Sabtu, 14 Juli 2007

Pede (2)


Dua hari kemarin (Kamis-Jumat) saya menghadiri undangan dari penyelenggara Pameran Bunga Rampai Budaya Indonesia. Saya merasa sangat terhormat diundang untuk menghadiri acara yang juga dihadiri oleh orang-orang yg sudah sangat dikenal. Dua hari itu saya sempat bertemu dengan Iwan Tirta, Hary Dharsono, Joop Ave, Ghea (yg ini cuma melihat doang), Mari Pangestu, Aburizal Bakrie. Juga sempat ngobrol dengan Warwick Purser, orang Australia yg sudah jadi WNI, dan sekarang punya bisnis craft besar di Indonesia-Australia.


Banyak sekali kesan positif (dan peluang tentu saja) yang saya terima selama acara itu. Orang-orang yang diundang di sana memang diharapkan nantinya mampu mengirim barangnya menjadi produk ekspor. Pemerintah & penyelenggara juga kelihatan tidak tanggung-tanggung mendatangkan orang-orang yg sangat kompeten di bidang ekspor. Keseriusan ini makin tampak ketika pada hari kedua didatangkan delapan duta besar Indonesia yang bertugas di: Cina, Amerika, Turki, Australia, Spanyol, Hongaria (membawahi Eropa Tengah-Timur), Mexico (membawahi Amerika Selatan), dan dubes Afrika Selatan (membawahi Afrika bag Selatan).

Delapan duta besar itu diminta memaparkan peluang-peluang di wilayah kerja masing-masing. Mereka juga diharuskan melayani pengusaha Indonesia yang ingin masuk ke negara-negara kerja mereka.

Saya belum ingin menceritakan acara itu. Saya hanya ingin cerita mengenai apa yang saya lakukan pada hari kedua saja.

Hari pertama saya rupanya masih dihinggapi sindrom rendah diri. Maklum, yang datang di sana adalah para jagoan. Meski ragu-ragu saya memaksakan diri duduk di deretan ke-3. Sedikit basa basi dengan kiri-kanan. Masih terjadi blocking, pembicaraan masih kurang nyambung.

Di hari kedua, ketika acara dihadiri oleh delapan duta besar Indonesia, saya memaksakan diri duduk di deretan paling depan. Meski tidak ada aturan tertulis, rupanya deretan paling depan secara konvensi biasanya dipakai oleh para tokoh, minimal untuk orang yang sudah sangat dikenal.

Nah, ketika saya hendak beranjak pindah ke deretan belakang, tiba-tiba ada semacam "dorongan" dari dalam yg bicara. "Mengapa mesti pindah, kamu kan juga orang besar (meski badannya kecil), kamu layak duduk di depan, kamu juga seorang tokoh. Bedanya, mereka tokoh kekinian sedangkan kamu tokoh masa depan."

Gleg. Tiba-tiba saya sangat pede dan nyaman dengan posisi saya, duduk di deretan yang paling strategis. Saya duduk paling depan lajur tengah. Jadi paling mudah terlihat.

Setelah berkenalan dan basa-basi dengan sebelah, saya menyadari bahwa saya sedang duduk dengan seorang tokoh. Hari minggu ini dia mendapat anugerah dari Pemerintah. Dia mendapat penghargaan karena upayanya melestarikan koleksi kain-kain adat seluruh Nusantara.

Kami ngobrol beberapa saat sebelum acara dimulai. Saya menceritakan tentang RumahBatik, koleksinya, dan cita-cita saya ke depan. Rupanya dia cukup tekun mendengar apa yang saya katakan. Tidak lama kemudian sang tokoh ini terlihat bicara berbisik dengan sebelahnya.

Dan kemudian saya dikagetkan dengan suara beliau. "Mas, nanti ikut ya tanggal 19-20 Juli. Kami mengadakan diklat khusus. Hanya kalangan sangat terbatas yang kami undang. Bisa kan mas..."

AHA...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar