Senin, 10 September 2007

Menyelesaikan

Saya masih ingat beberapa tahun lalu salah seorang sahabat saya, sebut saja pak Joko, merenung. Dia terlihat sedih. Tangan kanannya menyangga kepala padahal dia tidak sedang sakit kepala. Tidak sakit kepala tapi pusing karena pak Joko ini sedang memikirkan bagaimana cara keluar dari masalah yang sedang dihadapi.

Tiba-tiba sahabat saya yang lain, sebut saja pak Mukri, datang. Melihat pak Joko murung pak Mukri memandang sebentar, dan kemudian keluar lah komentarnya yang terkenal nylekit itu, "Utang itu jangan dipikir tapi dibayar."

Komentar yang nylekit dan terkesan asal-asalan itu membuat pak Joko tersenyum kecut dan tersadar dari lamunannya. Dia pun berdiri dan meninggalkan tempat. Saya tidak tahu pasti apa arti senyuman pak Joko. Kami semua yang ada di tempat itu pun hanya senyum-senyum saja.

Apa yang dikatakan pak Mukri memang tidak enak didengar. Meski begitu apa yang dikatakannya tidak salah. Hutang memang tidak perlu dipikir tapi dibayar saja. "Semua orang juga tahu mas kalau itu jawabannya," kata pak Joko kepada saya ketika kami mau pulang sehabis ngantor.

Beberapa tahun kemudian saya sadar bahwa yang dikatakan pak Mukri memang benar. Padahal ketika mengatakan demikian pak Mukri cuma asal-asalan saja. Yang pernah dikatakan pak Mukri ternyata diperkuat oleh pak Yusef Hilmi ketika Mr Fire ini memberikan presentasinya seusai TDA nonton bareng film The Secret di JDC. "Kita jangan memikirkan hutang tapi pikirkanlah bagaimana memperbesar penghasilan. Kalau penghasilan kita meningkat otomatis hutang akan selesai dengan sendirinya," kata pak Yusef.

Apa yang dikatakan pak Yusef adalah upaya bahwa kita jangan memikirkan kondisi negatif tapi pikirkanlah tindakan positif. Memikirkan kondisi negatif hanya akan mengundang kondisi tersebut datang kepada kita. Begitu pula kalau kita memikirkan kondisi positif maka kondisi tersebut akan mendatangi kita. Sayang sekali pak Yusef termasuk "malas" meng-update blognya (hehe, maaf ya Pak)... :)

Memikirkan kondisi positif memang harus terus dilatih. Berapa banyak orang yang berusaha keluar dari kondisi negatif tapi yang ada di pikirannya adalah kondisi negatif itu sendiri. Memikirkan kondisi positif adalah paradigma 'Menyelesaikan masalah'. Sedangkan memikirkan kondisi negatif adalah 'Menyesuaikan masalah'.

Berapa banyak dari kita yang masih termasuk golongan 'menyesuaikan' masalah: Selalu mengurangi pengeluaran karena penghasilan belum mencukupi, mengurangi kualitas makanan karena income belum besar, menaikkan ketinggian lantai rumah karena selalu terendam banjir. Padahal itu semua TIDAK akan menyelesaikan masalah tapi hanya menyesuaikan masalah.

Memang tidak mudah bagi kita masuk ke pola pikir 'menyelesaikan' masalah. Perlu latihan dan jam tebang. Juga banyak masalah yang penyelesaiannya harus melibatkan pihak lain.

Bagaimana kalau kita masih bingung memilah apa yang kita pikirkan ini sebenarnya pikiran positif atau negatif? Saya sendiri juga masih bingung dan belum bisa memilah dengan pasti. Tapi ada kisah nyata menarik. Kisah ini disampaikain oleh Ustad Yusuf Mansur.

Ada dua karyawan, sebuat saja Ari dan Adi. Dua karyawan ini ingin mempunyai motor untuk menunjang pekerjaannya. Ari memakai cara menabung 100 ribu per bulan. Kalau 10 bulan maka tabungannya menjadi Rp 1 juta. Uang yang terkumpul ini bisa dipakai untuk membayar DP motor. Maka jadi lah Ari mempunyai motor tapi tiap bulan dia harus menyisihkan uang yang jauh lebih besar karena untuk cicilan motornya.

Sedangkan Adi juga mengeluarkan 100 ribu perbulan tapi uang tersebut "ditabung" di panti asuhan, memberi anak yatim, men-sedekah-i fakir miskin, dan lain-lain. Miracle, genap 10 bulan dia mendapat "hadiah" motor dari kantornya. Adi pun bisa menikmati motornya TANPA harus mencicil tiap bulannya....

Jadi "libatkan" lah orang lain untuk menyelesaikan masalah kita supaya tangan-Nya membantu kita menyelesaikan masalah. Kalau Allah sudah berkehendak tidak ada satu pun yang bisa menghalangi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar