Selasa, 26 Juni 2007
Umpan Balik
"Dunia Barat sedang mengalami krisis hebat. Kebahagiaan menjadi barang langka di sana. Tingkat perceraian keluarga mencapai 50%, tertinggi di dunia. Generasi mudanya terancam mengalami kehilangan prestasi dengan banyaknya pecandu narkoba dan perbuatan2 kriminal. Ini semua terjadi karena mereka telah meninggalkan nilai-nilai universal berupa kejujuran, sifat peduli, dan terlalu mengagungkan materialisme," demikian kira-kira rangkuman bukunya Danah Zohar yang berjudul Spiritual Capital. Untuk mengatasi krisis itu Barat harus kembali kepada nilai-nilai universal, kembali kepada Spiritualisme.
Guru Besar Fisika di MIT (bukan MBandung Institute of Technologi :)) ini berpendapat hanya dengan kembali kepada Tuhan atau Spiritualisme orang akan mencapai kebahagiaan. Hanya saja Danah Zohar sampai saat ini mengaku tidak menganut satu agama pun. "Kenyataannya, banyak tokoh agama yang tetap berbuat jahat. Artinya mereka beragama tapi tidak punya kecerdasan spiritual," kata Danah Zohar. Inilah yg menyebabkan ahli Fisika Kuantum ini memilih "menemui Tuhan" tanpa formalitas "baju" agama.
Beragama tapi tidak cerdas spiritual. Bagi saya ini cukup menarik. Inilah mengapa di negara kita 100% penduduknya beragama tapi punya rekor sebagai negara terkorup di dunia.
Saya pernah bertanya kepada teman, siapa pelanggar hukum terbesar? Ternyata ya aparat penegak hukum. Kalo gitu siapa pelanggar aturan agama yg terbesar? Ternyata ya tokoh agama....
Sekarang pada kejadian kita sehari-hari. Waktu masih kantoran saya pernah mengadakan survei kecil-kecilan, survei amatiran. Saat itu saya sering mendengar dari banyak teman, intinya, kalau kamu naik angkot kasih aja supirnya uang pas. Begitu kamu turun dari angkot, beri si supir ongkos dengan uang pas, dan tinggalkan supir sesegera mungkin. Jangan beri kesempatan sang pengemudi untuk minta uang lagi kalau ongkosnya sebenarnya memang masih kurang.
Contoh, ongkos resmi sebenarnya Rp 1500. Tapi karena kita naiknya cuma dekat kasih aja si supir Rp 1000, terus tinggalkan si supir sesegera mungkin. Artinya kita tidak memberi hak si pengemudi dengan benar. Kita telah memberi energi negatif kepada orang lain. Tidak jarang pengemudi menerima uang dengan menggerutu. Energi negatif dibalas dengan energi negatif.
Saya pernah mencoba, karena penasaran, tiap naik angkot saya selalu memberi ongkos dengan tarif resmi. Tidak peduli apakah jaraknya dekat atau jauh, pokoknya saya selalu memberi sang supir dengan tarif resmi.
Ajaib! Ketika suatu saat saya sengaja membayar dengan uang besar, selalu dikembalikan sang supir dengan semestinya. Saya TIDAK pernah mendapat kembalian uang yang kurang. Bahkan ketika saya tidak menghitung jumlah uang kembalian ternyata TIDAK pernah ada kembalian yang kurang. Kalau kembaliannya Rp 3500 saya selalu diberi Rp 3500. Ternyata tidak jarang saya diberi kembalian Rp 4000 (meski akhirnya saya balikin lagi Rp 500). Kejadian diberi kembalian lebih ini sering saya alami....
Energi positif dibalas dengan energi positif...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar