Kamis, 26 Juli 2007
Legenda
Untuk menggagalkan upaya Sangkuriang meminang dirinya dayang Sumbi mengajukan dua syarat: Pertama, Sangkuring hars membendung sungai Citarum. Dan kedua, Sangkuriang harus membuat sampan besar untuk menyeberangi sungai itu. Kedua permintaan itu harus selesai sebelum fajar menyingsing.
Ending cerita di atas kita semua sudah tahu. Dayang Sumbi berhasil menggagalkan upaya Sangkuriang. Sang anak marah. Dia menjebol bandungan yang dibuatnya. Seluruh kota tenggelam. Sampan ditendang, melayang, dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Kisah di atas bisa sangat mirip dengan Roro Jonggrang dari Jawa Tengah. Roro Jonggrang adalah seorang putri kerajaan Prambanan. Kerajaan ini pada akhirnya dijajah oleh kerajaan Pengging dengan Bandung Bondowoso sebagai penguasanya. Melihat kecantikan sang putri Bandung Bondowoso (BB) pun berniat menjadikan istrinya. Supaya lamarannya batal sang putri mengajukan syarat: Dibuatkan 1000 candi, dan harus selesai dalam waktu semalam saja. BB setuju.
Ending kisah ini pun sama. Ketika jumlah candi sudah 999 buah Roro membangunkan seluruh makhluk di hutan yang menandakan malam sudah berakhir. Ketika BB tahu bahwa pagi sebenarnya belum tiba dia menjadi sangat marah. Dia merasa telah diperdaya Roro. Demi melampiaskan marahnya BB menyihir Roro menjadi sebuah batu. Batu ini lah yang dijadikan candi yang ke-1000.
Ada yang menarik dari dua dongeng di atas. Keduanya mengajarkan sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Hanya dalam waktu semalam semua keinginan harus terwujud. Instan. Tanpa proses panjang.
Cerita model instan ternyata tidak hanya di Jawa. Terjadinya Danau Toba juga mirip. Meski setting ceritanya berbeda tapi terwujudnya Danau Toba terjadi dengan seketika. Tiba-tiba air yang sangat deras menyembur dari tanah. Air menyembur dari pijakan seorang petani yang tidak sabar. Terus menyembur sehingga seluruh desa terendam. Air ini pun membentuk sebuah danau yang bernama Toba.
Cerita si Kancil yang sangat populer tidak mengajarkan sesuatu yang instan. Tetapi menggunakan pikiran buat memperdaya makhluk lain. Cerita si Kancil banyak sekali serinya dari mulai mencuri timun, memperdaya gajah, menipu petani, memperdaya buaya, dan sebagainya. Semuanya mengajarkan kelicikan untuk keuntungan pribadi.
Yang menjadi pertanyaan, apakah legenda-legenda seperti ini cukup mempengaruhi pikiran kita saat ini. Cerita ini sudah masuk ke benak kita sejak anak-anak. Dan kalau masuknya pada masa kanak-kanak sangat mudah untuk masuk ke alam bawah sadar. Wah, bahaya.
Jadi apakah keinginan hasil instan sudah terbentuk di dalam diri kita tanpa disadari?
Jangan kuatir ada kok cerita heroik yang patut ditiru. Legenda Hang Tuah yang berasal dari semenanjung Pantai Barat Melayu bisa dijadikan contoh. Bagaimana seorang anak petani bersama empat temannya : Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu, dan Hang Kesturi mampu menghadang perompak. Kemudian dengan ketekunannya Hang Tuah mampu menjabat sebagai pimpinan armada laut kerajaan Bintan.
Dengan kepintarannya Hang Tuah mampu membentuk armada laut yang kuat. Dan menuju Tuban di Majapahit buat meminang sang putri kerajaan terbesar di Jawa itu. Hang Tuah juga berhasil membangun persahabatan dengan India dan Cina. Di Cina, dengan kepintarannya, dia berhasil memandang wajah sang Kaisar, suatu perbuatan terlarang saat itu. Dan kaisar tidak marah.
Akhir cerita heroik Hang Tuah adalah ketika dia mendapt tugas menghadang armada dari Barat yg dipimpin oleh Admiral D Almeida. Armada ini sangat kuat. Dan sang pahlawan gugur dalam tugas ini. Tertembus peluru sang admiral. Sebagai bentuk penghormatan salah satu kapal perang RI diberi nama KRI Hang Tuah.
Jadi kita memang perlu menfilter cerita-cerita legenda. Ada cerita yang mengajarkan proses tapi lebih banyak yang mengajarkan instan serta intrik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar