Senin, 06 Agustus 2007

Hitung Mundur

Bagi banyak TDAers bulan Puasa dan Lebaran adalah masa-masa panen. Betapa tidak, banyak rekan-rekan TDAers yang bidang geraknya adalah garmen. Dan garmen ini memang mencapai puncaknya pada bulan Puasa-Lebaran. Tidak jarang, omset pada satu bulan ini bisa dipakai untuk membiayai kelangsungan usaha selama satu tahun ke depan. Wow... dahsyat.

Omset satu bulan yang bisa dipakai untuk hidup satu tahun ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan pedagang Tanah Abang. Selama puluhan tahun siklus ini terus berulang terus menerus. Jadi bagi para saudagar yang settingan usahanya sudah pas, mereka sudah bisa menghitung berapa laba yang akan dituai pada bulan keemasan ini.

Tapi yang namanya bisnis, siklus yang sudah teratur selama puluhan tahun ini ternyata tidak selalu pas dengan hitungan. Selalu ada deviasi antara target dengan realitas. Dan biasanya realitas lebih tinggi dibanding target. Jadi, betapa enaknya bisnis garmen.

Namun, seperti yang diucapkan Bob Sadino, bisnis itu tidak linier. Pola perubahannya cukup tinggi. Tidak seperti hitungan akuntansi atau perkiraan para pengamat. Kadang perkiraan bisa bertolak belakang dengan kenyataan. Jadi mirip dengan ramalan cuaca. Ahli cuaca mana pun tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi 10 jam ke depan. Yang bisa mereka sampaikan hanya perkiraan saja. Jadi kalau salah ya wajar, wong namanya perkiraan.

Bisnis dan ramalan cuaca, kok jadi mirip ya. Tidak ada kepastian yang bisa dihitung di depan. Orang sekaliber pak Haji Alay saja sampai sekarang juga tidak bisa menghitung dengan pasti berapa omsetnya pada Puasa-Lebaran nanti. Yang bisa dilakukan hanya memperkirakan keadaan berdasarkan kecenderungan saat ini. Jadi ya tetap saja perkiraan yang linier. Kalau dalam grafik yang dilakukan adalah meng-ekstrapolasi titik-titik informasi yang didapat.

Tapi bagi orang yang bergerak di ilmu-ilmu dasar, seperti Fisika Teori, segala kejadian di dunia ini sebenarnya bisa dihitung dengan pasti, fixed. Hanya saja, masalahnya, sangat banyak variabel di dunia ini yang saling mempengaruhi, saling berinteraksi. Saking banyaknya kita tidak bisa menghitung ada berapa banyak variabel yang terlibat. Artinya kalau jumlah variabel saja tidak tahu dengan pasti, bagaimana itu bisa dihitung? Jadi ya sami mawon. Realitasnya bisnis dan ramalan cuaca ada kemiripan pola. Tidak linier dan fluktuatif.

Untuk kasus bulan Puasa dan Lebaran tahun kemarin, pasar garmen di Indonesia, kata Pak Haji, berada pada titik nadir, terendah yang dialami Indonesia selama seperempat abad ini. Saya sama sekali tidak menakut-nakuti lho. Saya hanya mengatakan berarti tahun ini "roda" garmen sudah bergerak ke atas kembali.

Tulisan saya yang nggak ada juntrungannya ini sebenarnya maunya apa sih? Saya sendiri juga bingung mau nulis apa. Saya hanya ingat Kamis minggu lalu di acara The Art of Business with Mario Teguh dikatakan, apa yang kita inginkan harus diimbangi dengan hitung mundur.

"Kalau kita ingin punya laba Rp 100 juta pada Desember 2007, kita harus bisa hitung mundur, berapa laba perbulan kita sekarang supaya pada Des 2007 bisa mencapai 100 juta. Jangan pernah menurunkan target karena melihat yang kita hasilkan sekarang. Tapi naikkan terus income saat ini supaya bisa tembus Rp 100 juta pada Des 2007."

Wah kalau berdasarkan grafik ekstrapolasi yg linier, kayaknya tidak mungkin bisa mendapat laba Rp 100 juta pada Desember 2007. Lebih baik saya menganut grafik eksponensial saja. Grafik seperti ini, kalau mencapai titik kritis... wusssh

Anda bingung? Sama dong :)

1 komentar:

  1. Memang sudah mulai diakui oleh banyak pakar pengembangan diri kalau ternyata sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah saat ini malah meracuni mental kewirausahaan kita.

    Tapi tetap kok buat saya sekolah itu penting, hanya saja sebaiknya ada perubahan paradigma dan lebih mengedepankan jiwa wirausaha daripada pekerja.

    BalasHapus