Rabu, 01 Agustus 2007

Mindset

Arswendo saat itu sangat cemas. Mendung sudah menggelayut kelam di angkasa. Sebentar lagi hujan besar pasti turun. Bersama istrinya dia bergegas menginjak pedal gas mobilnya. Dengan kencang dia geber kendaraannya supaya terhindar dari ancaman guyuran hujan.

Akhirnya mereka berdua berhasil "selamat" dari guyuran hujan. Mereka berhasil menemukan tempat berteduh seadanya di pinggir jalan. Begitu hujan deras benar-benar terjadi Arswendo dan istrinya aman di bawah naungan... mobil yang berteduh di emperan warung.

Ada yang aneh nggak dengan cerita di atas? Cerita ini adalah kisah nyata yang pernah dialami Arswendo Atmowiloto bersama sang istri.

"Kami berdua akhirnya tertawa terbahak-bahak begitu sadar," kata Wendo, panggilan Arswendo.

"Bagaimana tidak lucu. Saat itu kami kan pakai mobil tapi mengapa masih ketakutan dengan mendung dan hujan yang sebentar lagi turun," tambahnya. "Maklum, kami kan baru saja punya mobil butut. Biasanya paling banter pakai motor. Jadi meski kondisi sudah berubah tapi otak kami masih ndeso," Wendo menambahkan.

"Saya salut dengan penampilan Timnas PSSI ketika melawan Arab Saudi. Mereka berjuang dengan keras dan sportif. Tapi sayang, wasitnya ternyata masih katro," komentar salah seorang pemirsa yang menumpahkan unek-uneknya di acara Opeh House Metro TV Jumat malam.

Dua cerita di atas mungkin bisa mewakili pola pikir lama yang diterapkan untuk kondisi yang sama sekali berbeda. Pada kasus Wendo, meski sudah pakai mobil tapi karena belum terbiasa, pola pikirnya masih motor yang biasa ketakutan kalau hujan sebentar lagi turun. Sedangkan pada kasus kedua, mentang-mentang punya bahasa yang sama dengan salah satu tim, maka wasit dengan ringan mengganjar lima kartu kuning buat pemain PSSI. Sedangkan pelanggaran berat yang dilakukan pemain Saudi cukup disemprit saja.

Pola pikir memang sangat mempengaruhi apa yang kita lakukan. Coba kita masuk ke kantor pemerintahan, setelah itu kita masuk ke perusahaan yang mempunyai kompetisi tinggi. Sangat berbeda ketika kita masuk ke kantor pemda dengan kalau kita memasuki Bank Niaga, misalnya (ini bukan iklan lho karena saya bukan nasabah mereka).

Perbedaan pola pikir juga langsung terasa ketika kita menghadap bagian keuangan dengan kalau kita berdiskusi dengan bagian marketing. Perbedaan yang sangat mencolok juga langsung terasa kalau kita ngobrol dengan seorang karyawan dibanding dengan seorang pengusaha. Untuk kasus ini tentu saja tidak berlaku buat karyawan yang member TDA hehe :).

Teman saya langsung kapok ketika usaha yang dia rintis tidak langsung menghasilkan untung ketika pertama kali dimulai. "Mau usaha kok malah rugi," jawabnya ketika ditanya mengapa berhenti. Teman yang lain juga finished, menghentikan usahanya mengekspor mebel hanya karena pernah sekali hitungannya meleset. "Ya kalau tidak meleset, kalau meleset lagi emangnya kamu mau mengganti?" alasan dia.

Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo, mengatakan, yang paling susah adalah mengubah mindset aparat. "Tiga tahun pertama masa jabatan saya dihabiskan hanya untuk mengubah mindset aparat saya. Mengubah mindset dari minta dilayani menjadi melayani orang lain. Mengubah pola pikir dari lu butuh gua menjadi kami perlu Anda adalah sangat-sangat susah," kata Fadel di acara Beyond Marketing di JakTV Senin malam lalu.

Upaya Fadel ini tidak sia-sia. Ketika sisa jabatannya tinggal dua tahun masyarakat dan dunia usaha mulai merasakan perubahan pola pikir aparat Gorontalo. Tingkat kemakmuran masyarakat melonjak drastis. Investasi yang datang bertambah signifikan karena dilayani dengan senyum. Bukan dipalak di depan sebagaimana biasa terjadi di negeri ini.

Perubahan ini menunjukkan buktinya ketika pada pilkada November 2006 Fadel memenangkan kursi Gubernur untuk kedua kalinya dengan perolehan suara 81%, tertinggi di Indonesia. Dia pun mendapat sertifikat MURI sebagai rekor pemilihan suara tertinggi di Indonesia untuk pemilihan gubernur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar