Selasa, 09 Oktober 2007

Optimis

"Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku," demikian bunyi salah satu hadis Nabi. Kalau kita berprasangka baik terhadap Allah maka yang baik lah yang akan kita terima. Begitu pula sebaliknya, kalau kita berprasangka buruk kepada Tuhan maka keburukan pula yang akan menimpa kita.

Ada salah satu huruf Cina yang cara membacanya betul-betul diserahkan kepada kita. Kita bisa membacanya sebagai musibah tapi kita juga dapat melihatnya sebagai peluang. Bentuk hurufnya sama. yang berbeda adalah cara membacanya. Semuanya tergantung bagaimana pikiran kita. Otak kita sedang optimis atau lagi dilanda pesimis.

Banyak masalah kalau kita melihatnya dari sudut pandang yang berbeda bisa berubah menjadi peluang. Ada contoh menarik.

Di Makasar kalau pas bulan Ramadhan, tiba-tiba di sekitar masjid Agung banyak sekali pengemis yang stand by 24 jam. Tidak kalah dengan UGD di rumah sakit mereka dengan sigap "menjemput" setiap jemaah yang menuju atau meninggalkan masjid. Setiap tahun jumlah pengemis ini makin lama makin bertambah banyak. Pengurus masjid tidak dapat begitu saja menyuruh mereka meninggalkan area masjid. Tapi keberadaannya sudah mulai benar-benar mengganggu lingkungan tempat ibadah itu.

Di tengah problema yang tampaknya tidak ada jalan keluar ini ada salah satu pengurus yang jeli. Dia melihat kalau pas Ramadhan jumlah yang shalat di masjid Agung ini bertambah banyak secara signifikan. Apalagi kalau menjelang berbuka puasa. Banyak sekali masyarakat yang lebih senang menghabiskan waktu ngabuburit di masjid. Yang dikerjakan jemaah ini tidak banyak. Mereka hanya duduk-duduk, tiduran, dan sedikit yang membaca Al-Quran.

Antara para pengemis dan orang yang hanya tidur-tiduran di masjid sebenarnya tidak ada bedanya. Yang mereka kerjakan hanya menunggu tanpa melakukan apa pun. Dalam hal ini pengemis masih lebih baik, meski mereka hanya menunggu tapi kewaspadaan mereka tidak diragukan lagi. Sang pengemis segera tahu siapa saja yang layak "dibuntuti" dan yang tidak masuk hitungan.

Dari pada sama-sama menunggu maka alangkah baiknya kalau "partai" pengemis ini diberdayakan. Oleh pengurus masjid mereka diminta menawarkan jasanya untuk memijit para jemaah yang hanya tidur-tiduran. Rupanya kiat ini mendapat respon positif. Jadilah puluhan pengemis, hampir semuanya anak-anak, akhirnya beralih profesi menjadi pemijit di sore hari. Dengan cara ini ternyata pendapatan mereka lebih besar dibandingkan mengemis. Selain itu ada pelajaran yang sangat berharga, aktualisasi mereka lebih dihargai, mereka pun lebih pede.

Di Sidoarjo ada contoh lain lagi bagaimana menyikapi kondisi negatif menjadi positif. Di sana puluhan warga korban lumpur Lapindo berhasil keluar dari sikap pesimis menuju optimis. Mereka dengan jitu bisa membaca tren yang terjadi di lingkungannya.

Liputan yang luas di media massa mengenai lumpur Lapindo membuat daerah itu menjadi terkenal. Semua orang akhirnya tahu kalau di Jawa Timur ada tempat yang bernama Sidoarjo. Sebuah tempat yang kini telah berubah manjadi lautan lumpur hasil kecerobohan manusia.

Banyak orang yang penasaran dan ingin melihat dari dekat apa yang terjadi di sana. Tidak sedikit yang rela mengeluarkan biaya tidak sedikit demi mengobati rasa ingin tahunya. Keadaan ini lah yang dibaca oleh sebagian masyarakat korban lumpur.

Akhirnya mereka pun memutuskan membuat area lumpur lapindo menjadi obyek wisata. Semua rombongan yang datang dipungut parkir 5000 rupiah. Bagi yang ingin sampai puncak tanggul dikenakan karcis "masuk" Rp 2000. Sedangkan bagi yang ingin melihat dari dekat pusat semburan lumpur disediakan ojek dengan ongkos Rp 3000.

Masih ada lagi. Di sana juga dijual aneka cinderamata yang berhubungan dengan lumpur lapindo. Tidak ketinggalan dijual juga VCD tentang ke-lumpur-an yang telah makan banyak korban. Luar biasa.

Satu lagi contoh menarik bagaimana kita seharusnya mampu mengubah kondisi negatif menjadi positif optimis. Cerita ini saya ambil dari bukunya Ustad Yusuf Mansur.

Pak Riyadi adalah seorang karyawan jujur tanpa cacat yang telah bekerja lebih 15 tahun di sebuah pabrik elektronik. Pada suatu hari dia dihadapkan sebuah dilema. SPP anaknya sudah 5 bulan menunggak. Agus terancam dilarang masuk sekolah. Pak Riyadi belum menemukan jalan keluar. Dia bingung. Pekerjaannya di bagian gudang. Baginya sangat mudah kalau mau berbuat curang. Tapi pak Riyadi bertahan untuk tetap jujur.

Akhirnya imannya goyah ketika dia betul-betul tidak menemukan jalan keluar. Dia ambil hanya satu compo buat dijual. SPP anaknya akhirnya selamat.

Ketika akhirnya perusahaan mengadakan pemeriksaan siapa yang mengambil compo pak Riyadi tidak termasuk yang dicurigai karena reputasi kejujurannya. Tapi hati pak Riyadi tidak tenang. Dia merasa dikejar2 dosa. Pak Riyadi akhirnya melapor kalau dia lah yang mengambil compo.

Ternyata perusahaannya benar2 tidak punya tenggang rasa. Pengakuan jujur ini diberi "hadiah" berupa PHK. Jadi lah pak Riyadi menganggur dengan pesangon cuma Rp 2 juta.

Beruntung Pak Riyadi tidak putus asa. Dengan pesangon yg ada dia buka bengkel motor. Karena kejujurannya pelanggannya makin hari makin banyak. Bahkan banyak yang rela masuk waiting list. Tepat tahun 2006 kemarin pak Riyadi, istri, dan ibunya sudah mampu melaksanakan ibadah haji berkat usahanya membuka bengkel motor.

Kalau Anda penasaran dengan pak Riyadi, silahkan mampir di Berkah Motor, letaknya di pertigaan jalan antara Ketapang dan Gondrong di Tangerang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar