Selasa, 06 November 2007

Apa Kegiatan Anda ketika TDA?

"Apa yang sampeyan lakukan di rumah ketika sudah full TDA?" tanya sahabat saya tiba-tiba ketika kami bertemu di sebuah acara.

Pertanyaan itu sebenarnya sangat simpel, sederhana, jelas, dan lugas. Tapi pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan tersebut cukup membuat saya kaget dan gelagapan untuk menjawabnya.

Saat itu saya tidak bisa langsung menjawabnya. Detik itu tidak ada kalimat yang bisa keluar dari mulut saya. Untuk menutupi kebingungan maka yang saya lakukan hanya tertawa dan mengatakan bahwa pertanyaan itu sangat bagus. Bagus sekali.

Kalau salah satu goal dari anggota komunitas ini adalah 100% menjadi TDA (Tangan Di Atas) alias jadi pengusaha, pemberi, dan bukan jadi orang gajian lagi, maka pertanyaan sederhana di atas sangat relevan.

Sebagai karyawan kegiatan kita sehari-hari sangat lah standar: Pagi buta sudah harus keluar rumah, berjibaku dengan pangguna jalan lain memperebutkan sejengkal aspal, menghabiskan 2-3 jam di jalanan, menghirup udara yang sangat polutif, kadang juga meneriakkan anggota Ragunan kalau kendaraannya 'digunting' orang lain. Di jalanan ini lah mungkin sebagian besar energi dihabiskan. Dan karena sering menyebut-nyebut 'saudara tua' yang tinggal di Ragunan tentu saja tingkat stres nya bertambah.

Sedangkan bagi yang naik kendaaan umum, mengejar Mayasari Bhakti jelas sekali memerlukan energi yang setara dengan olahragawan. Belum lagi di dalam bis kaki ini mesti hati-hati memilih pijakan. Salah-salah yang kita injak adalah kaki karyawati (ada untungnya sih, bisa kenalan), bukan lantai bis. Tentu saja energi kita makin terbuang kalau yang kita injak adalah kaki pengamen.

Tiba di tempat kerja langsung berhadapan dengan rutinitas. Ada memang yang pola kerjanya sangat dinamis tapi jumlahnya pasti lebih sedikit. Energi yang dipakai di tempat kerja adalah energi sisa yang sudah banyak terbuang di jalanan.

Jam 12 teng semua meninggalkan satu rutinitas menuju rutinitas lain, makan siang. Di tempat makan ini barangkali kita bisa refreshing. Di samping bisa istirahat kita juga bisa melihat 'pemandangan' lain yang tidak bisa dijumpai di tempat kerja.

Jam 13 menurut peraturan sudah harus kerja lagi, rutinitas lagi. Meski tidak jarang yang nambah jam istirahat atau bertemu rekan sejawat hingga jarum pendek jam bisa tiba-tiba mengarah ke angka 3. Dan jam 17 tepat kembali kita harus berjibaku berebut sejengkal aspal dalam rangka 'menengok' keluarga di rumah. Dikatakan 'menengok' karena waktu untuk orang yang kita cintai lebih sedikit dibanding dengan waktu buat bos.

Apakah kegiatan ini membosankan? Maybe yes maybe no. Bagi orang yang memandang dari kejauhan kegiatan ini sungguh membosankan dan menyiksa. Tapi bagi para pelaku bisa jadi ini adalah kegiatan yang menyenangkan. Bisa karena biasa. Tresno jalaran soko kulino. :)

Nah bagaimana kalau tiba-tiba kita memutuskan menjadi manusia merdeka. Manusia yang bisa mengatur diri sendiri. Yang hidupnya tidak dikendalikan pihak lain?

Pagi hari tiba-tiba kita tidak punya kesibukan super. Tiba-tiba kita bisa menyaksikan anak kita berangkat ke sekolah. Tiba-tiba kita bisa melihat tukang sayur, tukang sol sepatu, penjual ayam keliling, penjual beras, mobil menjajakan perabot, penjual remote control, tukang las, dan lain-lain.

Tiba-tiba pula ada tetangga yang bertanya, "Pak kok sekarang di rumah saja?". Barangkali kita mendengar tetangga yang ngobrol kalau kantor kita bangkrut. Atau kita dipecat karena berantem dengan bos yang tidak tahu persoalan perusahaan. Dan masih banyak lagi...

"Memang semuanya perlu transisi," jawab saya kepada sahabat yang masih penasaran dengan hari-hari jadi TDA. Dan transisi yang paling penting harus disiapkan dengan baik adalah menyiapkan mental keluarga kita sendiri. Apa yang harus dilakukan kalau tiba-tiba anak kita bertanya, "Kok bapak sekarang tidak ngantor lagi?"

Kalau mental keluarga sudah siap, sudah mendukung langkah kita, maka keputusan menjadi TDA adalah berkah. Berkah yang sangat besar.

Dan tiba-tiba tiap pagi saya selalu punya kesibukan sendiri. Kesibukan produktif. Menjadi 'aktivis' Jakarta adalah kesibukan yang (menurut saya) kurang produktif.

2 komentar:

  1. Persis Pak Abduh.. :) masa transisi dari TDB menjadi TDA walah bener banget bingung mau ngapain hehehe yg sebelumnya biasa terskejul di kantor..

    BalasHapus
  2. TDA?.....weleh...weleh....pingin kerja di vila pribadiku yang di Ubud bersama keluarga, berada dalam ruangan kantor vila ditemani Laptop dengan view perbukitan asri dan dekat aliran sungai diiringi kicawan burung-burung di atara pepohonan, setelah capek berenang deh.....ha2. Disitu ngak ada tetangga yang nanya-2

    BalasHapus