Inilah wajah sepatu saya. Ya, inilah sepatu yang biasa saya pakai ke kantor dua tahun lalu.
Sejak Maret 2006 alas kaki tersebut resmi saya kandangkan. Dan karena saya bukan tipe seorang penyimpan barang yang baik, ya beginilah jadinya.
Sejak saya resmi menjadi manusia 'merdeka', frekwensi alas kaki itu saya pakai bisa dihitung dengan jari tangan.
Untuk pergi kemana-mana saya merasa sangat nyaman hanya dengan mengenakan sepatu sandal. Sepatu sandal kulit yang khusus saya pesan di Solo. Saya bisa pesan sesuai dengan keinginan saya. Istilah kerennya, sangat customized. Meski saya dibuatkan khusus, harganya tidak beda dengan toko sepatu kulit yg bertebaran di mal-mal, alias terjangkau, tidak 'wah'.
Hanya pada acara-acara tertentu saja saya 'terpaksa' mengaktifkan sepatu ini, seperti menghadiri undangan pernikahan atau bertemu dengan orang-orang yang saat ini diberi amanah oleh Negara memegang jabatan tertentu. Dan ini membuat saya sibuk membersihkan dan menyemir sehingga kelihatan pantas dikenakan masuk ke kantor gedongan.
Namun, barangkali, mulai minggu depan saya terpaksa agak mengaktifkan kembali alas kaki ini. Sebabnya, kemarin pagi saya tiba-tiba ditelpon oleh salah satu BUMN besar. Mereka mengetahui nama saya setelah membaca majalah WK-nya Pak Isdiyanto.
Mereka menginginkan bertemu saya, mengundang saya ke kantor mereka. Mereka ingin membicarakan usaha yang saya geluti, mengajak kerja sama, ingin... bla...bla...bla....
Terima kasih kepada Pak Is yang telah menjadi 'jembatan'. Pak Is memang punya visi dan pandangan jauh ke depan. Majalah WK cukup telaten 'mengawal' para member TDA membangun 'tangga' ke atas.
Dan 10 tahun nanti, ketika banyak member TDA sudah 'jadi' dan cukup 'mewarnai' Negeri ini, otomatis WK juga 'mewarnai' dan 'terwarnai'. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar