Sudah lama saya tidak bertemu dengan teman saya yang satu ini. Kalau dilihat dari umur dan pengalaman dia jauh lebih berpengalaman dibanding dengan saya. Teman saya ini, sebut saja Pakne, sudah menekuni dunia usaha lebih dari 20 tahun lalu. Selama waktu itu sudah banyak asam-garam yang dia rasakan.
Begitu pula kalau dilihat dari kemampuan intelektual. Dia adalah mahasiswa yang lulus pertama di angkatannya. Bacaannya banyak. Wawasannya luas. Gagasannya cemerlang. Pergaulannya lintas negara.
Namun ada hal yang sampai sekarang mengherankan saya. Perusahannya tidak kunjung besar. Pernah sih pada tahun 80-an dia termasuk salah satu pengusaha ternama di Tanah Air tapi sayang sekali itu tidak berlangsung lama. Usahanya bangkrut. Teman-temannya, yang selama ini menjadi partner usahanya, meninggalkan dia sendirian.
Tadinya saya mencibir rekan-rekan bisnisnya yang dengan enaknya meninggalkan Pakne sendirian. Belakangan saya tahu ternyata penyebab bubarnya kongsi ini karena perilaku Pakne sendiri yang sangat tidak transparan.
Pakne berusaha bangkit. Dengan keyakinannya dia bangun sendiri usahanya. Sempat sedikit membesar, tapi bangkrut lagi. Dia berusaha lagi dengan menggandeng pihak luar. Sempat memunculkan harapan. Ternyata tidak berlangsung lama. Joint operation ini pun akhirnya bubar.
Dengan idenya yang cemerlang dia membangun bisnis lain. Dia bikin produk unik. Teman manca negaranya ikut membantu pemasarannya. Jadi lah dia pemain ekspor. Usaha ini berjalan cukup lancar selama setahun.
Tidak disangka datang lah Cina dengan produk serupa. Tentu saja harganya jauh lebih murah. Buyer manca negara minta nego ulang karena ada produk sejenis dari Cina yang lebih murah. Pakne terlalu pede. Dia tidak mau nego. Buyer nya berpaling ke 'lain hati'. Pakne tidak dapat berbuat banyak, habis!
Pakne berusaha bangkit lagi. Dia berusaha menembus pasar lokal. Disamping itu dia juga menggandeng pihak luar untuk bisnis yang lain lagi. Pasar lokal tak kunjung bisa ditembus. Kerja sama dengan pihak luar bermasalah. Tidak ada pilihan. Joint operation ini lagi-lagi bubar. Belakangan saya tahu. Lagi-lagi penyebab masalahnya adalah Pakne yang sangat tidak transparan.
Saya sering ngobrol dengan anak buah Pakne. Ternyata selama ini karyawannya sangat tidak nyaman dengan atmosfir kantor Pakne. Ternyata juga Pakne secara hukum bermasalah dengan hampir semua mitra bisnisnya.
"Pakne sebenarnya pinter merekrut karyawan jempolan. Tapi tidak lama. Mereka semua akhirnya memilih hengkang," kata salah satu dari mereka. "Pakne tidak ragu memecat karyawan kalau dia dikritik," kata yang lain lagi.
"Dia kelihatannya mendiamkan kita kalau kita berbuat salah. Tapi kalau Pakne marah semua kesalahan kita diungkit2. Semua catatan dosa kita keluar semua," kata salah satu karyawan paling senior. "Akibatnya kita bekerja bukan karena kesadaran tapi karena takut dengan Pakne," tambahnya.
Saya tahu Pakne sebenarnya punya pengetahuan agama yang sangat bagus. Tapi yang membuat saya heran adalah dia tidak ragu berbuat apa saja asal keinginannya tercapai. "Kok kayak Machiavelis," tanya saya pada suatu hari. "Yah secara prinsip dia memang Machiavelis," jawab salah satu manajernya.
Sebenarnya saya sudah agak melupakan Pakne. Tapi tiba-tiba saya dikejutkan dengan SmartFM ketika pada Kamis pagi kemarin Anthoni Dio Martin berbicara tentang Toxic Leader.
"Ada 7 ciri toxic leader," kata Anthoni Dio Martin:
1. Manajemen katak: Sikut kiri sikut kanan.
2. Senang dengan loyalitas buta dari karyawannya.
3. Suka mencipta ketakutan di kalangan anak buahnya.
4. Suka mengungkit kesalahan anak buah.
5. Memburuknya kondisi tim: Karyawan-karyawan bagus pergi.
6. Sangat tidak transparan, suka berbicara yang mengandung makna ganda.
7. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.
Saya benar-benar kaget. Semua ciri tersebut kok ada pada Pakne. Saya baru tahu ternyata inilah penyebab mengapa bisnis Pakne tidak pernah mengalami kemajuan. Semoga saja Pakne mendengarkan SmartFM. Selama ini tidak ada orang yang bisa memberi nasehat Pakne...
Weleh mantab ustad, thanks atas pencerahannya
BalasHapusKalau besok hari kiamat, dan kita masih memegang 1 biji korma maka tanamlah.
BalasHapusSuef
Pak Abduh ....
BalasHapusnapa ya ... saya demen banget dengan gaya bertutur bapak.
Easy ....
tapi bikin greget untuk ga habisin baca walopun isi posting kadang mengharuskan panjang.
Salut .. salut Pak ....
Wah hebat mas... Saya Salut dengan mas, mungkin suatu saat kita bisa ngobrol2 lbh bnyak
BalasHapusMada
www.mahadaya.com
www.entrepreneurpartner.wordpress.com
Untuk bapak F1 ..... ulasan yang simple, kerangka dan point yang jelas.....suka :)dapet gitu loch... tunggu suguhan berikut nich....
BalasHapus