Jumat pagi kemarin saya ditelpon seorang teman. Kami sudah lama sekali tidak bertemu muka. Tanpa banyak basa basi dia langsung bicara pada inti. "Saya penasaran dengan sampeyan. Kok berani-beraninya pindah kuadran, gimana ceritanya?" dia langsung menginterogasi.
Saya kaget juga dengan pertanyaannya yang begitu tiba-tiba dan menohok. Agak lama saya tidak menjawab pertanyaannya. Saya bingung gimana menjawabnya. Karena kaget dan masih agak ngantuk akhirnya saya jawab asal-asalan saja, "Abis terpaksa sih?"
Kami akhirnya ngobrol panjang lebar. Yang tepat sebenarnya bukan ngobrol tapi saya menjawab terus dan terus menjawab pertanyaannya yang tidak juga berhenti.
Dia bertanya bagaimana proses memulai, mengapa memilih bidang batik dan busana limited edition, berapa omset, berapa biaya iklan, pernah rugi atau tidak, pernah tertipu nggak, apakah pendapatan sekarang lebih tinggi dari saat masih jadi karyawan, gimana cara supaya tidak rugi, dan lain-lain.
Meski agak kerepotan menjawab semua pertanyaannya, dan tidak semua pertanyaan saya jawab dengan terbuka, tapi saya senang. Berarti sahabat saya ini sedang gelisah . Gelisah karena dia ingin keluar dari zona yang selama ini didiami. Dia sudah merasa tidak nyaman dengan zonanya. Artinya di dalam pikirannya sudah terjangkit "virus" cara gila jadi pengusaha :)
Apa yang dia tanyakan adalah manusiawi. Tidak ada seorang pun yang ingin rugi. Tidak ada orang yang ingin modalnya terbang entah ke mana. Semua orang ingin begitu buka usaha langsung untung.
Pak Haji Alay sering memberi analogi bahwa jadi pengusaha itu mirip dengan anak yang belajar naik sepeda. Sebelum seorang anak bisa mengendarai sepeda dia mesti harus merasakan jatuh dulu, menabrak pagar, menabrak kambing, bahkan bisa jadi masuk got. Artinya proses jatuhnya jauh lebih banyak dari pada berhasilnya. Berhasil naik sepeda itu cuma sekali tapi jatuhnya berkali-kali.
Tetapi dengan kemajuan zaman seorang anak tidak harus mengalami proses "jatuh" sebelum mampu menguasai sepeda. Sekarang banyak sekali sepeda yang dilengkapi dengan alat bantu dua roda kecil di samping kiri dan kanan bagian belakang. Jadi si anak bisa menguasai sepeda tanpa perlu jatuh.
Di dunia bisnis juga sama. Saat ini banyak lembaga yang bisa kita jadikan "dua roda kecil" supaya kita tidak perlu jatuh ketika memulai usaha.
Kembali kepada teman saya. Kepada dia saya bukan memberi analogi naik sepeda tapi analogi belajar nyopir mobil. "Meski sampeyan membaca puluhan buku teori cara nyopir mobil tapi kalau tidak mau mencoba nyopir ya tidak akan pernah bisa membawa mobil," jawab saya. "Langung belajar nyopir jauh lebih baik dari pada kemana-mana membawa buku petunjuk cara nyopir yang baik."
Sebelum kami mengakhiri obrolan saya ingat dengan sebuah kalimat di sebuah buku. Intinya, keberanian yang dimiliki balita disebabkan hanya 2 hal: Ketidak-tahuan dan Keingin-tahuan. Hanya dua sebab ini lah mengapa balita begitu berani mencoba berjalan (dan jatuh), berani mengutak atik mainan mahal, berani membanting hape, berani "memakan" tanah, dan berani menghadapi apa saja. Makin dewasa, makin banyak ilmu, ternyata makin hilang nyali, makin takut mencoba, dan makin cepat menyerah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar