Kamis, 06 September 2007

Fleksibel


Fleksibel bisa berarti luwes, lentur, tidak kaku. Sikap fleksibel biasanya menggambarkan sikap yang lentur dan luwes. Maka tidak mengherankan kalau kalangan yang kaku sering menganggap mazhab fleksibel sebagai sikap tidak tegas, tidak berpendirian.

Wah saya sedang bicara apa sih kok kelihatan serius amat...

Saya masih ingin ngrasani pak Mario Teguh yang bicara pada minggu lalu. Malam Jumat kemarin dia bicara tentang pentingnya action. Dan rencana harus cepat-cepat direalisasikan.

"Bicara visi-misi jangan lama-lama. Ngomong tujuan jangan lama-lama. Tapi sibuklah dalam cara-cara dan proses mencapai tujuan." kata pak Mario

"Kita harus teguh pada tujuan tapi fleksibel pada metode," tambahnya. Artinya yang penting kita harus punya goal setting. Soal bagaimana cara mencapainya adalah masalah metode. Cara yang bagus dipakai untuk masa lalu belum tentu pas kalau diterapkan sekarang. Metode yang cocok dipakai oleh seseorang belum tentu pas kalau saya yang menjalani. Metode bisa beragam banyaknya, yang penting kita jangan sampai menurunkan goal kita, mimpi kita.

Banyak orang yang terbalik, kaku dengan metode tapi fleksibel dengan tujuan, fleksibel dengan goal. Akibatnya banyak pula yang tidak sampai pada mimpi semula. Semula bermimpi mau ke Jakarta dari Bandung tapi hanya ngotot jalan kaki, akhirnya mimpinya diturunkan hanya 'sampai Padalarang cukup lah'. Padahal kalau dia mau pakai metode lain (bisa pakai kereta, mobil, motor, bahkan sepeda) pasti bisa sampai di Jakarta.

Saya bicara tentang fleksibel ini bukan tanpa sebab. Ada gara-garanya. Minggu kemarin saya bertemu dengan seorang sahabat. Orangnya ekstrovert, banyak relasi, mudal bergaul. Temannya banyak, mulai penjual mie ayam sampai pak Menteri. Mulai pedagang asongan sampai pedagang gedongan. Pokoknya gaul abis.

"Saya lagi ada masalah, mas," katanya membuka pembicaraan. "Masa gara-gara uang belanja tiap hari jadi bertengkar dengan istri," tambahnya dengan sendu. Saya hanya bisa menebak, usaha yang sedang dirintis sahabat saya ini belum menghasilkan "buah" yang layak untuk "dimakan". Sahabat saya ini kembali bercerita panjang lebar permasalah yang sedang dialami.

Sampai di sini saya belum bisa memberi saran. Saya cuma membayangkan beban berat sahabat ini. Dan saya bisa merasakan karena saya pernah mengalami. Bedanya, saya tidak bertengkar dengan istri. Jadi saya masih lebih beruntung.

"Saya jadi berfikir, kalau ada yang menawari kerja lagi mungkin apa sebaiknya saya terima saja ya," tanyanya tanpa ingin mendengar jawaban saya.

Tiba-tiba saya teringat dengan fleksibilitasnya pak Mario Teguh. "Kalau ada yang menawari kerja, terima saja," jawab saya tiba-tiba.

"Anda masih punya spirit kan jadi pengusaha?" tanya saya

"Ya, saya masih punya mimpi jadi pengusaha besar," jawabnya.

"Kalau begitu terima saja tawaran jadi karyawan. Yang penting ada cash-in buat keluarga di rumah. Yang penting suasana rumah menjadi nyaman"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar