelas ekonomi. Tapi seperti kata mas Roger Hamilton, kalau melakukannya dengan enjoy maka ketidak nyamanan tersebut menjadi tidak terasa.
Pemerintah membuat asumsi bila tiap pemudik membelanjakan uangnya Rp 2 juta untuk Lebaran kali ini maka dana yang mengalir ke luar Jakarta kurang lebih Rp 29,6 triliun. Jumlah yang tidak sedikit. Untuk menghadapi derasnya aliran dana ke daerah maka BI menyiapkan dana tunai khusus Lebaran Rp 45 triliun.
Jadi libur Lebaran sebenarnya bukan berarti berhentinya kegiatan ekonomi tapi aktivitas bisnis bergeser ke sektor informal. Semua merasakan ketiban rezeki: toko pakaian, toko roti, warung makanan, toko oleh-oleh, barang kerajinan, tempat wisata, kebun binatang, anak-anak tetangga, penjual balon, pengemis, pak ogah, (mungkin) aparat lalu lintas, dan lain-lain merasakan kenaikan omset luar biasa.
Tapi yang lebih penting adalah Lebaran sebenarnya bukan merupakan akhir dari ujian. Tetapi Lebaran adalah permulaan dari implementasi pelatihan kita. Selama sebulan penuh kita dilatih mengendalikan nafsu: Tidak boleh minum kala haus, harus pandai menjaga ucapan, bisa mengendalikan emosi.
Sebagaimana seorang pilot yang baru selesai menjalani pelatihan di ruang simulasi. Kualitas pilot yang sesungguhnya akan tampak ketika dia benar-benar memegang kemudi pesawat yang sesungguhnya: Bagaimana cara dia mengatasi masalah darurat, apa yang dilakukannya kalau tiba-tiba satu mesin mati, tindakan apa yang harus diambil jika roda tidak mau keluar saat akan mendarat, dan sebagainya. Kalau masih di simulator bisa jadi dia sangat mahir karena tidak ada resiko apa pun yang akan menimpa.
Begitu juga dengan kita. Kualitas puasa kita akan tampak manakala kita sudah berada di luar Ramadhan. Jika kita makin dermawan, jika keinginan berbagi menjadi lebih besar, jika pelayanan kita kepada orang lain makin baik, berarti pelatihan sebulan kita tidak sia-sia. Amin.
Met lebaran pak abduh, thanks telah menyambut saya di milis TDA.
BalasHapusDan kebetulan saya saat ini sedang baca2 blognya bapak.
Wah bapak bisnisnya udah tingkat "export impor" nich kayaknya, dan ada foto dgn brad sugar yang terkanl di bisnis proverty. wah ....
salut pak !
Salam
Partisimon Partogi